HIL : 3

25.7K 2.2K 48
                                    

PART 3

***

"Aku perhatikan wajah kamu terlihat berseri sejak semalam. Apa aku ketinggalan sesuatu?"

Bara yang baru tiba di ruang makan langsung memeluk tubuh istrinya dari belakang. Lalu memberikan kecupan singkat pada leher jenjang milik Karin. Yang kemudian disambut dengusan tak senang sang istri. Karin memang paling anti mendapatkan ciuman pada area leher. Namun Bara tetap saja melakukannya demi menggoda istrinya.

"Mas,"

Lalu dengan wajah berseri, Karin membalikkan badan. Menatap penuh binar pada sosok pria yang telah menjadikan dirinya seorang istri lima tahun yang lalu.

"Aku ada kabar gembira."

Wajah tampan Bara ikut berseri. Pria itu menatap istrinya dengan binar yang tak kalah bahagia.

"Jadi, apa yang membuat istriku sangat bahagia sejak semalaman hem?"

"Um, aku sudah menemukannya, Mas."

Bara mengernyitkan dahi bingung. "Menemukan apa, Rin? Perasaan cincin berlian kamu udah ketemu minggu lalu. Apa ada perhiasan kamu yang hilang lagi?"

Jadi cincin berlian milik istrinya sempat hilang beberapa hari. Dan akhirnya ditemukan pelayan rumah yang saat itu sedang bersih-bersih area dapur.

"Ish! Bukan masalah perhiasan Mas."

"Lalu?"

Karin berdeham singkat sebelum kemudian mengalungkan tangannya ke pundak Bara.

"Janji jangan marah?"

"Bukankah kamu mau memberiku kabar bahagia? Kenapa harus marah?"

"Karena.. Yang aku temukan adalah calon istri potensial buat kamu."

Bara langsung melepas rangkulannya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Jadi, itu kabar bahagianya?"

Karin mengangguk penuh semangat. Ia raih tangan Bara lalu memberikan kecupan berulang kali pada telapak tangan yang biasanya akan mengelus pipinya penuh kelembutan.

"Dia wanita yang hebat, Bar. Sangat pantas untuk bersanding sama kamu."

"Satu-satunya wanita yang pantas untuk aku cuma kamu, Rin."

Kali ini Karin menggelengkan kepala. "Jika diibaratkan, kamu itu kain bersih Bar, sedang aku adalah noda yang hanya bisa mengotori saja."

Bara meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir milik Karin.

"Jangan pernah merendahkan diri kamu, Rin. Apa aku perlu mengumpulkan orang-orang untuk menunjukkan pada mereka betapa hebatnya kamu?"

Terkekeh pelan, Karin lantas menurunkan jemari Bara dan sebagai gantinya ia hadiahi kecupan di bibir pria itu.

"Terima kasih karena kamu sudah menjadi suami terbaik, Bar. Dan sebagai seorang istri, aku juga ingin melakukan hal serupa."

"Kalau begitu, cukup dengan kamu bertahan disisiku."

Sekali lagi Karin menggelengkan kepala.

"Kamu anak tunggal, Bar. Orang tua kamu jelas menginginkan seorang keturunan dari putranya."

"Mereka tidak pernah membahasnya, Rin. Jadi berhenti untuk memikirkannya."

"Hanya karena tidak membahasnya di depan kita, apa kamu pikir orang tua kamu tidak menginginkan seorang cucu, Bar? Berbeda dari orang tuaku yang sudah memiliki dua orang cucu dari Mbak Kartika, orang tua kamu belum memilikinya sama sekali."

Hurt in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang