[17] Symphony

10 1 0
                                    

Runitas yang dilakukan berulang. Semua hal yang terjadi secara cepat sampai kita pun tidak sempat untuk bisa memahami makna dan alasannya. Sebuah nada-nada acak kadang melengking juga lembut. Dimana hal-hal itu menyatu dan memekakan telinga dengan tanpa kita sadari bahwa itulah simfoni terindah yang mungkin dilantunkan oleh semesta

[06.00 PM]

"Bye, Kak Yoon" sapaku padanya ketika dia hendak pulang ke rumahnya.

"Ya, jangan begadang"

Ya, itu juga mimpi. Nyatanya, aku mimpi setelah makan di kantin saat itu. Bodohnya. Tapi, setidaknya aku dapat bertemu dengan dia dalam mimpiku yang saat ini pun masih tetap setia berada dalam alam mimpinya entah sedang apa di sana.

Aku pun memasuki ruang rawat Kak Seokjin dan bergegas ke kamar mandi setelah memastikan keadaan Kak Seokjin baik-baik saja. Sudah 4 bulan lamanya memang, syukur keadaannya semakin membaik.

Setelah merapikan diriku, aku pun duduk di sampingnya lagi. Menatapnya dan mendoakannya. Selalu berharap akan keajaiban itu datang.

Karena aku merasa bosan dan mulai merindukan seluruh candaannya padaku. Bahkan aku membuat kesepakatan jika Kak Seokjin bangun, aku akan memberikan seluruh jatah coklatku padanya. Jadi cepatlah bangun!

Aku mengambil gitarku yang memang sengaja kutinggalkan di sini. Kadang aku menyanyikan lagu-lagu yang dia suka seperti coldplay.

"Kak, aku mau nyanyi lagi. Jangan bosen, ya. Walau suaraku pas-pas an tapi nikmati aja, ya. Hahaha. Ini lagu baru, soalnya aku baru belajar"

Aku pun memulai memetik gitarku perlahan dan mulai mengeluarkan suara.

"Loving can hurt"

"Loving can hurt sometimes"

"But it's the only thing that I know"

Memindahkan jemariku dari nada yang satu ke nada yang lainnya agar setidaknya nadaku ini tidak seburuk suaraku.

"When it gets hard"

"You know it can get hard sometimes"

"It is the only thing makes us feel alive"

Sulit. Orang lain hanya melihat pada satu sisi saja tanpa mengetahui hal yang telah kita lewati hingga berakhir dengan kata 'adu nasib'.

"We keep this love in a photograph"

"We made these memories for ourselves"

"Where our eyes are never closing"

"Hearts are never broken"

"And time's forever frozen, still"

Sial, kenangan bersamanya kembali lagi. It's totally unfair. I miss you so much.

"So you can keep me"

"Inside the pocket of your ripped jeans"

"Holding me closer 'til our eyes meet"

"You won't ever be alone, wait for me to come home"

Aku pun memberhentikan nyanyianku karena tak kuat untuk menahan ini sendirian dan berakhir menangis lagi. Bahkan aku tidak tau bagaimana tangisan ini bisa berhenti hingga sebuah tangan menyentuh sisi rambutku dan mengelusnya pelan.

"Kenapa berhenti?"

Deg

Napasku seperti berhenti sejenak. Aku pun menggelengkan kepalaku. Aku takut akan kenyataan. Aku tidak ingin seperti sebelumnya, menyakitkan. Hingga tanganku pun diraihnya dan kurasakan kecupan pelan di tanganku. Membuatku dengan cepat menatapnya.

"Kak" Dia pun mengangguk. Aku pun berhambur memeluknya dan menangis sejadinya.

"Kak, ini beneran kan?" Dia hanya diam. Aku pun melepas pelukannya dan langsung menekan bel untuk memanggil dokter, suster atau apapun. Aku tidak ingin meninggalkannya seperti sebelumnya.

Dan benar, dia tetap di sini menatapku dalam seperti cara ku menatapnya. Aku menggegam tangannya yang lemah dan seperti ingin mengatakan sesuatu. Namun dokter datang hingga membuatku untuk menjauh sejenak.

Beberapa menit selama pemeriksaan dokter keluar dan memberitahuku jika Kak Seokjin dapat menjalani beberapa hari pemulihan hingga bisa dipulangkan.

Aku pun menyusupkan kepalaku perlahan dan tersenyum melihat dirinya yang sedang sibuk mengatur selang infusnya.

"Hai!" Pandangannya beralih padaku dan tersenyum.

"Sini biar aku yang betulkan" Aku pun merapikan selang infusnya hingga dia merasa nyaman.

"Nyaman?" Kak Seokjin pun mengangguk.

"Aku suka suaramu" Aku pun menatapnya sejenak dan tersenyum.

"Kamu baru dengar juga tadi. Kok udah bilang suka aja"

"Aku dengar banyak, hanya saja aku gabisa mengeluarkan kata sedikit pun" Aku pun diam dan menatapnya.

"Baiklah, seterusnya aku akan menyanyikan apapun yang kamu mau" ucapku dengan mengusap rambutnya pelan.

Kak Seokjin bergeser pelan hingga menyisakan sedikit ruang di sampingnya.

"Sini" Ucapnya dan menepuk tempat di sampingnya. Aku pun tersenyum dan menidurkan diriku di sampingnya. Lega sekali punggungku seperti lepas dari beban.

Kak Seokjin pun memelukku erat seperti tak ingin melepaskan diriku sedetik saja.

"Aku merindukanmu, Haneul-ah" ucapnya dengan mengecup pelan pucuk kepalaku.

"I miss you more, Kak" dengan semakin memendam wajahku di dada bidangnya.

"Bagaimana kuliahmu?"

"Baik, ya ampun, Kak. Bisa tidak jangan tanya itu"

"Hahaha. Aku hanya bertanya. Akademik mu itu penting, sayang" ucapnya dan mencubit pelan hidungku.

"Tapi bagiku semua hal itu akan berubah hitam kalau gada kamu, Kak" ucapku pelan

"Apa?" Aku pun semakin menutup wajahku di balik dadanya.

Kak Seokjin pun menjauhkan badanku sedikit darinya dan menatapku dalam.

"Apa yang terjadi hingga kamu manis banget kayak gini?" Aku pun seketika memutar bola mataku malas.

"Ish, bagus sekali. Meledekku terus. Sudahlah aku tidak ingin mengata—"

Kak Seokjin pun mencium bibirku pelan seperti yang pernah kurasakan sebelumnya. Rasa kerinduan yang lama sekali dan baru tersampaikan. Kak Seokjin pun beralih melumat bibirku secara perlahan hingga aku pun mengikuti irama yang dia ciptakan dan terhanyut di dalamnya.

"Aku menyukainya. Tetaplah manis seperti itu"

Aku yang mendengar itu hanya tersenyum kembali. Rindu dengan rasa yang timbul kala ini. Rasa seperti kembali hidup lagi dalam dunia paralel, dimana hanya ada aku dan Kak Seokjin di dalamnya.

"Aku mencintaimu, and always do" ucapku dan menciumnya dengan suasana yang sangat kuinginkan. Kuharap waktu dapat berhenti dan tetap seperti ini, selamanya.

"I love you more than the moon tells you"











cause I don't wanna lose you now.
the vacancy that sat in my heart is a space that now you hold.

FABULOUS📸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang