Hari berjalan, tak terasa sudah mendekati acara H makrab untuk mahasiswa baru yang diadakan di daerah Bogor. Setiap hari kegiatan Calandra semakin bertambah. Selain rapat akbar panita juga ia harus menghadiri rapat perdivisi. Belum tugas kuliah yang masih terbengkalai minta dituntaskan.
Sebenarnya Calandra kewalahan, tapi ia menikmatinya dan percaya semua ada masanya untuk selesai. Seperti patah hatinya. Belum lagi kabar dadakan yang disampaikan oleh Rara meminta Calandra untuk menjadi moderator di sebuah acara jurusannya.
Awalnya, Zahra yang diminta untuk menjadi moderator dalam acara pemilihan karya tulis, sebab ia adalah anggota resmi himpunan jurusan, tetapi mendadak juga Zahra ada keperluan yang lebih penting. Sebab anggota dalam acara ini minim sekali, sehingga Rara meminta Calandra untuk menggantikan Zahra sebagai moderator.
“Minggu depan banget?!”
Gadis itu terbelalak saat Rara menyampaikan hal ini melalui pesan WhatsApp. Pikirannya menerobos relung waktu. Memikirkan tugas kuliahnya, belum lagi rapat panitia dan rapat divisi. Calandra ngajukan pertanyaan lagi untuk lebih detail acaranya dan juga teknisnya. Rara menjelaskan secara detail dan membuat Calandra mengerti. Di kamarnya, gadis itu diam sebentar.
Akankah terjadi bentrok?
Calandra menarik diri ke dalam ceritanya lagi. Mengingat Arjun adalah mahasiswa aktif yang memiliki segudang presetasi. Arjun adalah patah hati terberatnya, tapi Arjun juga lah salah satu alasan Calandra bisa keluar dari zona nyaman dan mau mencoba hal baru. Calandra juga ingin berkembang, supaya Arjun melihat itu, bahwa Calandra juga keren.
That’s the point. Calandra mengiyakan.
“Oke, gue terima.”
Tiba waktunya Calandra menerima tawaran Rara menjadi moderator di jurusannya. Gadis itu sudah datang dari pagi-pagi sekali dengan menggunakan dresscode baju batik seperti yang telah ditentukan, sesuai arahan dari OC. Walau hatinya sedang dagdigdug dan badannya seperti gemetar, padahal Calandra sudah sarapan pagi tadi.
Seusai briefing dan berdoa bersama, acara dibuka oleh MC dan dilanjutkan dengan sambutan-sambutan oleh penyelenggara. Acara ini diadakan di aula kampusnya, dihadiri oleh kaprodi dan ketua himpunan. Calandra menghela napas. Dirinya siapa bisa tiba-tiba berdiri di sini. Walau begitu, ia sudah diberi kepercayaan di sini yang berarti Calandra diberi amanah dan dipercaya bisa. Tiba lah waktunya Calandra mengambil alih tugas MC.
“Terima kasih kepada MC. Selamat pagi semuanya, saya Cayapata Calandra Petra sebagai moderator.”
Deg!
Rasanya patah hati yang dialami Calandra perlahan mulai sembuh. Calandra seperti lupa tentang sakit hati dan kecewanya kemarin dan kini hanya berfokus kepada jalannya acara. Usaha yang ia lakukan agar menjadi lupa adalah dengan hanya berfokus untuk membuat bagaimana acaranya berjalan dengan lancar dan dirinya harus menjadi yang terbaik dalam menjalankan amanah ini. Tentu, membutuhkan energi dan pikiran yang harus fokus dan siap. Calandra siap, sebab ia ingin semuanya sembuh.
Gadis itu melanjutkan speech-nya dengan percaya diri di hadapan para penonton yang hadir. Walau rasa hatinya sedang takut dan cemas. Takut terjadi kesalahan fatal atau kelalaian yang berasal dari dirinya. Rara yang bertugas sebagai dokumentasi acara ini sudah mempercayakan Calandra dari dahulu bahwa dirinya mampu. Gadis itu sedang mengambil gambar wajah Calandra sambil tersenyum. Calandra memang tidak pernah gagal dalam membantunya.
Seluruh rangkaian acara telah selesai, setelah sesi berfoto para panitia dibubarkan. Gadis itu menghela napas panjang dan tersenyum tipis. Seperti ada sebuah globe besar yang terikat di badannya kemudian lepas. Lega. Calandra juga tersenyum sebab hari ini ia sangat bersyukur bisa menjalankan hari tanpa tangis, cemas, marah dan kecewa. Satu hal yang gadis itu pahami mulai hari ini adalah dengan menyibukkan diri adalah upayanya lari dari patah hati.
“Cal,” panggil Rara dari belakang Calandra. Gadis itu menoleh terkejut.
“Thanks, ya. Lo emang nggak pernak gagal dari dulu,” kata Rara memandangi Calandra penuh kebanggaan.
“Ra, gue yang makasih banget. This is a new thing buat gue, and at least gue nggak sedih mulu sih karena gabut di rumah. Hahaha.”
Alibinya. Padahal supaya tidak terdistraksi patah hati yang berkelanjutan. Rara ikut tertawa, sebab tahu bahwa gadis itu memang tak punya kegiatan selain kuliah, tidak seperti Rara yang sibuk di himpunan jurusan. Setelah berpamitan, Calandra tidak langsung pulang ke rumah karena akan ada rapat panita mengingat sudah dua minggu lagi menuju acara. Gadis itu tiba-tiba saja teringat ucapan Galih saat di parkiran kampus minggu lalu.
“If there’s something to tell, just tell me.”
Should I tell him about this shit?
Should I tell him about my secret?
KAMU SEDANG MEMBACA
Stages of Grief
Storie breviKedatangan Arjun di kehidupan Calandra, kiranya akan menjadi penawar luka hatinya. Namun, Calandra salah. Kedatangan Arjun malah memperparah luka hatinya. Lebam, robek, patah, rapuh dan berdarah-darah. Patah berkali-kali, melalui hari-hari berat dan...