Saat ini mereka duduk saling berhadapan. Dira tak berani menatap Abi pasca kejadian beberapa menit yang lalu. Dira masih malu, bahkan wajahnya memerah saat teringat ia telanjang di depan Abi. Meski itu sah-sah saja dikarenakan Abi adalah suaminya. Tapi 'kan tetap saja Dira merasa malu.
"Kamu gak keberatan 'kan kalau kita satu kamar?" Sekian diamnya mereka, Abi akhirnya membuka suaranya.
Dira langsung mendongak. "Sekamar, Mas?" tanyanya dan diangguki Abi.
Apa gak terlalu cepat? Pikir Dira.
"Bagaimanapun juga, kita suami istri, Dira. Apa kamu berharap kita pisah kamar?" Abi memicingkan matanya membuat Dira gelagapan.
"Bu-bukan segitu, Mas." Dira menggelengkan kepalanya. "Cuma–" Dira menjeda ucapannya, menggigit bibirnya antara ragu untuk mengatakannya.
"Cuma apa?"
"Apa ini gak terlalu cepat, Mas?" cicit Dira tidak menatap Abi. Matanya melihat ke sembarang arah.
"Kalau bukan sekarang, memangnya mau kapan? Bukankah lebih baik sekarang pendekatannya?" tanya Abi terus menatap Dira.
Ya kapan-kapan, ingin sekali Dira bilang begitu. Tapi Abi suaminya, nanti Dira berdosa.
"Iya, Mas." Akhirnya Dira pasrah.
"Untuk pernikahan kita agar sah di mata negara, saya akan mengurusnya." Abi memberitahu pada Dira. Supaya Dira tak lagi mengatakan hal talak seperti tadi siang.
"Iya, Mas," sahut Dira sama seperti tadi.
"Karena kamu istri saya dan saya yang akan menafkahi kamu, kamu bisa resign di kantor tempat kamu bekerja."
"Iya— APA?! Gak bisa gitu dong, Mas," pekik Dira tanpa sadar.
"Kenapa gak bisa?" Abi menaikan satu alisnya, membuat Dira gagal fokus.
"Sayang banget kalau aku resign," lirih Dira, saat menyadari ia mengagumi ketampanan Abi terang-terangan.
"Kerja kamu 'kan di luar kota, sedangkan saya di kota ini. Apa kamu berpikir kita LDR?"
Apa begini kalau jadi istri? Menuruti perintah suami. Batin Dira lesu.
Abi melihat wajah lesu Dira, menghela napas pelan.
"Bukannya Mas melarang kamu bekerja, Dira. Mas sama sekali gak melarang. Hanya saja, Mas gak bisa kalau istri Mas bekerja di luar kota sedangkan saya di sini. Menjalani LDR, Mas gak bisa. Mas harap kamu ngerti," ujar Abi lembut menggetarkan hati Dira.Ealah, Dira, gini aja kamu mudah luluh.
Pada akhirnya Dira mengangguk, menuruti keinginan suaminya.
Dira deg-deg'an ketika ia satu ranjang dengan Abi. Dira tak bisa tidur, apalagi merasakan Abi ada di sampingnya.
"Kamu gak bisa tidur?" tanya Abi seraya memiringkan tubuhnya. Ternyata Abi juga belum tidur.
"Bisa kok, cuma belum ngantuk, Mas," elak Dira. Padahal mah, ia tak bisa tidur karena ada Abi. Coba Abi tak ada di sini, Dira yakin dari tadi sudah masuk ke alam mimpi dan bertamasya.
Tak mendengar suara Abi, Dira berpikir suaminya tidur. Dengan berani ia memiringkan kepalanya ke arah Abi. Dan betapa terkejutnya Dira saat Abi masih membuka mata seraya mengamatinya.
"Ke-kenapa, Mas?"
"Gak kenapa-kenapa."
"Oh gitu," gumam Dira kembali mengubah posisi kepalanya. Dira berdo'a agar ia segera tidur. Sayangnya matanya tak kunjung terpejam, malah semakin terbuka lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡 𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐈𝐩𝐚𝐫 (𝐄𝐍𝐃)
RomanceMenikah dengan Ipar bukan sesuatu yang pernah Dira pikirkan. Meski Dira mengakui bahwa ia mencintai pria bernama Abi, jauh sebelum Abi menikahi Sintia, Kakaknya. Mereka menikah atas permintaan terakhir kakaknya. Menikah yang sama-sama tak saling cin...