Terimakasih sudah mampir dan semoga suka sama ceritanya.
~Selamat Membaca~
Setiap ketukan dari jemari kecil itu menciptakan sebuah alunan yang terdengar indah dan menenangkan. Sudut bibirnya tertarik ke atas, bibir pucat itu tersenyum menikmati permainannya pada alat musik yang biasa disebut piano.
Ketukannya perlahan memelan dan berhenti begitu saja. Senyumnya berubah getir. Dengan pelan tapi pasti dia mendorong kursi roda yang menjadi tempat duduknya ke arah kaca besar yang ada diruangan ini. Ruangan yang sepertinya adalah kamar sang gadis.
Sang gadis dengan wajah pucat itu memerhatikan dirinya didepan kaca. Senyum getir yang berubah miris memikirkan kehidupan yang dia alami selama hidupnya seakan tidak adil baginya.
"Kamu tidak akan pernah sembuh. Kamu juga tidak akan pernah merasakan kehidupan yang normal seperti yang lain."
Kiana Putri Mahardika, gadis berusia 18 tahun tengah bermonolog dengan pantulannya sendiri didepan kaca. Gadis yang sudah lumpuh sejak kecil dan mempunyai penyakit kanker yang sulit disembuhkan.
Gadis yang sangat mahir bermain piano dan suka membaca novel. Matanya menelisik setiap sudut ruangan kamarnya.
Kamar yang sudah menjadi saksi bisu tentang hidupnya yang menyedihkan. Pandangan mata Kiana jatuh pada poster girlgroup asal Korea yang beranggotakan 4 orang gadis cantik yang biasa dikenal dengan nama Blackpink.
Ada satu hal yang sangat dia ingin lakukan tapi, itu sesuatu yang mustahil baginya. Kiana sangat suka menonton girlgroup kesukaannya menari dan beryanyi. Hingga pada suatu hari muncul keinginan untuk bisa menari seperti girlgroup kesukaannya tersebut.
Tapi itu hanyalah sebuah keinginan yang tidak akan bisa terwujud sampai kapanpun. Bibir pucatnya bergetar dan airmata berkumpul dipelupuk matanya. Kiana menatap kedua kakinya miris, dia mengangkat tangannya dan memukul pelan tepat dilututnya.
Air matanya merembes keluar begitu saja. Semangatnya hilang entah kemana setelah mengetahui hidupnya tidak akan lama lagi. Harapan untuk sembuh dan ingin merasakan hidup normal seperti anak seusianya punah begitu saja.
"Kiana sayang! Waktunya untuk makan buah nak,"
Kiana langsung mengusap kedua pipinya dan menoleh pada bundanya yang selalu tersenyum hangat padanya. Belia Nahendra, ibu dari Kiana. Wanita yang masih terlihat muda itu menghampiri anaknya dengan membawa sebuah nampan yang berisi buah-buahan.
"Kiana! Kamu melepas infusmu lagi?!" Dengan sedikit nada marah, Belia menatap anaknya yang juga menatapnya dengan mata yang sembab.
Tatapan Belia berubah lembut dan berlutut didepan putrinya, "Kamu menangis? Apa ada yang sakit? Ada apa sayang? Kamu ingin sesuatu?" Pertanyaan beruntun diberikan pada sang putri.
Kiana menggeleng pelan, tersenyum tipis menatap sang bunda. "Aku tidak apa-apa bunda." Kiana membalas genggaman tangan bundanya pada tangan kurusnya.
"Kemana Sustermu? Dia harus memasang kembali infusnya. Suster Ida! Suster-"
"Bunda."
"Iya Sayang," Belia kembali metanap putrinya lembut.
"Bunda, Terimakasih sudah mau menyayangiku."
"Kamu adalah putriku sayang, tentu saja bunda akan selalu menyayangi putri bunda." Mata Belia mulai berkaca-kaca. Hidup putrinya tidak seberuntung yang lain. Dia selalu tidak tega melihat keadaan putrinya yang selalu menahan sakit karena penyakit kankernya. Jika bisa, dia siap menggantikan kesengsaraan anaknya agar putrinya ini bisa hidup normal seperti anak seusianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive || Claazora Transmigrasi (END)
Teen Fiction(LENGKAP) Kiana putri Mahardika, seorang gadis berusia 18 tahun yang lumpuh sejak kecil dan memiliki penyakit kanker yang sulit disembuhkan. Gadis yang sangat berbakat ketika memainkan alat musik piano, suka membaca novel dan memiliki keinginan unt...