10. Dari Bunda

1.8K 239 51
                                    

Lia terus menatap layar ponselnya yang menampilkan foto Erlangga yang dikirim Regan kemarin malam. Lia malam itu udah janji akan menemui Erlangga di kafe tapi, hal tersebut terpaksa diurungkan karena ada keluarga Bagas yang datang ke rumah Lia.

"El pasti marah sama gue," lirih Lia.

Ratu melangkah memasuki kamar Lia. Gadis dengan rambut sebahu itu menepuk bahu Lia. "Ngapain masih bengong? Udah siang nih, Lia."

"Ratu ... Ratu." Lia melirik Ratu. "Gue bingung." Gadis itu menundukkan kepalanya lesu.

"Bingung kenapa sih? Buruan mandi bege ini udah mau jam 7 nanti kita telat." Ratu mendorong Lia yang masih duduk di tepi ranjang.

"Hmmmm"

Bagas melahap roti bakar bikinan Kinan sampai habis. Cowok itu memang lebih suka makan roti bakar sebelum berangkat sekolah daripada makan nasi.

"Bang, nanti kamu kasih ini ke calon mantu Bunda! Terus pulang sekolah ajak ke sini." Kinan menutup kotak makanan warna pink dan biru.

"Bang Agas kenapa gak langsung nikah aja sama kakak cantik? Padahal kakak cantik itu baik——"

"Bocil diem aja," potong Bagas cepat.

Samuel mengeratkan kepalan tangannya. Bocah lelaki itu menatap nyalang Bagas yang sedang meneguk susu.

Brak!

Samuel menggebrak meja membuat orang-orang yang ada di sana terpelonjak kaget. Bukan kaget karena gebrakannya tapi, karena Samuel menangis histeris.

"BUNDA HUAAAAA BUNDA HUAAAAA ABANG AGAS JAHAT SAMA SAMUEL HUAAAAA." Samuel terus menangis histeris. "ABANG BILANG SAMUEL BOCIL HUAAA, NDA."

Bimo menatap nyalang Bagas. "Lain kali jangan bilang gitu sama adik kamu, Agas. Adik kamu itu, kan baperan banget orangnya Persis kaya Bunda kamu."

Mendengar kata 'Baperan' Samuel melototkan matanya. Bocah lima tahun itu mencubit paha Bimo sekuat tenaga. "AYAH SAMA AJA! SEMUA COWOK SAMA." Samuel memalingkan wajahnya malas.

"Kunci terbaik kalau sama Samuel gak usah ngomong kalau gak mau kena tekanan batin," ujar Raka.

"Ya udah kalau gak mau ngomong bye." Samuel pergi meninggalkan ruang makan entah ke mana.

****
"Tari!" panggil Lia.

"Eh Kak Lia, ada apa?" Lia mengeluarkan sesuatu dari rok seragamnya. "Tari nitip ini Kak."

"Ini apa?" Dahi Lia mengerut.

"Itu surat izin dari kak Dimas, Kak," balas Tari.

Deringan ponsel milik Lia mengalihkan atensi Keduanya. Bibir gadis itu terangkat mengulas senyuman tipis kala membaca nama seseorang yang menghubunginya.

"Selamat pagi cantiknya El, berangkat sekolah sama siapa? Maaf gak jemput soalnya kesiangan hihi."

"Selamat pagi juga gantengnya Lia. Lia berangkat sekolah sama Ratu. El enggak marah sama Lia?"

"Marah? Ngapain El marah sama Lia?"

"Maaf semalam Lia enggak ke kafe soalnya——"

"Iya udah gapapa ko. Sekarang El tutup dulu teleponnya, ya? Soalnya El telepon Lia cuma mau mastiin Lia udah ada di sekolah atau belum."

"Kak Lia ada apa?" tanya Tari.

"Enggak jadi Tar," balas Lia.

Lia dengan cepat berjalan menuju kelas XII IPS 3. Namun, saat mau masuk ada seseorang yang sengaja menyelonjorkan kakinya. Hal tersebut membuat Lia terjatuh. Bagas yang melihat itu tidak segan-segan langsung menampar pipi seorang gadis yang sengaja menyelonjorkan kakinya agar Lia tersandung.

A&B | Kita Belum Usai [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang