4 - Rahasia Yuna

147 22 3
                                    

Para murid di kelas 4-2 berbisik-bisik begitu aku masuk ke kelas mereka untuk pertama kalinya setelah beberapa hari aku ikut observasi ke beberapa kelas dengan guru senior. 

"Itu apa?" 

Mereka penasaran dengan kotak yang kubawa ke dalam kelas sementara aku tetap tenang. 

"Hi. My name is Ganis, your English teacher,¹" sapaku seraya meletakkan kotak itu di atas meja. 

"Hi, Miss Ganis," balas mereka semua. 

"I'd like to tell you a story. Miss mau ceritain sesuatu buat kalian. Do you want to listen? Kalian mau dengerin?" 

"Maauuuu!" seru mereka semua penuh semangat. 

Aku membuka kotak yang berisi beberapa boneka tangan beraneka bentuk. Aku mengambil salah satunya yang berbentuk seperti laki-laki dengan jubah dan mahkota di kepala. Aku membuat boneka-boneka itu sendiri omong-omong. Aku membuatnya saat dulu aku masih mengajar TK. 

"There was once a man named Midas. Alkisah, ada seorang pria bernama Midas. Midas was a king in a kingdom. Midas adalah seorang raja di sebuah kerajaan—" 

"Nama kerajaannya apa, Miss?" sela seorang murid laki-laki yang membuatku terpaksa harus menjeda puppet show yang sedang kupentaskan di depan kelas bahasa Inggris.  

"Um, sayangnya Miss lupa nama kerajaannya apa. Miss bisa minta tolong buat nyari tahu apa nama kerajaannya…" Aku membaca papan nama di dada kirinya, "Willy?" dalihku padahal sebenarnya aku lupa. 

Murid laki-laki bernama Willy tadi mengangguk. 

"Tapi nanti carinya di perpustakaan ya jangan di internet," imbuhku seraya mengedipkan sebelah mata. Koor 'yaahh' panjang menggema di penjuru kelas. Aku tersenyum kemudian bertanya, "Can I continue my story? Miss boleh lanjutkan ceritanya?" 

"Yes!" Murid-muridku yang berjumlah dua puluh orang itu berseru kegirangan. 

"As a king, he lived in prosperity. Sebagai seorang raja, Midas hidup dalam kemakmuran. He had everything that no man could ever afford but he was never satisfied. Dia punya segalanya yang tidak bisa dihasilkan oleh manusia manapun tapi dia tidak pernah puas. 'Oh, God. I still don't have anything to wear to a ball— I was invited to King Malamut's next week. 'Oh, Tuhan. Aku masih tidak punya apapun untuk dipakai ke pesta— Aku diundang ke pesta Raja Malamut minggu depan. I have worn this cloth once. Aku sudah pernah pake baju ini sekali. Oh, I have worn this cloth, too. Oh, aku juga sudah pakai baju ini. I don't want to wear the same cloth twice. Aku tidak mau pakai baju yang sama dua kali. It's not classy. Itu tidak keren—" 

Murid-muridku tertawa karena aku menggerak-gerakkan boneka tangan di tanganku dengan gerakan lebay. 

"'I want a bigger cart. Aku mau kereta yang lebih besar. I want to buy more clothes— aku mau beli lebih banyak baju— one for every day— satu untuk tiap hari, more luxury cutlery— alat makan yang lebih mewah, renovate the palace, merenovasi istana— the roofs and the tap are broken, by the way', genteng dan kerannya rusak, omong-omong—" 

Lagi-lagi muridku tertawa ketika aku menggerakkan tangan si boneka tangan yang memegang kepalanya seolah sedang pusing. 

"That's what he said, he wished. Itulah yang dia katakan, yang dia harapkan. He wanted to be wealthier. Dia ingin jadi lebih kaya. He wished for more things. Dia berharap memiliki harta yang lebih banyak—"

"Midas jadi tamak dong, Miss?" sela seorang murid perempuan bernama Dinda.  

"Betul sekali. Midas berubah jadi raja yang tamak. Manusia memang diciptakan dengan hawa napsu. Hawa napsu bisa membawa kita pada ketamakan. Ketamakan itu termasuk dalam—" 

KADREDA | TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang