Dua puluh hari, sejak kepergian Riko, Arin menjadi boneka bagi Atina, kakak Riko. Diajak ke sana ke mari. Di suruh ini itu, eits dalam hal yang menyenangkan, bukan dalam hal menyebalkan. Didandani, dimanjakan, dan diperlakukan istimewa bak Ratu.
Sisa satu hari, pada akhirnya, kalender yang ditandai oleh si calon pengantin wanita. Rasanya ia tak bisa tidur malam ini. Ya, membayangkan jika esok ia akan berjumpa dengan sang kekasih yang sudah hampir tiga minggu tak ia temui.
Riko, berjanji pulang hari ini selepas bertugas. Rasa bahagia membuaynya malah tidak tenang. Selama tiga minggu, hanya sekitar empat kali ia punya kesempatan menelpon sang calon suami. Itulah kenapa rindunya semakin bertumpuk.
"Ya Allah, aku kangen Mas Riko. Kangen banget."
Riko pasti akan menertawainya jika tau sekarang sang calon istri tengah memakai bajunya dan celana training miliknya. Untuk menyalurkan kerinduan, meski kedodoran tentunya.
Arin mengikat pinggangnya dengan tali rafia, agar tak merosot. Itu sudah lebih aman, daripada cemiti berkarat sisa peninggalan sang nenek yang sempat ia gunakan sebagai pengecil celana yang berujung menusuk pantat seksinya.
"Duh, pantat kena peniti. Asetnya habis diratus malah panas-panas. Hmm ... Gini amat mau jadi pengantin."
Arin, rencananya akan menikah dengan Riko, di Jogja. Di salah satu gedung yang sudah disewa oleh Kayla dan Eijaz untuknya. Bukan di kampung kelahirannya di Wonogiri. Sang Pakde dan Bude juga sudah setuju.
"Kapan lagi punya kesempatan nikahan di gedung mewah. Ora di halaman rumah. Antimensetrim ngono loh. Ben bude bisa ngeksis. Poto-poto, terus di kirim di grup almuni. Ben prik! Ngono loh."
Demi memenuhi keinginan sang bude yang ingin dibilang 'prik' meski tak paham apa itu 'freak', Arin hanya bisa menurut.
Azan subuh tiba-tiba saja sudah berkumandang tanpa Arin sadari. Gadis itu segera bangkit dari ranjang yang menemaninya begadang semalaman. Mengambil wudu dan sialnya salah menghidupkan keran. Air panas seketika menyembur, membuatnya kaget.
Ia segera menutup keran dan lengkap sudah, akibat reaksinya tadi kakinya tak sengaja menginjak lantai yang licin dan membuatnya jatuh terjerembab dengan kepala terbentur tembok.
"Astagfirullah, Mas Riko!" teriaknya reflek.
Ia baru sadar ketika percuma memanggil Riko, toh, kekasihnya tak di sana.
Setelah beberapa saat, Arin kembali berdiri dan terkikik.
"Arin, Arin, sebucin itu kamu sama Enriko Zein? Ya kali kepleset langsung ngerengek minta tolong ke dia. Dih, malu. Arin bucin ih. Aaaaah!!! Pengen ganti nama akun sosmed jadi ArinChuntiqpoenyaRikoCintakuCelaluCelamanyaaaak."
Selesai berwudu, ia melihat bayangan dirinya terpantul di cermin.
"Wahai cermin yang tergantung di kamar mandi rumah Kayla. Siapakah wanita paling cantik buat Enriko Zein?"
"Arin!" Terdengar suara meneriakkan namanya.
"Siapakah wanita paling beruntung yang akan menyandang gelar Nyonya Zein?"
"Arin!"
"Siapakah waㅡ"
"Arin!"
Arin segera sadar jika orang yang tengah berteriak dari luar memanggilnya. Kali ini sembari menggedor pintu kamar mandi.
Ia segera membuka pintu dan mendapati wajah panik sang kakak ipar di balik pintu.
"Kak, kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Green or Pink (END)
Romance"Bu, besok aku mau punya seragam hijau. Foto cantik, sama Abang." "Kenapa hijau?" "Karena Abang seragamnya hijau. Kata Abang, seragam istrinya juga hijau. Kan Arin besok gede jadi istri Abang." "Arin, Arin. Jangan suka warna hanya karena seseorang...