Hai! Salam kenal kamu.
Maaf jika permulaan di lembar ini terkesan baku dan hambar. Aku sadar akan hal itu, meskipun aku kekeh untuk menceritakannya pada kalian. Awalnya aku dihinggapi rasa ragu yang besar dan ketakutan tidak diterima dengan baik. Itulah permasalahannya. Terkesan bodoh, ya? Hehehe. Tapi tak apa, aku akan menceritakan bagian demi bagian ini dimulai dari sederhana atau yang rumit berujung tak kunjung selesai?
—2022
Di depan toko buku favorit perempuan itu, hanya berteduh sesudah membeli beberapa buku incarannya lalu menunggu angkutan umum yang entah kenapa tidak ada yang lewat di siang itu. Tak seperti biasanya. Berdirinya gelisah sesekali mengintip pada arah kiri jalan berharap keresahannya melenyap jika angkutan umum lewat atau apa sajalah yang bisa membawa dia pergi dari sana. Detik beranjak ke menit rasanya terlalu lama, keringat bermunculan di titik tubuhnya. Gadis itu mendesah gusar dan mendecak.
“Mau pulang?” Suara berat diiringi tepukan pelan di pundak perempuan itu membuat Tasa terperanjat kaget.
Tasa memutar separuh tubuhnya, mengerut keningnya. “Maaf?” Perempuan itu melempar pertanyaan kembali seraya mempelajari tubuh jangkung yang berbalut kemeja putih bergari-garis vertikal di bagian dadanya dan celana dasar hitam licin.
“Kamu mau pulang, nggak? Mobilku ada di sana,” ujarnya sambil menunjuk mobil sedan bewarna hitam di samping pohon besar bercabang banyak di seberang jalan.
Tasa masih bergeming di tempatnya, suara lembut pemuda itu seperti lagu enak merasuk lembut jiwanya. Ia ingin mendengar sekali lagi suara dari milik pemuda tersebut teruntuk itu ia bergeser ke depan, memberitahukan lewat gerakan ia ingin mendapatkannya lagi.
Tak ada ucapan lagi, hanya remasan lembut di pergelangan tangannya menuntun menyeberang menuju tempat yang ditunjuk pemuda tadi. Tasa tidak memberontak sama sekali, malah ia menikmatinya. Sialnya, dadanya berdetak kencang.
“Silahkan masuk,” kata pemuda tersebut yang sudah membukakan pintu penumpang.
“Apa tidak masalah? Takutnya merepotkan.”
Mendengar itu sontak dengusan geli pemuda itu terlontar, dia menggeleng sambil berdeham, “Nggak sama sekali.”
Tasa sempat menatap ragu pada pemuda itu, tetapi ia memilih masuk ke dalam mobil sedan itu dan memikirkan lebih baik ia naik tumpangan ini daripada menunggu angkutan umum yang datang entah kapan. Di perjalanan mereka sama-sama mengunci bibirnya, Tasa duduk dengan gelisah. Ragu perempuan itu berkata, “Kenapa kamu kasih aku tumpangan?”
Pemuda itu melirik Tasa sekilas, “Karena nggak ada alasannya,” jawabnya sembarangan.
Tasa memandangi pemuda itu dengan lain, “Aneh. Harus ada alasannya.”
“Karena kamu unik,” potong pemuda itu, melambatkan laju kecepatan mobil berdalih agar ia bisa berbicara banyak dengan Tasa. Namun, hanya sepatah kata itu saja terucap dari bibirnya. Tenggorokannya seketika kering. Susunan kata yang ia hapal sebelumnya musnah saat itu juga. Ia meremas kuat setir mentransfer kebodohan-kebodohan yang bukan dirinya.
“Mungkin ini kalimat sangat pasaran, tapi, ya kamu itu unik dan cantik,” ucapnya sungguh-sungguh. Namun, ia tidak berani melihat raut wajah gadis itu setelah mendengar kejujurannya. Apakah raut muka gadis itu jijik atau gadis itu akan menampar dia secara habis-habisan karena bilang kalimat kurang pantas karena mereka baru bertemu dan Andra tidak mau jikalau perempuan itu merasa dirinya adalah pria berengsek yang menggoda perempuan sembarangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebentar Lagi Pulangmu Datang
Romantik"Kembali seperti awal bertemu, hanya sepasang keasingan yang tak mungkin menyatu." Februari 2022-