Happy Reading 💚
Sudah tiga hari sejak pertemuan itu Rania tak kunjung memberikan kabar, bahkan Rania tak masuk kuliah.
Angga benar-benar khawatir. Apakah gadis itu pergi? Kemana lagi dia harus mencarinya. Tak ada satupun info yang dia dapat mengenai keberadaan Rania.
Mungkin ada satu info yang belum dia cari tau yaitu orangtuanya di Jakarta, apa mungkin Rania pergi kesana? Tapi tidak mungkin ia menelepon, keluarga mereka juga pasti akan tau permasalahan mereka nantinya.
Angga menutup ponsel yang sedari tadi di tatapnya menunggu kabar istrinya itu. Ia menghembuskan nafas kasar dan pergi ke kantor, ia akan lanjut mencari Rania setelah menyelesaikan permasalahan yang akhir-akhir ini menganggunya.
Angga memasuki ruangannya dengan Bima di sampingnya. Tatapannya terhenti saat melihat Luna di kursi tunggu miliknya.
Angga yang melihat itu hendak keluar pergi, namun panggilan itu membuatnya terhenti.
"Angga, aku minta maaf." ucapan itu terlontar dengan yakin.
Angga menghembuskan nafasnya kasar dan berbalik melihat orang tersebut. "Bagus Lo ada di sini, jadi semakin cepat urusan ini di selesaikan. Sesuai dengan kemauan Lo juga, pembatalan kerjasama akan gue lakukan." tutur Angga membuat Bima sekretarisnya sedikit terkejut.
"Maaf pak, tapi—" ucapan Bima terhenti saat Angga memberikan aba-aba tangannya untuk berhenti berbicara.
Luna tersenyum sendu. "Kamu gak perlu lakuin itu ga, kerjasama itu akan tetap berlanjut. Dan tentang gue, gue akan pergi, Lo tenang aja." ucap Luna dengan senyum sebaik mungkin.
Luna sakit sebenarnya mengatakan hal itu. Setelah sekian lama berpikir, ia sudah memutuskan untuk menjauh dari kehidupan Angga, ia tidak boleh ke kanak-kanakan dengan mencampuri urusan perasaan dengan kantor, ia harus profesional.
Angga yang mendengar itu terdiam dan melihat Luna dengan tatapan ragu.
Luna terkekeh kecil. "Duduk dulu, biar kita bahas. Bima juga bisa duduk." ucap Luna lembut.
Mereka duduk dengan keheningan sesaat, mencoba berfikir jernih.
"Maaf ga, yang gue lakuin saat itu memang kekanak-kanakan. Gak seharusnya gue jadikan kerjasama itu sebagai alat pemanfaatan untuk perasaan gue." Jedanya.
"Lo gak perlu khawatir tentang kerjasama ini. Gue udah hapus satu ketentuan dalam perjanjian itu sesuai dengan permintaan Lo saat itu, dan itu semua udah gue atur dengan Abang gue. Jadi Lo dan perusahaan Lo akan baik-baik aja, tanpa harus membatalkan ataupun membayar denda."
"Gue juga mau pergi ke Amerika tempat Bokap, dan melanjutkan S2 di sana."
"Lo serius?"
Luna menangguk yakin. "Gue yakin dengan keputusan gue ini. Dan maaf gue terlalu naif buat dapetin Lo, hingga gue mau relain tuhan gue. Sekarang gue sadar, ternyata mencintai bukan harus memiliki, melihat Lo bahagia itu dah cukup buat gue. Dan gue akan berusaha lupain Lo dan nemuin yang sesuai dengan gue, seamin dan seiman." ucap Luna dengan senyum paksa.
Ia lagi-lagi mengambil nafas dalam, sebenarnya dia sakit mengatakan ini. Tetapi kesadaran dirinya juga masih ada, ia tak boleh egois, ia tak boleh merusak kebahagiaan orang lain hanya karena karena dirinya.
Angga mengangguk haru. "Gue tau Lo bukan cewe seperti itu, dan gue yakin Lo pasti bisa capai dan selesaikan kuliah Lo dengan baik di sana. Terima kasih atas bantuan Lo atas kerjasama ini." ucap Angga jujur dari hati terdalam.
"Dan mengenai masalah malam itu, gue akan bantu ngejelasin ke Rania. Lo tenang aja," ucap Luna lagi.
Angga tersenyum senang mendengar hal itu. Walaupun ada kegelisahan dihatinya saat ini karena belum mendapat kabar dari Rania.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA TAKDIR MENOLAK PERGI [END]
Teen FictionKetika dua insan di pertemukan dalam ikatan cinta yang suci, namun tak di landaskan rasa cinta dan karena keadaan yang memaksa, apa yang akan terjadi? Ketika saling mempertahankan harga diri, hingga tak ada satupun mengalah untuk mengakui kata hati...