37. Dia bersama Luna?

232 19 0
                                    

Happy Reading 💚

Semenjak hari itu hubungan Angga dan Rania semakin erat. Angga yang semakin romantis begitu juga Rania yang sudah mulai terbiasa.

Mereka melaksanakan hubungan sah pernikahan semana mestinya. Rania akan berusaha menjadi lebih baik lagi, dan akan mengurangi sikap kekanak-kanakan yang sering muncul dari dirinya.

Dan Angga di beratkan dengan tugas sebagai CEO diperusahaan papanya. Itu yang membuatnya sulit membagi waktu, walaupun begitu dia akan berusaha sebisa mungkin pulang sore karena mengingat ada istri juga dirumah.

Rania dan Angga sedang sarapan dengan roti dan susu yang ada, karena mereka telat bangun dan Rania tak sempat memasak.

Setelah selesai Rania mengantar Angga kedepan pintu rumah, dan ya mereka sudah tidak tinggal di kontrakan lagi. Angga memutuskan untuk pindah ke rumah yang selama ini di nantikan Rania.

"Yaudah mas pergi dulu ya, nanti kamu berangkat kuliahnya hati-hati." ucap Angga lembut dan diberi anggukan Rania.

Angga mengecup kening Rania dan Rania menyalim tangan Angga. "Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Setelahnya Rania kembali masuk kedalam rumah beberes, untuk jadwal kuliahnya hari ini siang jadi dia bisa menyiapkan bekal untuk makan siang Angga.

Dan mengenai perasaan Rania tak mau ambil pusing itu. Angga tak pernah mengatakan bahwa dia mencintai Rania. Cinta bisa dirasakan dan tidak harus diucapkan. Itulah keyakinan Rania agar dia tidak kecewa.

Sebenarnya Rania sangat berharap kata-kata cinta kamu itu keluar dari mulut Angga untuk Rania. Tapi Rania akan berusaha untuk menjadi istri yang baik, pasti lambat laun Angga akan cinta padanya.

Angga yang sudah sampai di kantor melihat karyawannya yang sudah hadir lebih awal sangat senang. Ia sesekali menyapa dengan senyuman pada mereka, walaupun suaranya sangat mahal.

"Assalamualaikum Pak Angga, tamu dari perusahaan Raditya sudah datang. Apa langsung disuruh masuk aja pak?" tanya sekretaris Angga.

"Iya Bim, suruh masuk aja. Sekalian siapkan minum juga biar ngobrolnya lebih rileks.

Bim yang diketahui sebagai sekertarisnya itu mengangguk dan keluar.

Dan tak lama setelah kepergian Bima, tamu yang ditunggu masuk dengan tanpa aba-aba membuat Angga yang tadi fokus langsung teralih.

"Kaget ya? Maaf." ucap tamu itu.

"Luna? Jadi kamu dari perusahaan Raditya?"

Luna mengangguk dan tersenyum. "Iya, itu perusahaan papa aku. Aku sebenarnya terpaksa gantiin Abang aku yang lagi nanganin perusahaan di Singapura yang lagi krisis, makanya gak bisa hadir. Tapi karena aku tau ini perusahaan kamu, yaudah deh aku ACC aja." ucapnya dengan wajah senang.

"Memangnya kamu paham? Kamu kan jurusan kedokteran." tutur Angga jujur.

" Paham dikit-dikit, lagian juga cuman perwakilan aja. Yang ngurus Abang aku disana, aku cuman utusan."

Angga mengangguk paham. "Oke, aku ambil map hasil rapat semalam dulu."

"Eh ga gak usah."

Angga menyerngit bingung. "Kenapa?"

"Santai aja kali ga, ngobrol2 aja dulu. Lagian udah lama kan gak jumpa."

Angga yang melihat gelagat Luna, ia mulai merasa tidak nyaman. "Gak baik lun kita cuman berdua disini. Kalau bisa langsung bahas pekerjaan."

"Ck, yaudah kalau gitu kita ngobrol diluar aja biar gak berdua. Gak ada alasan lagi kan?"

"Tapi lun—"

KETIKA TAKDIR MENOLAK PERGI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang