41. Emosi yang berlebihan

182 21 0
                                    

Happy Reading 💚

Mereka semua panik saat Bila kembali kritis, alat-alat itu kembali terpasang ditubuh mungilnya.

Keluarga Bila juga sudah datang dan berkumpul. Tidak dengan keluarga Alan yang berhubung ada di Jakarta.

Melihat jam sudah malam sepertinya Rania tidak menunggu lama lagi di sini. Sebaiknya ia pulang.

Ia melihat Alan yang terduduk lesu dengan rambut yang sudah berantakan. Jas dan dasi yang sudah terbuka, namun menyisakan kemeja dengan digulung hingga siku.

"May, aku pulang ya." ucap Rania pelan pada Maya disampingnya.

"Makasih ya Ni udah temenin, maaf kamu jadi pulang malam." ucap Maya dengan raut Sendu.

Rania mengangguk tersenyum. "Yaudah aku pulang sekarang ya,"

"Mau pamit sama keluarga?" pertanyaan itu membuat Rania menoleh ke arah yang lain.

Ia menggeleng. " Gak usah deh, sampein aja salamnya nanti."

Maya mengangguk, "yaudah yuk aku antar ke depan." Mereka melangkahkan kaki ingin meninggalkan tempat, namun tanpa sengaja Alan melihat hal tersebut.

Ia ingin memanggil tapi mengingat di sini juga ada keluarga. Ia berjalan mengikuti mereka agar sedikit jauh dari keluarga.

"Rania,"

Panggilan itu membuat mereka berdua kembali menoleh.

"Mau pulang?" Rania mengangguk.

"Naik apa?"

Pertanyaan itu membuat Rania dan Maya saling pandang. "Taxi."

"Maya jugak?"

Maya menggeleng. "Enggak bang, cuman ngantar Rania Sampek depan aja."

Alan mengangguk. "Yaudah, hati-hati di jalan." ucap Alan.

Rania mengangguk, "Assalamualaikum." ucapnya pergi di susul Maya di sampingnya.

Setiba di rumah Rania melihat mobil Angga sudah terparkir, berarti orang itu sudah pulang. Ia mencoba menangkis pikiran buruk yang tadi siang mengganggu pikirannya.

Ia harus percaya pada suaminya, mungkin ada alasan lain hingga Angga tidak jujur, dia terus meyakinkan dirinya dan mencoba tersenyum.

"Dari mana aja kamu?"

Dua langkah kaki Rania memasuki rumah seketika terhenti saat mendengar suara dingin itu. Rania kembali melanjutkan langkahnya dengan berusaha tersenyum.

"Jengukin teman sakit Mas. Mas udah makan?" tanya Rania sembari meletakkan tasnya di sofa dan ia membuka kaos kakinya.

"Yakin jengukin temen?"

Rania mengangguk dan tersenyum.

"Lalu siapa orang yang di kantor perusahaan Alexander tadi siang? Apa itu kembaran kamu?" tanya Angga dengan wajah dingin.

Rania terdiam sejenak. Angga tau darimana dia tadi siang ke sana? Apa Angga melihatnya? Namun kenapa tidak menghampirinya?

Rania tersenyum menghembuskan nafas dalam. "Dia suaminya temen aku yang lagi sakit ini."

Angga terkekeh mendengar hal itu. "Oo jadi kamu mau jadi pelakor ya?"

Perkataan itu membuat Rania sangat terkejut. Ia menatap suaminya lekat dan perih di ulu hati. Bagaimana bisa Angga mengatakan hal tersebut.

"Maksud mas apa ngomong seperti itu?" tanya Rania yang sedikit meninggi.

" Istrinya lagi sakit, suaminya bisa-bisanya main di belakang sama istri orang. Dan kamu apa gak malu ngelakuin itu?" tanya Angga dengan ekspresi tersenyum kecut.

KETIKA TAKDIR MENOLAK PERGI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang