꒰⚘݄꒱Kapan dia berhenti berbohong pada perasaannya?

825 174 29
                                    

Setelah mengobati luka di wajah [Name], Brad kembali menyekap dirinya di ruang kumuh yang sudah ia tepati hampir dua malam. Bahkan hingga saat ini pun, belum ada tanda-tanda jika Jean atau yang lainnya akan datang menyelamatkannya.

Kini takut kian menguasainya. Bagaimana jika tidak ada satu pun yang datang menyelamatkannya dari tempat ini? [Name] tidak ingin berakhir dengan nominal uang.

Kepala yang terus menunduk akhirnya ia dongakan. Sepertinya ia tidak bisa terus bergantung pada harapan yang dibangun. [Name] harus berusaha melarikan diri dari tempat ini.

Menggesekkan tali yang mengikat kedua tangannya, [Name] terus melakukan hal tersebut tanpa jeda. Menambah kecepatan, membuat rasa panas, pedih dan ngilu tehantar. Meski demikian [Name] harus bisa kabur dari tempat ini.

Kedua pergelangan tangannya sudah membiru. Bahkan karena ikatan kuat yang William berikan membuat kulit tangannya kerkikis pedih. Meringis kala rasa sakit ia rasakan, gesekan terus ia lakukan guna melonggarkan ikatan tali yang mengikat kedua tangannya.

"Kumohon lepaslah!" runtuknya kesal. Ia mulai lelah dengan nafas yang memburu. Diberi makan kemarin sore, membuat [Name] tak bertenaga. Bahkan pusing sering kali menyerangnya.

Berhenti sejenak, gadis bersurai hitam legam itu menarik nafas dalam-dalam kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya yang terjeda. Tangan terus menggesek tali pada punggung kayu yang ikut terikat. Lamban laun membuat tali terkikis hingga ketika merasakan ikatan melonggar, kedua mata membelak kaget.

Secercah harapan untuk lari ia dapatkan!

[Name] mempercepat gesekannya hingga pada akhirnya ikatan terlepas. Namun, saat hendak melepaskan ikatan, tiba-tiba saja pintu terbuka. Dengan sigap ia kembali menata ikatan seolah-olah dirinya masih terikat kuat.

Pintu kayu kokoh berderit. Brad muncul dengan satu balok kayu ditangannya. Membuat [Name] meneguk salivanya paksa. Pria itu melangkah masuk, menatap [Name] dengan tatapan menusuk. Perasaan [Name] tidak enak untuk ini.

"Hai, saatnya jam makan malam." Brad berucap, membuat bulu kuduk [Name] berdiri. "Kau pasti laparkan?"

Tidak menjawab, [Name] terus mewaspadai lelaki itu. Dia takut jika balok kayu itu akan menghantam dirinya.

"Namun, sebelum makan ...." Dia menjeda kalimatnya. "Kau harus kusiksa dulu."

BUGH!

"ARGGH!" Erangan kesakitan menggelegar ketika balok kayu yang Brad pukulkan menghantam lengannya.

BRUK!

Kursi yang ia duduki terjatuh, begitu juga dengan lengan yang terlepas. Brad terkejut, kaget mendapati ikatan [Name] terlepas. Meraih kepala [Name], Brad menjambaknya kuat.

"Apa kau berusaha melarikan diri?!" Intonasi tinggi terucap dengan tatapan nyalang yang terlihat.

Jari Brad menyentuh kasar permukaan kulitnya hingga perih menyerang. [Name] meringis kesakitan untuk siksaan kali ini. Lengan kanannya benar-benar sakit, jambakan di rambutnya juga begitu kuat sehingga membuat air mata membasahi wajahnya.

"BRAD! KUMOHON LEPASKAN! ITU SAKIT SEKALI!" pintanya kuat.

"Tidak akan, ini hukuman bagimu karena sudah mencoba lari dariku!" tolak Brad tegas.

Brad berdiri tegap, menyeret [Name] dengan cara menjambak rambut indah gadis itu.

"BRAD! KUMOHON LEPASKAN!" [Name] meronta, mencoba melepaskan jambakan Brad dari rambutnya.

Mencengkeram tangan Brad yang mejambak rambutnya, dengan sekuat tangan yang masih tersisa [Name] mencakar tangan Brad. Namun, tampaknya itu tidak menggoyahkan Brad untuk melepaskan jambakannya. Berusaha semaksimal mungkin, [Name] masih terus mencakar hingga jari-jemarinya dapat merasakan cairan darah mengalir.

𝐏𝐑𝐎𝐌𝐈𝐒𝐄 || Jean Kirstein || FAP ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang