42. Pajaknya Istri

2.6K 125 0
                                    

Sudah beberapa Minggu ini jingga benar-benar melenyapkan dirinya dari peredaran Raka. Dia juga heran, kenapa dirinya bisa sekuat dan sehebat ini bisa tinggal diluar tanpa modal dari dua mas-masnya. Sebenarnya ia lelah seperti ini terus, kerja itu mengcapek bin melelahkan, biar mas-masnya saja, karna dirinya takkan kuat. siapa lagi duo masnya kalau bukan mas awan dan mas Raka nya seorang.

Ia melihat isi dompetnya yang tinggal 10 ribu rupiah saja. Hiks mana cukup buat makan seharian ini. Sementara gajian yang diterimanya secara mingguan belum waktunya ia terima. Kemarin baru aja ia bayarkan kos semuanya.

Tiba-tiba dia ingin makan bakso depan kampus dengan porsi sambal yang banyak. Tapi uangnya mana cukup ya tuhan... Minta beliin Mayang, sahabatnya itu sudah sering ia repotkan.

Jingga melihat kolom chat Raka yang ia blokir. Andai saja tiba-tiba dia mengiriminya uang jajan. Nggak mungkin juga dia minta mas Awan, dia malah mengomelinya habis-habisan. Yang nggak mungkin ngomelin dia dan ngebucinin dia cuma satu, yaitu Raka. Rasanya berat kalau mau dilepaskan makhluk tuhan paling langka itu. Termasuk author... hehehe

Jingga ke kampus sedikit siang karna mata kuliah masih jam 10. Melewati gerobak bakso langganannya, ia menelan ludah. Entah kenapa bayang-bayang bakso dari kemarin membuatnya tak bisa tidur. Ah beli sajalah, bayarnya dipikir nanti.

-------------------***************----------------------

Raka sedang berjibaku dengan kertas, buku dan laptop saat seoran dosen paruh baya mendatangi meja kerjanya.

"Pak Raka..."

"Ya Bu Bekti..."

"Ada tukang bakso didepan akademik, katanya pak Raka sedang memesan satu gerobak untuk mahasiswa dan dosen. Dalam acara apa ya pak?" Raka mengerutkan dahi.

"Saya nggak pesan apa-apa Bu..."

"Loh, wong di depan sudah ramai di serbu anak-anak. Kita yang di akademik juga kebagian kok. Nih kita sedang makan" Raka beranjak dari tempat duduknya lalu memeriksa keadaan diluar.

Astaga... Diluar sudah seperti kantin pasar malam yang pindah kesini. Ia menghampiri tukang baksonya.

"Pak... Siapa yang pesan"

"Kata Mbaknya tadi, penanggung jawabnya pak Raka... Mau beli satu gerobak pak.."

Mbaknya?

Raka menghela nafas. Kalau sudah masalah PJ-PJ an begini, dia hafal betul siapa dalangnya. Siapa lagi yang berani menguras semua isi dompetnya dan memeras dirinya setelah membuatnya patah hati. Segitukah hukuman yang harus ia terima agar istrinya itu memafkannya?? Raka tersenyum, lalu memberikan beberapa lembar uangnya untuk membayar hukumannya.

---------------------**************----------------------

Hah.. jingga seakan tak berani ke kampus lagi setelah aksi memborong bakso dengan Raka sebagai PJ nya beberapa hari lalu. Biar, biar saja, harusnya Raka memang mendapatkan hukuman yang lebih berat dari sekedar PJ nya. Harusnya ia memasukkan berkas ke pengadilan, harusnya!! Tapi semua berkas penting termasuk buku nikah ada di rumah Raka, jadi ia tidak bisa melakukannya. Hallah, bilang aja masih sayang. Bilang aja masih berat pisah sama Raka, termasu author... Hiks.

Jingga melihat jam, masih pukul 10. Kenapa sudah lapar lagi. Ia heran akhir-akhir ini yang selalu lapar di jam yang tak tentu. Kemarin pagi ia sudah menandaskan seporsi nasi pecel, 3 jam kemudian ia ingin membeli nasi campur. Herannya begitu jam makan siang tiba, ia juga masih membeli makan. Saat malam tiba pun, disaat semua teman kosannya tidur, ia sedang menahan lapar membayangkan nasi bebek di alun-alun Nganjuk yang pernah ia singgahi bersama Raka.

Siang ini, Ia melihat ada tukang batagor keliling lewat. Salivanya mengucur tiba-tiba namun ia Teguk cepat-cepat tak ingin membayangkannya terlalu lama. Sebenarnya Pingin beli satu piring tapi nanggung. Ia lagi pingin nraktir teman-temannya yang merupakan kebiasaanya. Sudah lama dia nggak nraktir gara-gara aksi minggatnya.

GRAMMAR IN LOVE (GAGAL MOVE ON) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang