(8)Choice from Characters

120 42 9
                                    

"Ma, anakmu yang gantengnya melebihi Zain Malik udah pulang, nih!" Nath berteriak dibumbui kata-kata halu, dia berjalan mendekati mamanya di ruang depan.

Wanita berisi yang sedang asik nonton TV itu mengeluh saat lengan besar milik Nath memeluk lehernya. "Leher Mama kecekik tahu!"

Wajah Nath yang semula berseri-seri langsung berubah, dia melepaskan pelukannya lalu ikut duduk di samping Mamanya. "lebay amat emak-emak. Dipeluk dikit doang udah bilang kecekik, entar kecekik beneran, nangis!" ejeknya seraya menaruh kresek isi empat kotak martabak manis di atas meja.

"Mulutnya.. gak baik ngatain Mamamu lebay. Mau jadi anak durhaka, hm?"

"Ucapan adalah do'a, jadi dimohon untuk mamaku yang tidak kurus, jangan sekali-kali berkata buruk tentang anakmu. Karena sesungguhnya, ucapan seorang ibu itu adalah yang paling mustajab di kabulin. Emang Mama mau punya anak durhaka?" ujar Nath yang di kepalanya tiba-tiba bertengger kopyah yang entah darimana dan sejak kapan cowok itu mendapatkan nya.

Seolah mendalami peran, Buna-Mamanya itu mengangguk sopan, "enggih(iya) pak ustadz, enggih."

Nath terbahak melihat Buna meladeni kelakuannya. Meski setelah itu, Nath tetap mendapatkan tampolan tepat di belakang kepalanya.

"Jemput Danin, sana! Rumahnya beneran gak ada orang lho." Buna memerintah sembari membuka salah satu bungkus martabak.

Nath menyandarkan punggungnya di sofa, dia mendengus lelah. "Bentar, Nath masih capek."

"Nath. Mama khawatir." Buna berujar.

"Khawatir sama Danin?"

Buna mengangguk.

Nath terkekeh, kemudian bangkit dari duduknya.

"Hoi, kamu mau kemana?" Buna berteriak melihat Nath pergi.

Nath yang sudah berjalan beberapa meter, terpaksa berhenti dan menyahut. "Jemput Danin, kan?"

***

Danin menatap layar laptop dengan tatapan kosong, memaksakan tubuhnya untuk bangkit. Gadis itu memikirkan tentang ucapan Nath tadi pagi.

Secepatnta, Danin perlu mengetahui maksud dan tujuan ketiga cowok fiksi itu.

Danin sengaja mengunci pintu. Tidak membiarkan seorangpun masuk kedalam kamarnya. Dia tidak peduli meski sejakta di pintu kamarnya diketuk terus menerus.

Danin kembali membaca beberapa narasi dari salah satu novelnya. Dia sudah menghabiskan waktunya sejak pagi dengan membaca ulang bab ketiga novel itu. Dan ya, Danin akui semua novel yang dia karang memang tidak ada yang masuk akal dan terkesan cacat. Isi di dalamnya, tidak ada pesan moral melainkan hanya penindasan secara tak langsung pada karakter utamanya.

Danin menggigit bibir dalam. Pantas saja, ketiga cowok itu bersikeras agar Danin memperbaiki jalan hidup mereka. Apa iya, Danin sejahat itu? Membuat masing-masing tokoh utama pria jomblo, dan ditinggal mati oleh pasangannya.

"Mom?" Ael mengetuk pintu kamar Danin.

Danin mengerjap sadar, menatap takut-takut kearah pintu. Takut cowok itu kembali mendobrak pintu kamarnya hingga copot.

"Kenapa, El?" Sahut Danin terpaksa. Suaranya jelas parau dan bergetar. Selain karena tidak enak badan, ini juga karena efek ketakutan.

"Gak mau bukain pintu, nih? Ael khawatir lho."

Bohong. Danin tau itu cuma sandiwara Ael. Danin tahu kalau Ael tidak benar-benar merasakan kekhawatiran pada Danin. Danin jelas tahu orang seperti apa Ael. Itu sebabnya, Danin merasa ketakutan ketika sudah mulai berurusan dengan cowok itu.

"Gue gak bisa berdiri. Gue gak bisa bukain pintu." Bohong Danin.

"Ael dobrak, ya?" tanyanya dilembut-lembutkan.

"J-JANGAN! PLIS. gue butuh istirahat." Danin meringkuk waspada.

"Oh, begitu. Yaudah deh."

"Iya."

Hening beberapa saat. Danin sempat mengira kalau Ael sudah pergi dari sana. Namun, perasaannya kembali kalut ketika lagi-lagi suara Lagsa ikut menyahut.

"Danin? Ada cowok dateng. Mau ketemu lo. Gue ijinin masuk gak, nih?"

"Cowok yang kemarin itu, Lag?" terdengar Ael bertanya pada Lagsa.

"Kata Teo sih, gitu." balas Lagsa.

Danin yang mendengar percakapan mereka, terpaksa kembali membuka suaranya. "G-gue pengen istirahat. Maaf."

Diam sejenak. "Oke. Berarti gue usir."

"Gue aja yang usir." Celetuk Ael.

"Kita berdua yang usir."

"Oke."

Barulah saat itu, Danin benar-benar dapat membiarkan deru nafasnya sedikit tenang.

Mama. Danin tertekan. Plis. Hilangin mereka. Danin gak mau mereka ada.

***

"Momi?"

Ael kembali mengetuk pintu. Kali ini suaranya terdengar kesal.

"Cowok itu gak mau di suruh pergi! Nyebelin!"

"Momi dengerin Ael, kan?"

"Iya, gue denger."

"Momi coba pilih, mau keluar dan temui cowok itu, atau tetep di dalem kamar aja?"

"Gue gak bisa bangun."

"Beneran?"

"Iya, Ael."

"Oke. Jangan keluar. Tetap dalem kamar. Sampe sembuh. Kalo udah sembuh jangan lupa samperin Ael. Ael mau balik, mau ngusir cowok itu."

"Iya."

Hening sejenak.

"Momi?" panggil Ael lagi.

"Kenapa Ael?"

"Sebenernya Ael bohong. Cowok itu udah pergi kok."

Danin diam. Dia tahu Ael bisa saja mengatakan itu. Dia tahu Ael akan berbohong. Dan bisa saja Ael nanti akan mendobrak kembali pintu kamarnya.

Ael itu sedikit menakutkan dibanding Teo dan Lagsa.

"Momi?"

"Apa?"

"Ael pengen ketemu Momi."

Danin tidak tau mau menjawab apa lagi.

"Ael, ikut gue." terdengar suara Teo.

"Kemana?" Balas Ael, nada suaranya berubah. Tidak ada imut-imutnya lagi.

"Ke kamar."

"Buat?"

Tidak terdengar lagi suara mereka setelahnya.

Mama, entah kenapa demam ini gak ada apa-apanya dibanding rasa takut akibat kehadiran mereka.

Danin terkekeh. Kembali melihat layar laptopnya. Tangan gadis itu bergetar meraih benda kotak itu, memcengkram sekuat tenaga, kemudian melemparnya sampai terpecah.

Gila. Danin memang gila.

***
Hai, maaf update nya lama banget. Semoga masih ada yang nungguin cerita ini, yah. Dan Makasih banyak buat kalian, yang masih sabar nunggu cerita ini up.

Apa cerita ini akan tetap dilanjut? Saya usahakan terus lanjut sampai tamat. Entah nanti tamat di akun ini, atau tamat di akun pribadi saya. Kita gak tau kedepannya seperti apa, jadi jangan bosan baca cerita ini yah.

Jaga kesehatan. See you.

By MIMROSA

Revisi 21 juni 2022

My Fictional CharactersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang