Terlihat perawakan yang sama seperti Andra, namun memiliki kontur wajah yang berbeda.
"Who is him?"
"Brother."
Eza mengernyit. Gadis yang masih menggenggam pel-pelan dan sandal selop biru mentereng itu langsung berlari meninggalkan Saga yang terbengong-bengong di depan teras, dan gadis itu menyusul Andra yang masih memutar kunci pada lubang pintu.
Gadis itu kini mengalihkan tatapanya pada laki-laki di sebelah Andra yang hanya memasang wajah datar, "Kok nggak mirip ya?"
Andra yang masih sibuk memutar-mutar kunci, menyempatkan diri untuk menjitak ubun-ubun gadis itu, "Jangan kayak anak kecil ah. Di depan bocah kok lo begitu sih." Omel sahabatnya sembari melanjutkan membuka pintu. Gadis itu mencebik, tak lama mengekori langkah Andra yang telah berhasil membuka pintu utama dan ikut mendudukan diri di sofa saat sang tuan rumah membanting diri sambil mendesah lega.
"Cape banget anjing." Ucap Andra pelan sambil mengusap wajahnya.
Eza menoleh ke kiri, dan menemukan laki-laki yang disebut; 'Adik' oleh Andra, "Siapa nama lo?"
Laki-laki yang merasa ditanyai, tersenyum tipis kemudian menjawab, "Nadeo, tante." Ucapnya ngalus.
"Gak usah genit lo tali swallow, dah ada calon." Sahut Andra cepat masih posisi menutup matanya dengan sebelah lengan.
Eza yang hampir mengomeli adik Andra ini sebab memanggilnya tante, seketika teringat kekasihnya kala Andra mengingatkan ia sudah bercalon. Gadis itu langsung meloncat dari duduknya dan berlari sambil menyambar pel nya yang ia sandarkan di dekat pintu masuk membuat penghuni rumah itu saling padang dan terbengong-bengong.
Kala ia grasak grusuk lari-lari dari rumah Andra yang dari jarak rumah sampai dengan jalanan komplek hampir 10 meter, ia diam-diam mengumpat sebab halaman rumah sahabatnya yang luas— cocok untuk berternak kambing. Tapi, sebelum ia terbirit-birit berlari ke dalam rumahnya, Eza lebih dulu menemukan Sagara yang menggantikan dirinya untuk mengecek tanaman di halamanya.
Lega. Takutnya, laki-laki itu ngambek. Begitu-begitu Sagara kalau ngambek, ngerayunya bisa sampai Eza sakit tifus dibuatnya.
Bercanda.
Ia berjalan mendekat, kemudian memeluk lengan kanan kekasihnya. Sagara hanya sekilas menatapnya datar saat gadis itu nyengir kuda, kemudian ia kembali memperbaiki tanaman yang tumbang.
"Awas." Laki-laki itu menghempaskan tangan Eza yang bergelayut manja di lenganya, tetapi gadis bebal sepertinya mana bisa semudah itu diusir.
"Ayo makan aja, badan masih anget gini. Katanya laper."
Sagara menaruh pot yang ditanami bayi kaktus. Kemudian mengikuti gadis itu kala ia tak berhenti ditarik-tarik. Sagara hanya melengos dan tetap menurut.
*****
"Gimana dong Ga? Anjir lah kalo udah begini, males gue."
Sagara masih menatap televisi yang menyala itu dengan datar, kemudian menyahut malas, "Nggak usah, kita nggak deket sama mereka. Lagian nominalnya nggak main-main. Lo mau ganti rugi kalau kita ditipu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita | Sagara Pandu
Fiksi RemajaBerbagai macam keadaan hidup jelas jatuh kepada berbeda-beda orangnya. Namun hidup jauh lebih menyenangkan jika didampingi oleh Sagara Pandu. Pria dengan apa adanya, dengan segala yang melekat pada Sagara Pandu, Eza menyukainya. Entah bagaimana bagi...