Halo semuanya!
Selamat malam!
Well, udah lama aku nggak nulis cerpen. Terakhir kali kayaknya sih stupid girl, I love you. Cuma kalau terakhir di upload Our Memories. Semuanya bisa dicek di profil aku ya.
Seru sih bikin cerpen, karena langsung kelar ceritanya. Cuma nulisnya doang yang nggak kelar-kelar :(
Cerita ini aku tulis sejak 3 Februari lalu, dan baru kelar hari ini (14 Feb). Termasuk cepet nggak sih? Nggak ya? Yaudah maap wkwk
HAPPY READING!
AWAS TYPO!
oOoOoOoOo
Diusianya yang ke-25 tahun, Nicole Chance masih melajang. Dia belum ingin menikah tentu saja, paling tidak dia berharap sudah punya kekasih. Namun, punya kekasih hanya berupa angan yang terlalu tinggi baginya.
Selama ini, setiap dia dekat dengan seorang pria, Grandma dari pihak ibunya selalu mengacaukannya. Neneknya itu memberi ultimatum pada semua pria yang sempat dikencaninya, bahwa mereka akan tewas mengenaskan di hari ke-100 jika nekat berkencan dengan Nicole. Pria waras mana yang mau dengannya setelah mendengar itu?
Nicole tidak yakin ultimatum itu benar adanya, tapi dia juga tidak bisa membuktikan yang sebaliknya mengingat semua pria yang mendengar ucapan neneknya itu langsung mundur teratur dari hidupnya.
Sekarang adalah hari ulang tahunnya, bertepatan hari thanksgiving sehingga, mau tidak mau dia harus berkumpul bersama keluarga besar dari pihak ibunya. Neneknya, yang sudah berusia 65 tahun lebih itu masih tampak sehat bugar, lincah seperti remaja dan masih bisa mengacaukan kehidupan asmaranya.
Dari pihak ibunya, Nicole punya dua bibi dengan dua sepupu, semua perempuan. Ibunya adalah anak yang paling kecil, dan hanya memiliki Nicole sebagai putri. Entah takdir macam apa yang membuat keluarga mereka hanya melahirkan seorang anak dalam pernikahan dan perempuan.
Sementara dari pihak ayahnya, Nicole tidak kenal sama sekali. Dia bahkan tidak pernah bertemu sekalipun dengan ayah kandungnya, karena kedua orang tua nya telah bercerai saat dia masih terlalu kecil untuk mengingat. Sekarang ibunya telah menikah lagi namun tidak mempunyai anak dari suami barunya.
"Tidak membawa kekasih baru, Nic?" goda Shanin, salah satu sepupunya. Dia adalah anak dari bibinya yang tertua, sudah menikah dan punya seorang anak perempuan.
Nicole memutar bola matanya, malas menjawab. Beberapa bulan yang lalu, saat pernikahan Audrey, sepupunya yang kedua, dia membawa kekasihnya dan tentu saja mendapat ultimatum dari neneknya. Sejak itu, dia belum berkencan lagi dengan orang lain.
"Sedih melihatmu tidak membawa pasangan hari ini, Nic."
Adalah Elizabeth yang baru saja mengucapkan kalimat itu. Neneknya yang baru memasuki ruang makan itu tampil menarik dengan gaun sepanjang betisnya yang berwarna coklat khas musim gugur dengan motif abstrak. Rambutnya tersanggul rapi, dengan riasan yang tak kalah paripurna dari anak-anaknya.
"Yah, aku hanya berusaha menyelamatkan pria malang diluar sana yang mati ketakutan mendengar ancamanmu, grandma."
Elizabeth duduk di ujung meja makan, di atas kursi kejayaannya memimpin acara Thanksgiving ini. Meja makan ini panjang, berisi 14 belas orang, dan hanya tersisa Nicole satu-satunya perempuan yang masih lajang di sana. "Kau berulang tahun hari ini. Tepat 25 tahun," ujar Elizabeth.
Nicole mengangguk. "Apa ada pesta kejutan untukku?" tanya Nicole.
Lisa, ibunya yang duduk di sebelahnya menyenggol ringan kakinya di bawah meja. Memperingatkan agar tidak bertingkah menyebalkan.