01

243 26 1
                                    

Keributan terjadi lagi saat di atas motor besar warna biru. Akar dari pertengkaran kecil adalah hanya karena Gerhana menerjang polisi tidur dan membuat penumpang lompat. Sudah jangan ditanya lagi kalau lelaki dengan jaket denim membawa motor pasti juara ugal-ugalan.

"Gila lo, Ger! Pantas belum ada cewek yang mau sama lu. Cara lu bawa motor saja seperti menge-prank malaikat maut!"

"Yeu. Mentang-mentang pacar satu lusin. Sombong amat pakai acara ngatain gua."

"Iri bilang kembaran!" Ledekan itu semakin menjadi. Suka saja melakukan hal ini. Seperti healing bagi seorang Graha Rajendra Pradipta. Tubuh Graha tiba-tiba mau jatuh ke belakang. Gila memang makhluk sejenisnya. Motor itu dinaikkan kecepatan sampai 100 km/jam.

Hati Graha sudah marah karena hal ini. Jambul khatulistiwa pasti berantakan. Susah payah tadi pagi membuat gaya rambut keren. Butuh waktu sekitar satu jam supaya tegak sempurna. Bagi Gerhana hal ini berlebihan. Lebai mau sekolah atau caper.

Gubrak!

Tong sampah dekat gerbang dihantam begitu saja. Graha meringis antara kesal dan sakit. Kembarannya ini benar-benar membuat naik darah. Motor yang mereka tumpangi jatuh dan beruntung tidak menimpa.
Semua murid yang masuk ke gerbang menahan tawa. Lucu saja dengan tingkah makhluk hidup ini. Entah kiriman dari planet mana mereka berhasil. Gerhana berusaha bangun meski kakinya cenat-cenut.

"Gra, bantuin gua bangunin si Blubuk."
Graha berdecak. "Ogah. Kaki gua sakit banget. Tega banget ya lu. Nanti pulang sekolah kita pulang sendiri-sendiri. Bye." Ketika sudah berhasil bangun, Graha meninggalkan kembarannya sendiri. Wajah Gerhana memerah menahan malu. Pelan-pelan dia mendirikan motor dan menyalakan mesin. Motor itu masuk dan parkir pada tempatnya.

"Kenapa kau?" Jo menyadari cara jalan makhluk absurd sedikit pincang.

Bokong lelaki jaket denim mendarat pada kursi kayu. Kaki dipegang dan pelan-pelan diluruskan. "Tertimpa pesawat ufo," jawab dia asal.

"Mana ada pesawat ufo." Sebatang rokok dimatikan menggunakan ujung sepatu. "Sakit, Bos?" Pertanyaan yang tidak perlu dijawab wahai Tama!

"Enggak kok. Enggak sakit. Cuman kayak digebuk pakai kayu berkali-kali." Gerhana menjawab tertekan. Lelah sekali memiliki teman dan kakak yang luar biasa.

Tanpa banyak omong, Billy berdiri dan ke pos satpam. Lelaki itu berbicara singkat, lalu kembali duduk. Pak Tomi-satpam sekolah-sekaligus juru pijat-mulai membalurkan minyak pada kaki Gerhana.

Kaki penuh bulu diusap-usap dan sedikit ditekan.

"ADOH!" Gerhana teriak saat Pak Tomi memijat agak kencang. Seluruh wajah memerah menahan sakit. "Mama, sakit!" teriaknya.

Jonathan, Billy, dan Tama tertawa terbahak-bahak. Momen ini tidak boleh dilewatkan. Pria sangar di sekolah menangis ketika diurut. Billy langsung sedia kamera dan memvideo adegan itu. Badan Gerhana seperti cacing kepanasan. Goyang kanan goyang kiri berusaha menyudahi diurut.

Kaki ditarik sehingga menimbulkan bunyi tulang seperti retak. Jeritan Gerhana menggelegar seantero tempat parkir. Pak Tomi menutup minyak kemudian pamit ke pos. Gerhana mengusap air mata bagai anak kecil habis menangis.

"Apa ketawa-ketawa?" serang Gerhana saat menyadari dia menjadi bahan tertawaan.

"Sudah enak, Bos?" Billy merangkul pundak kawannya.

Kaki sudah bisa digerakkan. "Not bad."

"Syukur deh. Ayok masuk ke kelas. Sebentar lagi pelajaran Pak Mulyana mulai. Lu pada tahu kan kalau telat pelajaran dia hukumannya mengerikan." Keempat lelaki itu bangkit dan berjalan. Mereka saling rangkul satu sama lain.

Gerhana Untuk Crystal (Udah Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang