Dokja menatap YJH 0.9 dengan wajah lelah. Dia berhasil menyelesaikan percobaannya yang ke 99. Membuat akal untuk Yoo Jonghyuk. Kalau para peneliti lain tahu hal ini, mereka pasti akan menceritakannya pada semua orang dan cepat atau lambat, pusat peneliti akan tahu. Jika itu terjadi, para tua bangka itu pasti akan memaksanya untuk membuat jurnal keseluruhan tentang Yoo Jonghyuk.
Dia sebenarnya harus segera membawa robot ini keluar dari lab secepat mungkin. Karena, banyak peneliti yang tertarik pada Yoo Jonghyuk akhir akhir ini. Terutama wajah tampannya. Dokja benar-benar sedang terburu-buru. Jika kali ini tidak berhasil, mau tak mau, dia harus membawa Yoo Jonghyuk yang belum selesai sepenuhnya keluar dari lab.
Dengan penuh harap, Dokja menghidupkan sistem YJH 0.9
Ngomong-ngomong, dengan mempertimbangkan saran Sooyoung, Dokja sudah menghilangkan tombol power pada Yoo Jonghyuk. Sekarang, Dokja tidak bisa mematikan sistem Yoo Jonghyuk lagi, kecuali jika Yoo Jonghyuk yang mau. Karena tombol daruratnya hanya bisa Dokja gunakan sekali, itu berarti Dokja hanya bisa mematikan sistem Jonghyuk pada saat-saat darurat.
Siiiinggg
YJH 0.9 membuka matanya. Yang pertama dia lihat, tentu adalah penelitinya. Dia tidak tersenyum ataupun cemberut, dia hanya menatap Dokja lekat. Dalam pikirannya, otak robotnya mencerna dan meneliti siapa itu Dokja. Karena kecuali norma sehari-hari, Dokja membiarkan Yoo Jonghyuk untuk mengenali setiap orang dengan sendirinya.
"Jonghyuk-ah, kau tahu siapa aku?" tanya Dokja, kemudian.
"Profesor Dokja..." ucap Yoo Jonghyuk, pelan.
"Oh, kau mengingatku?" tanya Dokja, senang.
"Iya, aku mengingatmu," jawabnya. "Kau terlihat lelah."
"Oh, iya." Dokja kemudian tersadar. Matanya memang terasa berat sedari tadi. Dia bertahan hanya untuk menguji coba Yoo Jonghyuk, yang dengan fantastis berhasil. "Aku begadang untuk membuatmu jadi sempurna. Bagaimana perasaanmu?"
Jonghyuk menatap Dokja dalam diam. Entah apa yang dia pikirkan. "Sesungguhnya, aku merasa terlalu berat karena kau memberiku itu," jawabnya.
"Apa? Kau tidak senang? Aku memberimu akal dan pikiran sendiri. Sekarang kalaupun aku perintah, kau boleh menolak atau menerimanya karena kau punya akal sendiri."
"Entahlah..." Yoo Jonghyuk menatap Dokja dengan intens. "Sekarang kalau aku melihatmu, aku merasakan hal-hal aneh yang belum dapat aku identifikasi, prof."
Dokja yang mendengarnya segera berdiri dari duduknya dan menghampiri robotnya dengan wajah khawatir. "Dimana? Apa ada sistem yang salah? Kau terluka?"
Yoo Jonghyuk menggeleng pelan, matanya masih saja menatap lekat pada wajah Dokja. Dokja dibuat kebingungan. Sebenarnya apa yang dipikirkan robot ini? Dia bilang ada hal yang tidak dapat dia identifikasikan, tapi itu bukan error. Dokja harap itu bukan masalah besar. Lagipulan Yoo Joonghyuk cukup cerdas untuk mengidentifikasi masalah pada sistemnya.
"Sistemku bilang, ini terjadi karena aku melihat sesuatu yang aku senangi." Yoo Jonghyuk memegang lengan Dokja dengan pelan, "Aku selalu senang melihatmu, Prof. Tapi sejak memiliki akal, aku jadi semakin yakin. Ternyata begini jadi manusia. Ketika aku memiliki perasaan, aku punya dorongan untuk melakukakan sesuatu."
Melakukan apa? Pikir Dokja.
Dokja terdiam mendengarnya. Sungguh kata kata yang tidak dia sangka akan keluar dari Yoo Jonghyuk. "Bagaimana bisa... Apa kau marah padaku?"
Yoo Jonghyuk menggeleng singkat. "Aku akan mempelajari lagi maksud perasaan ini, prof."
Dokja kemudian duduk dikursinya. Menatap Yoo Jonghyuk yang sekarang terasa lebih hidup. Sekarang tatapannya tak lagi kosong seperti versi sebelumnya. Sekarang, dia sudah bisa melihat kesana dan kemari sesuai keinginannya.
Dokja puas.
"Aku punya pakaian ganti dilemari untukmu. Segera pakai dan kita pulang kerumah," ucap Dokja, kemudian.
Jonghyuk kemudian mengangguk tanpa suara. Dia kemudian berjalan kearah yang ditunjuk Dokja, dan memakai pakaian yang tersedia disana.
***
"Selamat datang dirumah, Yoo Jonghyuk." Dokja tersenyum riang sembari mempersilahkan Yoo Jonghyuk yang baru sampai dihalaman rumahnya untuk masuk. Rumah Dokja itu tidak kecil maupun besar. Rumahnya hanya memiliki dua tingkat, dan halaman didepannya yang lumayan luas penuh dengan pepohonan kecil dan juga tumbuhan. Rumah Yang jauh dari keramaian kota.
Meskipun Dokja sibuk, tampak sekali dia merawat taman dan rumahnya dengan tangannya sendiri. Saat mereka berdua masuk ke rumah utama, seisinya tak meleset dari ekspektasi Jonghyuk. Perabotan Dokja tidak banyak, hingga rumahnya terlihat luas dan bersih. Tapi meskipun begitu, Jonghyuk tahu harga karpet dan mesin pembuat kopi milik Dokja saja harganya puluhan juta.
Dokja tipe orang yang membeli barang sesuai kebutuhannya, tapi dia tidak akan membeli yang murah. Jonghyuk tahu satu hal lagi tentang Dokja.
Dokja kemudian menatap Jonghyuk yang sibuk melihat-lihat rumahnya, lalu sejenak, dia teringat sesuatu. Dia berniat mencoba beberapa hal yang dia tambahkan dalam Yoo Jonghyuk, tapi tidak bisa dia coba di lab.
Dokja menambahkan sistem nafsu dan birahi pada robotnya. Bahkan awalnya ada pilihan di tubuh Yoo Jonghyuk untuk membuatnya melayani Dokja secara seksual. Sebenarnya Dokja membuatnya karena iseng saja. Tapi ternyata, datang juga hari dimana dia penasaran tentang hal itu.
Tapi karena sekarang Jonghyuk punya pikirannya sendiri, tentu saja dia bisa menolak atau menerima sesuai kemauannya.
Mungkin saja, dia juga akan menolak permintaan Dokja. Ya kan?
"Jonghyuk," panggilnya, lembut. Dan kemudian, robot itu melirik kearah Dokja yang berdiri tepat disampingnya.
Dokja kemudian menyentuh dada milik Jonghyuk, dan kemudian berucap, "Apa kau marah kalau aku menyentuhmu seperti ini?"
Jonghyuk terdiam. Tubuhnya sempat tersentak sesaat ketika Dokja menyentuhnya. Tapi kemudian, dia menggeleng terhadap pertanyaan Dokja, pertanda bahwa dia tidak marah dengan sentuhan Dokja.
"Kau tidak marah?" tanya Dokja. "Apa aku memang membuatmu murahan begini...?" gumam Dokja, pelan.
"Apa yang akan anda lakukan, prof?" tanya Jonghyuk kemudian. Dokja yang jauh lebih pendek dari robot itu kemudian memegang dagunya sendiri.
Dia sungguh menyukai dada Jonghyuk.
"Berapa umurmu, Yoo Jonghyuk?" tanya Dokja, tiba-tiba.
"23, prof."
"Jadi," Dokja mendongak menatap robotnya kemudian, "Karena kau bukan minor, tidak apa apa kan kalau kita have sex?"
Yoo Jonghyuk yang mendengar ucapan tanpa dosa itu dalam diam, bergetar. Tangannya menguat, mengepal tepat saat profesornya berkata begitu tanpa rasa malu. Sistemnya berusaha mencari tahu apa yang dirasakannya. Dan anehnya, Jonghyuk tidak merasa sedikitpun perasaan negatif dalam dirinya saat profesornya berbicara seperti itu.
Lebih tepatnya, Jonghyuk malah sekarang yang menahan diri. Entah untuk apa.
"Tapi umurku 29, apa itu tidak masalah untuk mengajakmu melakukannya?" tanya Dokja. Kemudian.
"Profesor, apakah anda ingin melakukan itu? Seks?" tanya Jonghyuk, kemudian.
"Yah, begitulah. Aku penasaran rasanya seperti apa?"
"Di sistem saya, masih ada option tentang hal itu. Jika anda yang memintanya, saya akan lakukan. Katakan saja, Prof," ucap Jonghyuk. Dirinya sama sekali tidak bisa melepaskan matanya dari Dokja. Profesornya punya wajah yang cantik untuk laki-laki. Meski Dokja tidak mengaturnya sebagai gay, Yoo Jonghyuk tahu dengan sendirinya kalau profesornya sudah membuat dirinya gay tanpa dia sadari.
"Kau ini bicara apa. Aku itu membuatmu utnuk jadi temanku, kalau kau tak mau, maka aku tidak akan melakukannya," kata Dokja, kemudian.
Tapi, saat Dokja hendak membalikkan tubuhnya, Jonghyuk memegang lengannya. Dokja bingung dengan hal itu,
Dan kemudian, Jonghyuk berkata dengan wajah datarnya lagi, "Prof. Aku mau melakukannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
YJH 0.9
FanfictionDihari dimana Dokja hampir menyerah menyempurnakan robot buatannya, percobaannya yang ke 99.99 dengan luar biasanya berhasil. Bahkan melebihi harapannya. Tapi... entah kenapa, robot ini... terlihat sangat terobsesi dengan Dokja?