23• ingatan yang masih menetap

49 20 2
                                    

Siang ini, Axel bersama Roy datang ke kantor polisi sebagai saksi bicara terkait kasus Elang yang bunuh diri sekaligus menewaskan 4-5 orang menggunakan miras yang di campur sianida.

Axel yang kebagian pertama untuk tanya jawab, segera masuk ke ruang interogasi.

"Jadi, kamu yang namanya Axel Laksamana Diputra?" Axel mengangguk tegas.

"Sebelumnya kamu kenal dengan saudari Naya Adena?" Axel kembali mengangguk.

"Tapi sepertinya bapak sudah tahu kondisi terkini teman saya, Arkan bilang, pihak rumah sudah memberikan surat diagnosa." polisi tersebut mengangguk.

"Betul, sebagai gantinya, saya terpaksa menghubungi kamu yang datang jauh-jauh dari Berlin. Di karenakan kondisi temanmu itu tidak memungkinkan untuk di interogasi, maka opsi lainnya adalah kamu dan temanmu yang bernama Roy." Axel menegakkan duduknya, lalu dia memandangi polisi di hadapannya.

"Jadi, seberapa dekat kamu mengenal Elang?"

"Maaf pak, kami gak pernah dekat," koreksinya.

"Sejauh ini saya kenal Elang, karena dulu dia temen SMP saya dan juga Naya. Anaknya emang gitu, rada gak jelas dan suka banget nyakitin orang. Dulu waktu SMP, dia itu terkenal jadi tukang bully, sampe-sampe dia di keluarin dari sekolah." Axel menghela napas.

"Lanjutannya, ternyata saya dan Elang di SMA yang sama. Sementara Naya pisah. Jadi bisa di bilang, saya yang lebih tau busuknya Elang kayak apa," jelasnya.

"Busuk?"

"Iya, Elang itu busuk. Di depan guru dia pinter cari muka, tapi di belakang, dia bringas kayak harimau yang kelaparan."

"Bisa kamu ceritakan, bringas seperti apa yang kamu maksud?"

"Titik terparahnya, ya di bangku SMA ini. Dia makin gak karuan. Padahal kalo di sekolah, dia di cap anak baik-baik dan teladan. Tapi di belakang layar, dia udah kayak orang kesetanan. Dia hobi tawuran, hobi balapan, hobi ngobat juga sama genknya. Dan parahnya lagi, dia gak bakal segan ngehajar temen sekolahnya yang gak sengaja mergokin dia di belakang. Namanya Dani, dia sampe masuk UGD karena di hajar Elang dan teman-temannya. Semenjak hari itu, Dani mutusin untuk pindah sekolah," Jelas Axel panjang lebar.

"Ah iya, baru-baru ini si Elang itu berulah lagi. Dia nyebarin video Naya ganti baju ke akun YouTube nya." Polisi tersebut menatap tajam Axel.

"Lalu apa yang terjadi?"

Axel menarik napas. "Untungnya, video itu udah di hapus sama rekan mama nya Arkan. Saya pun ikut bantu buat hapus semua jejak digital yang tersisa."

Sembari mengetik, polisi tersebut terus bertanya-tanya mengenai Elang.

"Tapi, apa kamu tahu kalau Elang ketahuan membunuh ke lima temannya?" Axel mengangguk.

"Saya gak heran sih pak, orang dia juga pernah mau bunuh saya waktu balapan. Naya juga salah satu korbannya, motor kita di sabotase biar dia menang di balapan."

"Naya kan anak perempuan, kok dia ikut balapan?"

Axel memainkan lidahnya lalu melipat tangannya di atas meja. "Bapak udah periksa latar belakang, Naya? Dia anak yatim piatu. Orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Makanya dia kerja apapun untuk dapat uang, terkecuali jual diri."

"Tapi menurut saya, kematian Elang ini masih belum cukup untuk menebus semua kesalahannya sih, Pak. Dia emang laki-laki pengecut yang lari dari hukuman setelah ngelakuin banyak dosa. Harusnya polisi di TKP langsung tembak kepala Elang saat dia menodongkan pistol ke Naya. Habis itu tembak kepalanya sampai pecah, menurut saya itu baru lumayan adil," katanya final.

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang