Bab 5

4 3 0
                                    

Orlin kembali masuk ke kamar, tapi matanya masih tetap terjaga sampai larut malam, sepertinya malam ini dia memutuskan untuk begadang sambil mengerjakan tugas. Pikirannya seketika berubah. Meskipun sebenarnya energinya sedikit terkuras tapi dia tetap berniat menyelesaikan tugasnya. Dia selalu ingat pesan Kanu jangan pernah menunda untuk mengerjakan hal apa pun.

Orlin mengembuskan napas lega karena sudah berhasil melawan rasa malasnya. Sekarang saatnya dia mengistirahatkan tubuhnya, meskipun hanya sebentar.

***

Pagi harinya seperti biasa, Suasana rumah Orlin selalu riuh, karena Zaura sedang menganggunya. Entah apa yang yang ada dipikiran Zaura saat itu, dia sangat manja kepada Orlin, seolah melarang dia untuk berangkat sekolah. Orlin mencoba menenangkannya dalam waktu yang cukup lama. Setelah beberapa menit akhirnya Ravena datang untuk mengalihkan perhatian Zaura dari Orlin.

Orlin kadang merasa heran kenapa keluarganya tidak bisa diandalkan. Apa jangan-jangan Zaura tidak menganggap punya keluarga selain Orlin. Entahlah.
Karena tidak mau melewatkan kesempatan dengan cepat Orlin mengambil tasnya dan langsung berangkat sekolah tanpa sarapan dahulu.

Gadis itu berjalan setengah berlari menuju garasi rumahnya lalu menjalankan motornya dengan kebut. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit akhirnya sampai juga di sekolah. Orlin masuk ke dalam kelas sudah disambut oleh Kanu, Abay, dan juga Chiquita.

"Kebiasaan berangkat sekolah siang banget pasti gara-gara Zaura, nih," ketus Kanu yang sudah paham dengan kehidupan sahabatnya itu..

"Diam. Lo nggak liat gue agak ngos-ngosan begini," kesal Orlin. "Bukannya dikasih air minum malah diledek."

Kanu justru tertawa, dia seperti bahagia sekali melihat raut wajah sahabatnya itu saat sedang ngambek.

Abay dan Chiquita yang ikut merasa greget melihat sahabatnya itu pun memutuskan untuk membelikan air minum untuk Orlin di kantin.

"Gue beliin air minum ya, Lin," ucap Chiquita memberi perhatian.

"Boleh."

Chiquita ke kantin mengajak Abay, karena dia ingin mengantisipasi jika bertemu Theo dia tidak sendirian. Dan ternyata benar saja saat sudah sampai di kantin dia melihat Theo sedang nongkrong bersama teman-temannya. Sialnya mereka harus bertemu di satu tempat. Sebenernya kantin di sekolah mereka ada tiga pedagang, tapi hari hanya ada satu yang berjualan.

"Bay, lo yang beliin minum cepet! Gue males nih ntar ketemu kak Theo," suruh Chiquita berharap Abay mau menuruti permintaannya.

"Ogah. Kenapa kita gak beli berdua aja, sih," tolak Abay.

Menghela napas berat. Chiquita pun dengan terpaksa membeli minuman dingin tersebut dengan terburu-buru dan langsung membayar.

Namun, saat hendak berbalik badan tepat dibelakangnya sudah berdiri Theo. Dia menepuk ba pundak Chiquita pelan. "Ta," panggil Theo pelan.

"Ada apa, Kak?" sahut Chiquita seramah mungkin. 

"Ikut gue sebentar."

Kali ini Chiquita tidak bisa menghindar, lama-lama dia juga penasaran apa yang ingin Theo bicarakan dengannya.

"Bay, Lo ke kelas dulu ya. Gue mau  ngobrol sama kak Theo sebentar," pinta Chiquita lalu memberikan sebotol air minum pada Abay.

"Oke," balas Abay seadanya.

Theo dan Chiquita berjalan menuju taman belakang sekolah. Mereka duduk  di bangku panjang yang  tersedia di sana.

"Kenapa sih, kak?" tanya Chiquita dengan sedikit nada dinaikkan. "Kayaknya penting," lanjutnya.

Theo tersenyum, cowok berbadan ideal itu mengatur napasnya sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk berbicara.

"Lo inget Divo?" tanya Theo to the point.

Chiquita terdiam. Mendengar nama itu tubuhnya tiba-tiba merasa bergetar. Divo adalah mantan Chiquita saat masih kelas 10 yang pernah memutuskan hubungan dengan dia dengan alasannya menyukai cewek lain. Pengalaman sampah yang pernah Chiquita rasakan dan menjadi salah satu faktor utama Chiquita tidak ingin menjalin hubungan dengan cowok sampai sekarang, kecuali berteman biasa.

"Divo siapa ya?" tanya Chiquita datar.

" Divo Valerion."

"Nggak kenal."

Theo memperhatikan Chiquita, dia paham kalau sebenernya gadis itu hanya memberi alibi.

"Mantan lo."

Ekspresi Chiquita sekarang benar-benar berubah. Dia menatap Theo dengan sorot mata tajam. "Hmm."

"Dia pengen ketemu lo nanti siang, bisa?"

"Nggak mau gue."

"Dia mau minta maaf."

"Kenapa baru sekarang? Basi," tolak Chiquita penuh emosi. "Lagian kak Theo disuruh dia kok mau aja, sih. Padahal gue nggak ada urusan sama kakak loh."

"Dia sepupu gue. Apa salahnya bantuin sepupu sendiri?" sahut Theo membela diri.

"Oh nggak salah, Kak. Tapi lain kali kalau niat bantu sodaranya dipertimbangkan dulu penting atau enggak. Gue juga move on dari dia udah lama," ujar Chiquita kemudian berjalan menjauh dan memutuskan kembali ke kelas. Meninggalkan Theo yang masih berdiri di sana, dia sebenernya sadar sudah tidak sopan berbicara keras kepada kakak kelasnya, tapi dia tidak peduli. 

***

"Wih, makasih ya udah beliin gue minum baik banget deh," seru Orlin saat menerima botol minum dari Abay. "Tapi btw Chiquita kemana? Bukannya kalian tadi ke kantin berdua?" tanya Orlin bingung.










Latte Art Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang