3] Kau Yang Bersalah

168 39 0
                                    


Amanda pergi ke kjembatan yang menjadi saksi bisu kepergian sahabatnya dulu. Dia membawa bunga krisan di tangannya, "hai, udah lama gak ketemu, maaf baru bisa ngunjungin sekarang." Ucap wanita itu.

Dia tersenyum tipis, "kabar baik, lusa kemarin gue resmi nikah sama Revan. Dan kemarin juga gue ketemu sama cewek yang mirip banget sama lo, awalnya gue ngira kalo itu beneran lo, Rin. Tapi ternyata dia jauh beda banget sama lo, kayaknya gue kebanyakan berharap ya."

Wanita itu pun tertawa kecil, mengusap pipinya yang basah karena air mata. "Udah 5 tahun, dan gue gak nyangka kalo gue masih punya muka buat ketemu sama lo." Tangan Amanda terkepal kuat, "gue minta maaf, buat yang kesekian kalinya."

Cukup lama setelah Amanda berucap dan terdiam, matanya terpejam karena menahan tangisan bersalahnya. Dia memang jahat, tapi saat itu Amanda berada di posisi dimana dia dibingungkan oleh dua pilihan.

Antara mengorbankan Karina atau mengembalikan berlian yang menjadi pusat teknologi di negaranya.

Beberapa saat kemudian dia mendengar langkah kaki seseorang. Semakin dekat, sampai akhirnya suara itu berhenti dan Amanda menoleh ke sampingnya.

"Nyonya Nalaka?" Kejut orang itu.

"Yoo Jimin?"

"Saya tidak menyangka jika akan bertemu dengan anda," ucap wanita itu.

Amanda agak tertegun, bahasa Indonesia wanita ini lancar sekali, tapi terlalu formal baginya. "O-oh iya."

"Apa yang anda lakukan disini? Dan kenapa wajah anda terlihat seperti habis menangis?"

"Ah enggak, aku cuman lagi keinget sama sahabat lama aja."

Yoo Jimin memiringkan kepalanya, "apa yang terjadi dengan sahabat anda memangnya?"

"Dia.. meninggal, disini."

Yoo Jimin hanya terdiam, menunggu Amanda kembali melanjutkan kalimatnya. "Aku cukup nyesel karena bikin dia pergi," lanjut Amanda.

"Jadi anda yang membuat sahabat Anda sendiri pergi?"

"Ya, mungkin kayak gitu? Aku jahat banget, ya?"

"Itu pertanyaan paling aneh bagi saya, Nyonya. Apa anda punya dendam pada sahabat anda?"

Amanda tersenyum tipis, "aku agak marah sama dia, dulu. Tapi sekarang udah enggak."

"Tentu saja, kalau anda masih marah pun juga tidak ada gunanya, dia sudah meninggal, anda tidak akan bisa balas dendam atas amarah anda." Ucap Yoo Jimin membuat Amanda tertawa hambar.

"Aku gak sampai dendam sama dia, cuman sedikit kesel. Dia bertindak seenaknya tanpa pikir panjang, nyuri suatu hal yang selama ini
jadi kebanggaan negara kami, jadi buronan negara bahkan hampir ngejebak temennya sendiri buat masuk ke lubang hitam yang sama. Bukannya itu artinya dia jahat?"

Yoo Jimin mengerutkan keningnya, "lalu? Apa urusannya dengan anda, Nyonya? Terserah dia jika ingin menjadi jahat, lagipula sifat manusia kan tidak ada yang tahu."

Lagi-lagi Amanda hanya bisa membalas dengan senyumnya dan berkata, "iya, kamu bener. Hah, kalau begitu aku duluan ya."

"Saya pikir anda baru saja sampai disini."

"Aku cuma sebentar aja kok, ada janji sama psikiater, jadi harus buru-buru."

"Ah, begitu. sampai jumpa kembali, Nyonya."

"Ya, sampai jumpa lagi, Nona Yoo." Balas Amanda lalu mulai berjalan pergi menjauh, namun sebelum itu dia sempat berbalik dan berkata. "Omong-omong kamu mirip banget sahabatku, dan entah kenapa aku jadi ngerasa kalau aku lagi bicara sama dia langsung setelah sekian lama."

***

"Dia benar-benar sudah kepalang aneh karena menganggapku sebagai Karina, cih."

"Wajar saja, wajah kalian kan sangat mirip. Saya sendiri bahkan tidak bisa membedakan antara kalian berdua."

"Tapi tetap saja aku dan Karina berbeda! Maksudku, aku ini kan auranya lebih terlihat seperti elegan dan classy, sedangkan gaya Karina itu lumayan kasual dan agak merakyat."

Yoshi hanya bergeleng kepala mendengar ucapan Yoo Jimin, atasannya ini memang selalu saja mencari hal yang bisa dijadikan alasan untuk membedakannya dengan Karina.

"Omong-omong aku cukup tertarik ketika mendengar jika Amanda harus pergi ke psikiater hari ini, apa itu artinya dia mengalami semacam gangguan kejiwaan?"

"Mulutmu itu perlu disekolahkan lagi, Jimin. Jangan bilang seperti itu, tidak sopan." Ucap Yoshi mendadak informal.

Yoo Jimim tersenyum aneh, "baru kali ini kau memperingatiku soalan seperti itu. Memangnya kau sendiri tidak tertarik dengan hal itu, Yosh?"

"Kau ingin memainkan mental seseorang? Gila kau? Ingat, di dunia ini masih ada yang namanya karma." Ujar Yoshi yang tiba-tiba saja gaya bicaranya jadi berubah.

"Bukan aku yang akan kena karma itu, tapi Amanda, dia yang bersalah."

Yoshi menghela nafas berat, sudah pasrah dengan segala hal yang ada di otak Yoo Jimin. Sebenarnya otak wanita itu terbuat dari apa sih? Oh, atau hatinya itu terbuat dari apa?

"Tenang saja, aku akan melakukan sebersih mungkin. Omong-omong, mana data yang kuminta tadi?" Tanya Yoo Jimin.

Yoshi menyerahkan beberapa file berisi catatan kesehatan Amanda, mulai dari fisik sampai psikis. Jujur, dia sendiri bingung mengapa wanita itu memintanya mencarikan semua data ini.

"Dia cukup sering ke psikiater, dan dia mengalami depresi dan skizofrenia?"

Yoshi mengangguk, "Nyonya Amanda mengalami depresi sekitar 3 tahun setelah kematian Nona Karina. Hal ini berangsur lama dan semakin parah, bahkan Nyonya Amanda sempat hampir mengakhiri hidupnya dua hari sebelum pernikahannya."

"Kira-kira apa yang membuatnya seperti itu, Yoshi?"

"Entah lah, aku sendiri kurang tahu apa penyebabnya. Tapi kalau tidak salah, itu karena dia cukup memiliki banyak tekanan di lingkungannya dan salah satunya juga karena kematian Nona Karina. Ada yang bilang jika selama ini dia selalu melihat Nona Karina di sekitarnya dan itu membuatnya takut dan cemas."

Yoo Jimin terdiam sejenak, kedengarannya penyakit mental yang dialami Amanda cukup berat. Tapi bukankah itu sepadan dengan yang telah dia lakukan? Ya, tidak sepenuhnya sepadan, sebelum wanita itu mati.

"Ini pas sekali dengan rencana yang ingin aku lakukan," ucap Yoo Jimin pelan.

"Memangnya kau ingin melakukan apa pada Nyonya Amanda?"

Wanita itu tersenyum miring, "hanya ingin membangkitkan kembali traumanya."

Mata Yoshi membelalak, bagaimana Yoo Jimin tahu jika Amanda punya trauma? Padahal dia sudah susah payah untuk tidak mencantumkannya disitu.

"Yoshi-kun," panggil Yoo Jimin sambil melihat-lihat kembali file berkas ditangannya.

"Apa?"

"Apa kau masih handal dalam meneror seseorang?"

"Hah?"

"Kau tau maksudku, kan? Aku tidak ingin mengotori tangan cantikku ini untuk meneror seseorang, lagian itu juga bukan pekerjaanku. Jadi, bisa tolong bantuannya?"

'Till The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang