Bab 4

6 4 0
                                    

Orlin melirik jam tangan yang melingkar di tangannya sudah menunjukkan pukul 5 sore, dia pun mengajak Kanu untuk pulang.
"Udahan ya belajarnya, ayo pulang," ajak Orlin kemudian bangkit dari tempat duduknya.

Kanu masih fokus dengan secangkir kopi yang dia pegang, tanpa menatap Orlin. Padahal terlihat dari raut wajahnya gadis itu terlihat sangat lelah.

"Nanti dulu, sabar ya sebentar lagi," sahut Kanu santai.

Orlin menghela napas panjang. "Ya udah deh, gue tunggu."

Saat Orlin sedang mengedarkan pandangan ke meja pengunjung, tanpa sengaja netranya menangkap satu meja pengunjung yang di sana ada empat orang sedang berbincang. Gadis berambut panjang itu memperhatikan keempat orang perempuan cantik yang  memiliki postur tubuh ideal hingga beberapa detik.

Kok gue kayak kenal mereka ya, batin Orlin.

Dia Masih belum mengalihkan pandangan. Tapi tak lama kemudian, keempat gadis itu beranjak bangkit. Saat mereka sedang berjalan menuju pintu keluar, Orlin melihat dengan jelas wajah salah satu di antaranya. Ternyata dugaan Orlin benar, dia melihat teman semasa SMP yang sudah lama tidak bertemu karena beda sekolah. Mereka adalah Lingga, Aisyah, Bilkis, dan Adel.

Dengan langkah cepat Orlin pun berjalan untuk menghampiri mereka.
"Mau ke mana lo?" tanya Kanu yang menyadari jika Orlin beranjak pergi darinya.

"Mau ketemu temen sebentar."

Kanu pun hanya ber-oh ria.

"Hai, kalian tumben ke sini?" sapa Orlin tersenyum manis.

Lingga yang pertama menyadari keberadaan Orlin pun langsung tersenyum hangat. "Haha ... Iya. Kabar lo gimana?"

"Orlin ya ampun, udah lama banget nggak ketemu kita," ucap Bilkis, Aisyah, dan Adel secara bersamaan.

"Kalian makin cantik ya," puji Orlin jujur.

"Wajah lo juga dari dulu masih imut banget, Lin. Gemesin," kata Aisyah balik memuji.

"Makasih."

Sore itu semuanya terasa sangat menyenangkan. Mereka berlima mwnghabiskan waktu untuk mengobrol banyak hal dan melepas rindu. Mereka juga tak lupa berswafoto dan saling bertukar nomor telepon. Tidak ada yang berubah, semuanya masih memiliki sifat yang sama. Orlin juga merasa bersyukur bisa dipertemukan dengan mereka kembali.

"Nyaman banget ya tempat ini," ucap Lingga mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya, nyaman banget," balas Aisyah, bilkis, Adel kompak.

Orlin hanya tersenyum mendengar hal itu. Satu hal yang belum keempat temannya ketahui adalah kafe ini milik kakaknya. Wajar saja mereka tidak tahu karena kafe ini berdiri belum terlalu lama dan Orlin selalu menutup rapat privasi tentang keluarganya.

Saat keadaan sedang hening, tiba-tiba Kanu datang menghampiri Orlin karena dia ingin mengajaknya pulang. Dengan ekspresi santai dan percaya diri dia berkata pada Orlin, "Ayo pulang, tadi aja ngajak pulang."

Keempat teman Orlin semuanya menatap ke arah Kanu, lalu beberapa saat setelahnya mereka berbisik.
"Ya udah ayo," Orlin langsung mengiyakan karena memang mengingat waktu yang semakin sore.

"Ayo."

Orlin pun pamit pada teman-temannya sebelum bangkit dari tempat duduk dan berjalan ke arah parkiran. Sebelum menjalankan motornya Kanu mengajak Orlin mengobrol lebih dulu.

"Lin, lo tau nggak? Tadi pas kita lagi di dalem gue tau temen-temen lo ngeliatin gue kayak heran gitu," ucap Kanu serius.

"Dih, pede banget," balas Orlin enteng.
"Serius. Makanya gue agak nggak nyaman."

Orlin tak berbicara lagi karena dia tahu Kanu memang selalu menjadi pusat perhatian banyak orang.

"Eh, ntar kita mampir ya ke supermarket beli apel, stok apel di rumah udah abis," pinta Orlin dengan nada memohon.

"Apel terus," ledek Kanu menatap gadis itu datar.

"Lo nggak inget? Waktu malem-malem lo bilang kalau mau beliin gue apel tapi mana!" Orlin menagih janji Kanu dengan nada kesal.

Kanu menarik napasnya dalam-dalam lalu membuangnya kasar dan mengumpat pelan. Dia pikir Orlin sudah lupa tentang ucapannya pada malem itu tapi ternyata masih ingat. Tapi Kanu takjub juga dengan Orlin karena daya ingatannya cukup kuat.
"Gue pikir lo udah lupa," sahut Kanu enteng.

"Mana mungkin gue bisa lupa, apalagi tentang buah kesukaan gue."

Kanu segera menjalankan motornya dengan kecepatan normal hingga akhirnya tiba di depan supermarket yang jaraknya tidak jauh dari kafe.

***

Malam harinya setelah Orlin pulang dari supermarket bersama Kanu, dia langsung masuk ke dalam kamar dan menaruh apel yang sudah dia beli di atas meja kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya di kasur sambil bermain ponsel.

Yup, seperti tidak mempunyai beban, padahal dia ingat kalau ada tugas Pak Herly yang belum dia kerjakan, tapi kali ini dia justru memilih untuk membiarkan tugas itu, meskipun Pak Herly terkenal sebagai guru killer. Tapi tiba-tiba saja dia merasa kesepian karena adiknya tidak ada di rumah. Padahal biasanya jika Orlin merasa lelah satu-satunya penghibur hanya Zaura.

Dia berjalan ke arah balkon rumahnya, tapi tetap saja dia bosan karena sejauh mata memandang yang dia lihat hanya itu-itu saja.



Latte Art Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang