"... Hanah, dimana dia berada? Aku harus menemuinya..!"
Suara Pram mulai terdengar di awal rekaman. Hanah mengernyitkan dahinya. Entah mengapa mendengar suara laki-laki itu membuat bulu kuduknya berdiri.
Berikutnya, yang terdengar adalah suara lain. Sepertinya suara itu berasal dari petugas yang menginterogasi. "Dengar pak, Anda tidak akan kemana pun sebelum menjawab pertanyaan saya!" Suara bernada tegas itu langsung dibalas dengan teriak histeris dari lawan bicaranya.
Semakin mendengar percakapan di antara keduanya, semakin Hanah ingin mematikan rekaman suara itu dan memilih untuk bersembunyi saja. Dia betul-betul merasakan kondisi badannya mulai memburuk. Dia merasa pundaknya mulai bergetar padahal dia tidak kedinginan. Sementara itu, perutnya seperti bergejolak dan membuatnya mual.
Pada saat itu, Hanah dikejutkan dengan rasa hangat yang tiba-tiba menggenggam tangan kanannya yang dia kepalkan di atas meja. Saat dia mendongak, tatapannya disambut sepasang iris berwarna gelap yang memandangnya sendu. Sang pemilik tatapan itu seolah sedang memberikan semangat secara diam-diam. Kehangatan dari telapak tangan Sam perlahan membuat ketegangan itu mulai berkurang.
"...Hanah.. Hanah... hic! ... Ma... Mama..."
Sesudah suara isakan itu, rekaman pun berhenti. Hanah kembali menoleh ke arah layar laptop. Rekaman itu benar-benar berhenti sampai di sana. Kini gadis itu mengangkat kedua alisnya dengan mata membulat. Apa maksud kata-kata Pram Setiabudi di akhir rekaman itu...? Hanah jadi bertanya-tanya dalam hatinya.
"Aku bisa melihat pertanyaan yang terpampang jelas di wajahmu," kata Sam sambil meremas lembut telapak Hanah dalam genggamannya. "Aku mendapatkan sedikit penjelasan dari spesialis yang juga ikut dalam interogasi Pram. Beliau mengatakan trauma kehilangan ibu kandungnya membuat Pram jadi terobsesi akan kasih sayang dari lawan jenis..."
Sam menganggkat tangan kanannya lalu menangkup pipi Hanah. Tatapannya tidak pernah lepas dari gadis itu. "...dan target obsesinya adalah kamu." Usai menyelesaikan kalimatnya. Sam bisa melihat air mata perlahan mulai menetes di kedua pipi Hanah.
"Bagaimana mungkin aku bisa-"
Menjadi target obsesi Pram...? Hanah tak mampu menyelesaikan kalimatnya. Dia hanya menangis sambil membisu. Sesudah tahu kondisi Pram saat ini. Rasa marah dan ketakutan yang dia rasakan akibat perbuatan laki-laki itu mulai surut. Walau tidak mendapat hukuman oleh pengadilan, Hanah mulai mengerti satu hal. Dengan kondisinya yang seperti ini, Pram tidak akan pernah bisa mencarinya. Kenyataan itu membuat napas yang sejak tadi tertahan mulai ia hembuskan perlahan.
"Kita tidak pernah tahu bagaimana awal obsesi itu. Tetapi, aku janji, dia tidak akan pernah muncul dalam kehidupanmu lagi, Hanah..." Sam mengangkat telapak tangan Hanah lalu mencium bagian punggung telapak tangan itu perlahan. "Aku janji."
Hanah menarik napasnya pelan lalu mulai menganggukkan kepalanya. Gadis itu mencoba mempercayai Sam. Tidak, dia memang tahu bahwa Sam selalu menepati janjinya...
***
"Sayang, kamu sudah merasa baikan?" Suara bernada lembut itu terdengar dari samping.
Yohan Setiabudi yang semula berbaring di arah yang berlawanan, berusaha memutar tubuhnya agar menghadap ke sumber suara. Namun kedua matanya membelalak lebar saat melihat sosok lain yang saat ini berjalan mendampingi istrinya masuk ke dalam kamar. Seketika dia mengernyitkan dahinya dalam.
Merasa dirinya tidak diterima kehadirannya oleh Yohan, Hanah hanya bisa memaksakan senyum simpul ke arah papa tirinya itu. "Pa, aku ingin menengok papa..." Dia mengucapkan kalimatnya perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Behind Marriage (Completed)
RomanceBagi Sam, Hanah adalah alat yang ia perlukan untuk membuat kakek memilihnya menjadi penerus bisnis keluarga. "Buktikan pada kakek bahwa kamu bisa membentuk sebuah keluarga. Dengan begitu, kakek akan membuat kamu menjadi penerus satu-satunya bisnis k...