Ada sepenggal kalimat darimu:
"Aku akan bertanggung jawab atas perasaanku sendiri."Seketika aku sadar bahwa Tuhan menjawab do'aku begitu cepat, langit yang senantiasa menyambut namamu dalam do'a tak bersayap—telah menuntaskan tugas dengan lugas.
Aku tak lagi dikhianati oleh aamiin-ku dan semoga "lara" masih menjadi opsi kesekian dari skenario yang sedang Tuhan rencanakan.
Aku tak ingin hadirmu hanya untuk membuktikan kata-kata; "Kala luka mengarah rapuh, ada logika yang membawa sembuh."
Setelahnya, bisakah tinggal lebih lama? Mengarungi luasnya suka duka yang barangkali tercipta di kisah yang akan kita tulis bersama-sama.
Atau kau akan memaksaku menyuap Tuhan lagi dan lagi? Kuupayakan, sekalipun aku terjebak di penjara perasaan, sebab aku lancang berkali-kali menyuap Tuhan hanya untuk membuatmu tetap tinggal.
Apapun itu, akan kulakukan, selagi kau tidak meminta cincin Saturnus untuk bukti atas tulusnya sebuah perasaan.
Jangan lepaskan dekapku, ya? Silakan kau larung luka yang menganggu debarmu, seraya kutumpahkan seluruh abu kremasi dari segenap laraku yang tak bisa mengobati dirinya sendiri.
Dan kau tak perlu bertanggung jawab atas perasaanmu;
Menjaga debarmu adalah tugasku, menjaga debarku cukup dengan aku mencintaimu.

KAMU SEDANG MEMBACA
PULAU PUISI
PoetryMasuk ke dalam puisiku, sebetulnya salah kamar. Tak perlu buru-buru keluar, kau tersesat di tempat yang benar. Kumpulan puisi-puisi yang kutulis 2 tahun yang lalu hingga sekarang. Akan update waktu suka-suka.