Tumpukan buku-buku tebal bertema kedokteran tertata rapi di atas mejaku, bersanding dengan berkas-berkas penting kelulusanku. Aroma lembaran kertas baru berisi nilai-nilaiku selama ini masih tercium. Aku menghela nafas lega, seakan baru saja berlari ribuan kilometer. Aku baru saja menyelesaikan tahap pertama untuk mewujudkan cita-citaku menjadi seorang dokter. Selesai sudah statusku sebagai mahasiswa kedokteran di kampus. Aku akan melanjutkan ketahapan berikutnya yaitu sebagai seorang dokter muda di Rumah Sakit, 4 bulan kemudian.
Walaupun masih jauh perjalananku meraih gelar dokter, Aku sangat bahagia setelah memberi kebanggaan untuk kedua orangtuaku, sahabat-sahabatku, dan Abang. Ah kenapa aku tidak bahagia menyebut nama suamiku sendiri? Orang terdekat yang seharusnya bertepuk tangan untukku, mengucapkan selamat dan memelukku dengan hangat atas pencapaianku. Tapi apa yang ia lakukan? Nothing! Satu kata menanyakan kabarku saja tidak.
Sepi. Aku merasa sepi di tengah keramaian, di tengah ucapan selamat yang hilir mudik muncul di semua media sosialku. Ya, sepi yang kembali kurasakan setelah sibuk fokus di kampus beberapa waktu ini. Rasa ini semakin menekanku karena aku sekarang tinggal di rumah mama papa. Terlebih handphoneku jarang berbunyi, terkadang kupikir apa handphoneku yang rusak karena tidak ada notifikasi sama sekali, sehingga aku sering me-restart dengan mematikan dan menyalakan kembali untuk meyakini handphoneku baik-baik saja.
Aku benar-benar tak mau menggangu suamiku sama sekali. Namun jika sudah 2-3 hari tidak adakabar, biasanya aku meneleponnya untuk sekedar menanyakan kabar. Kadang kubertanya, kapan abang bisa mengunjungiku di rumah mama papa, tapi jawabannya selalu sibuk dan sibuk. Tidak adakah kata lain selain sibuk? Keluhku dalam hati.
Abang kadang ke rumah saat sabtu atau mingu, tapi itu pun cuma sebentar saja, tidak pernah menginap karena abang akan balik lagi untuk bekerja. Ah. aku ini pacar atau istrinya abang sih.. masak seperti cowok yang ngapelin ceweknya. Aku sungguh tidak puas dengan cara abang memperlakukan diriku. Lama kelamaan aku terbiasa dengan kesibukan suamiku. Mungkin memang seperti ini risiko punya istri seorang abdi negara, siap jarang bertemu dan jarang berkomunikasi dengan suami karena tidak ada waktu libur sama sekali.
Hari ini aku kontrol ke dokter kandungan ditemani mama, karena aku tahu abang pasti sibuk. Aku bahagia karena kandunganku sehat, tapi ada satu hal yang membuatku sedih, yaitu beratku ternyata naik 15 kg. Sebenarnya tidak ada yang perlu disedihkan dengan kenaikan berat badanku, karena itu hal yang wajar dialami ibu hamil, tapi orang-orang tidak tahu beban apa yang kurasa selama ini. Aku sedikit khawatir karena usia kehamilan ku baru memasuki 4 bulan namun beratku sudah naik 15kg.
Aku berbaring di tempat tidur, menatap ke langit-langit kamarku. Gelisah kurasakan. Apa kata abang nanti jika tahu beratku naik sebegitu banyak? Semenjak tinggal di rumah mama papa, aku memang sering makan nasi, makanan yang menjadi musuhku sejak aku berpacaran dengan abang. Biasanya aku hanya makan nasi beberapa kali saja setahun. Abang sangat memperhatikan penampilanku.
Kadang aku berpikir, abang ini pacar atau pelatih kebugaranku? Bahkan ia lebih mirip satpam yang akan mengawasi penampilanku. Seakan menjadi gemuk adalah sebuah kejahatan. Ah, aku benar-benar takut bertemu dengan suamiku sekarang. Aku takut ia menjadi hilang feeling karena aku bertambah berat badan. Tiba-tiba terbersit di pikiranku apa mungkin abang sudah hilang feeling denganku ya? Sehingga ia jadi jarang banget mengunjungiku. Tiba-tiba aku teringat moment ketika aku masih tinggal di rumah dinas kami.
Hari itu seperti biasa aku menyiapkan makan malam untuk suamiku bersama bibi. Tak lama kemudian abang pulang.
"Hai sayang.." sapanya langsung duduk di meja makan sembari mengecup dahiku.
"Aku hari ini ujian praktikum, bang. Dan besok aku berangkat pagi ke kampusku," jelasku kepadanya sambil ambil makanan untuknya dan juga untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badai Pelangi
RomanceMentari adalah Mahasiswa kedokteran yang memutuskan untuk menikah muda dengan seorang abdi negara. Mentari tidak pernah menyangka bahwa pria yang dia cintai selama 2 tahun berpacaran ketika menikah menjadi berubah drastis. Perlahan terungkap sifat a...