Seorang gadis lugu bernama Anika, tinggal disebuah keluarga Hadijaya. Ia terpaksa ikut tinggal disana karena keinginan kedua orang tuanya.
"Anika, makan dulu, nak." Gadis yang dipanggil Anika itu langsung berlari keluar kamar ketika namanya dipanggil.
"Iya, tante. Anika datang."
"Rasya, Rehan makan siang dulu nak!" Teriak Yunita.
"Mah, kenapa harus teriak-teriak sih, kan bisa mamah nyuruh si anak cupu itu manggil kita!" Ujar Rasya yang disahuti anggukan oleh Rehan.
"Anika sedang belajar, kasihan dia!" Bela Yunita seraya menata makanan.
Rasya dan Rehan berdecak sebal ketika ibunya selalu membela Anika, anak sahabatnya yang tinggal dirumahnya.
Setelah selesai, Anika membantu membereskan piring kotor dan mencucinya.
"Anika, biar tante saja!"
"Tidak apa-apa tante, biarkan Anika membantu tante."
Malam menjelang, Anika duduk sendiri dibalkon kamar lantai duanya dirumah keluarga Hadijaya. Keluarga hangat yang memiliki keharmonisan yang begitu luar biasa.
"Ayah, ibu. Maafkan aku, aku sudah berbohong kepada tante Yunita dan om Hadi. Aku berbohong bahwa kalian sedang liburan. Aku tidak bisa membuat mereka sedih dengan mengetahui kabar kalian. Maafkan aku!" Anika menangis mengingat saat pertama kali ia datang kerumah keluarga Hadijaya, berbekal foto mereka berempat dan alamat rumah yang dituliskan orang tuanya.
Flashback on
Anika sedang membantu membereskan barang lama ayah dan ibunya. Ia menemukan foto pernikahan mereka dan foto mereka berempat saat masih duduk dibangku sekolah menengah atas.
"Ayah ini foto ayah dan ibu yah?" Anika bertanya pada ayahnya Ridwan,
"Iya, ini ayah, ini ibu dan ini sahabat ayah dan ibu. Mereka ini sepasang kekasih sama seperti ayah dan ibu."
"Mereka pasangan serasi sama seperti ayah!" Anika tersenyum dan kembali menatap foto-foto mereka.
Sampai akhirnya, pesan demi pesan bermunculan didengar Anika. Kedua orangnya terus memberikan pesan kepada putrinya. Seolah itu adalah wasiat bagi dia.
"Anika, ini alamat sahabat ayah dan ibu. Kelak carilah mereka, katakan padanya kalau kamu adalah anak ayah dan ibu. Mereka pasti bahagia dan akan menerima kamu jika ibu pergi berbisnis."
"Kenapa kalian memberikan ini semua?" Anika merasa heran, seolah ini adalah mandat yang harus dijalankan.
"Ayah dan ibu ada bisnis diluar negeri. Maafkan ayah dan ibu tidak mengikut sertakan dirimu. Ayah janji akan membawa hadiah yang banyak untuk kamu jika pulang nanti!"
Anika sudah terbiasa dengan kepergian kedua orang tuanya. Ia tahu, orang tuanya bekerja keras untuk masa depannya.
Namun, sudah satu bulan berlalu kabar buruk malah didengar Anika. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat ketika akan kembali pulang ke Indonesia.
Saat itu, Anika begitu terpukul atas kehilangan kedua orang tuanya secara mendadak.
Setelah satu tahun berjuang melawan kesedihan, Anika memberanikan diri mendatangi alamat yang ditulis oleh ayahnya.
"Permisi!" Salam Anika
"Iya, mau cari siapa?"
"Maaf, apa benar ini rumah ibu Yunita Hadijaya?"