𝟐𝟎: First Kiss

1.1K 171 17
                                    

"Sangat bagus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sangat bagus." Gumam suara berat parau dari belakang Rosé, sehingga pandangan wanita itu yang waspada tersentak ke atas dan bertabrakan dengan Jimin di cermin.

"Aku-" Hanya itu yang bisa dilontarkan Rosé. Ia mendadak kehabisan napas dan membisu karena sosok menjulang Jimin. Dada bidang suaminya yang lebar seakan memberikan daya tarik kuat pada wajah rupawannya yang tangguh dan agresif.

Sorot mata Jimin begitu tajam saat membalas tatapan Rosé dari atas kepala istrinya itu.

Dan dengan susah payah, Rosé menyeret pandangannya kembali ke pantulannya di cermin. "Gaun ini berlebihan." Keluhnya.
"Terlalu mewah."

"Gaunnya sangat sempurna." Suara berat Jimin membuat ujung-ujung saraf Rosé menggelenyar. "Kau sungguh terlihat cantik mengenakan gaun itu, Rosé." Terlihat seulas senyum tipis kepuasan dari bibirnya. "Aku tidak salah menyuruh Alberto mendesain gaunmu." Tambahnya sembari melangkahkan kakinya untuk berdiri di hadapan istrinya.

"Astaga, Tuhan..." Rosé sontak terkejut dan jantungnya tiba-tiba berdesir. Bukan karena perkataan Jimin yang menyuruh desainer pribadinya untuk mendesain gaunnya, tetapi ia terpesona dengan penampilan suaminya sendiri.

Jimin yang telah mengenakan pakaian serba hitam seperti dirinya-setelan jas hitam dengan dasi kupu-kupu hitam ramping yang diikat rapi di kerah kemeja seputih salju, sehingga kemeja itu telah gagal menyembunyikan tonjolan daging padat dibaliknya. Aroma Jimin pun juga berbeda-hangat, sensual dan sangat memikat hingga Rosé mendadak mendapati dirinya diliputi sensasi maskulinitas suaminya.

Tetapi tidak, wanita itu meyakinkan dirinya bahwa ia tidak bisa secepat ini jatuh cinta kepada pria tersebut. Semakin Jimin memberikan perhatian khusus kepada dirinya terlepas dari sikap pemaksanya, sikap manis itu akan semakin menjerat Rosé untuk menyerahkan hatinya kepada Jimin.

"Kenapa?" Jimin bertanya sambil mengernyit.

"Ti-tidak. Tidak ada apa-apa." Rosé seolah kesulitan mengatakan sesuatu karena aura Jimin yang terlalu mendominasi.

"Rosé?" Jimin mendesaknya saat melihat secuil kebohongan di mata istrinya.

Rosé bergidik, merasa mual hingga terpaksa menatap Jimin karena selama seharian ini ia telah dikondisikan untuk menanggapi nada khusus dalam suara pria itu. Namun, detik kemudian matanya seolah mengungkapkan penderitaan dan tiba-tiba saja bibir lembutnya bergetar memohon.

"Kumohon, Jim." Bisiknya. "Hentikan semua perhatianmu padaku."

Jimin mengernyit terkejut perkataan Rosé sangat menyinggungnya. "Kenapa tidak? Kau adalah istriku. Jadi wajar saja kalau aku memberikan perhatianku sepenuhnya kepadamu."

"Benar." Rosé mengakui. "Aku memang benar istrimu. Tapi..." Ia menarik napas yang sesak sehingga tubuhnya bergetar hebat. "Tapi itu tidak ada artinya, bukan?" Semburnya penuh kesedihan, matanya meminta permohonan kepada Jimin untuk memahami apa yang sedang ia coba sampaikan. "Aku tidak ingin menyakitimu terlalu dalam, Jim. Aku bingung dengan perasaanku sendiri." Jedanya. "Kita menikah bukan karena cinta, tetapi kau terpaksa menikahiku. Dan kau berhak bahagia dengan wanita yang kau cintai."

TOUCHING YOUR HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang