Pagi harinya Tami terbangun ketika matahari sudah menyelinap melalui celah jendela kamar Tama. Ia tersentak dan buru-buru bangun sebelum sang pemilik kamar menyadari kehadirannya. Sudah dapat Tami bayangkan bagaimana reaksi Tama jika mengetahui Tami berada di kamarnya semalaman, pria itu pasti akan mengamuk. Dengan gerakan perlahan Tami bangun dari posisi tidurnya dan tidak lupa sebelum keluar kamar, Tami menyentuh dahi Tama untuk mengecek apakah tubuh pria itu. "Sudah turun kayaknya demamnya," ucapnya pelan dan ia langsung keluar dari kamar pria itu. Sekeluarnya Tami dari kamar Tama, tiba-tiba seulas senyum tipis terbis di bibir pria itu.
Tami langsung menuju kamar mandi untuk sekedar cuci muka dan sikat gigi. Ia kemudian pergi ke dapur untuk memasak bubur untuk Tama dan makanan untuk dirinya sendiri. Setelah semuanya siap, ia pun bergegas menuju kamar Tama untuk memberikan bubur yang ia buat.
Sementara itu di dalam kamar, Tama yang sudah terbangun sedang memandangi tangannya. "Aneh, kenapa gue gak lepasin genggaman tangan dia yah? Kenapa juga genggaman tangan dia justru malah buat gue jadi tenang semalam?" gumamnya sambil terus memandangi tanggannya yang sempat bertaut dengan tangan Tami semalam.
Ketika pintu kamar Tama diketuk, pria itu dengan sigap langsung menyembunyikan tangannya ke dalam selimut. Tidak lama, wajah cantik Tami terlihat dari celah pintu yang hanya dibuka setengah oleh wanita itu. "Sudah bangun? Mau sarapan sekarang?" tanya Tami pada Tama yang hanya memandanginya saja.
"Tam? Hello...o?" ucap Tami menyadarkan Tama dari lamunannya. Ia tidak sadar jika Tami sedang bertanya padanya.
"A-apa, Mi?" Tama terkejut ketika menyadari Tami sudah ada di hadapannya dengan tatapan bingung.
"Lo mau sarapan sekarang? Lo kan harus minum obat," ucap Tami menjelaskan kembali apanyang ia tanyakan tadi pada Tama.
"Boleh, Mi. Kalau gak ngerepotin." Tama mencoba menjawab dengan normal, padahal degub jantungnya sudah tidak terkendali saat ini.
Jawaban yang Tama berikan sedikit membuat Tami heran, tidak biasanya pria itu bersikap canggung dan tidak enakan seperti ini pada Tami. Efek sakit kali yah dia jadi agak aneh gini, pikirnya. Tami pun memilih berlalu untuk menyiapkan sarapan untuk Tama.
Tidak lama berselang semangkuk sarapan dan air hangat sudah tersaji di hadapan Tama. "Itu sarapannya. Lo bisa sendiri kan?" tanya Tami memastikan Tama bisa memakannya sendiri, karena sedari Tama hanya memandangi makanannya tanpa menyentuhnya.
Penasaran sama kelanjutan ceritanya, cuss ke aplikasi Fizzo, di sana lebih lengkap dengan ekstra part. Search aja "When We Meet"
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet (Complete) Move To Fizzo
ChickLitMenjadi seorang pria tampan, berpendidikan tinggi dan memiliki konsultan hukum miliknya sendiri, memiliki itu semua tidak serta merta membuat seorang Pratama Aprilio mudah mendapatkan pasangan. Walaupun banyak wanita yang rela melakukan apapun demi...