CHAPTER 1 ( Kebaikan Untuk Dunia )

12 0 0
                                    

Pagi ini terasa indah dengan ditemani sinar mentari yang menghangatkan kulit dan desir angin membuat suasana semakin sejuk. Gadis kecil sedang membantu ibunya berjualan mencari nafkah sedang duduk di bawah pohon rindang dekat rumah tuanya menikmati keindahan alam yang tak ternilai harganya.

“ Aku baru sadar bahwa tempat terindah yang bisa kujadikan tempat curhat adalah alam, hanya dia yang bisa membuat umat manusia tenang setelah menumpahkan segala rasa yang mereka miliki.Tapi sayangnya manusialah yang justru menjadi predator perusak alam ini.”

Menurutnya, alam adalah satu-satunya tempat yang bisa mengerti perasaannya , selain sang Ibu karena ia tidak mau membebani ibunya yang telah bekerja keras demi memenuhi kebutuhan mereka hanya karna masalah yang dihadapinya sekarang.

“ Anin... Tolong bantu Ibu nganterin pesanan ini ke Bu Mirah”.Ibu Anindya bernama Amanda berteriak memanggil Anin untuk segera mengantar pesanan kue yang baru saja selesai di bungkus.

“ Oke bu..Anindya antarkan sekarang bu, alamatnya di Jalan Kartini blok 9 ya bu ?”.Anindya bertanya kepada ibunya,padahal dia kenal betul dengan Bu Mirah karena ia adalah langganan di toko kue ibu, namun sayangnya Anindya hanya belum tau alamat bu Mirah.

“ Iya, nanti kamu tinggal belok kanan dari halte bus nanti ketemu perempatan terus belok kiri.. nah nanti untuk nyari Jalan kartini tinggal belok kiri lagi, kalau engga salah blok 9 ada di kanan jalan.Kalau belum ketemu kamu coba aja tanya ke tetangga deket deket sana ya”.Jelas Amanda dengan panjang lebar.

“ O..Oke bu nanti biar Anin tanya sama tetangga deket deket sana biar ga nyasar.. ya uda Anin pamit dulu ya bu daaa”. Ucapnya sambil segera pergi keluar rumah dengan pakaian kaosnya yang berwarna hitam polos dan celana putih selutut dengan modal sandal jepit ber merk Swallow yang pas dan sederhana di kedua kakinya yang mini.

----------------------------------------------------------
Jarak antar rumahnya dengan Jalan Kartini lumayan jauh apalagi dengan berjalan kaki bisa ditempuh selama 2 jam.Tapi Anindya sama sekali tidak mengeluh ia sudah terbiasa melawan betapa beratnya dunia, terlebih ketika ia dan ibunya yang ditinggal pergi oleh Ayahnya yang saat itu sedang melakukan perjalanan bisnis, tapi entah sampai sekarang belum kembali juga ,padahal selalu ditelpon oleh ibunya, entahlah selama 3 tahun terakhir Anindya dan ibunya tidak pernah mendapat kabar sama sekali dari Sang Ayah.

“ Hari ini tumben banget halte bus lagi rame-ramenya padahal lagi hari libur”.
Anindya melihat banyak orang berlomba-lomba menaiki bus agar kebagian tempat duduk karena tidak rela berdiri selama perjalanan yang bisa-bisa membuat badan mereka nyeri dan kram otot.

Anindya kembali melanjutkan perjalanannya menuju Jalan Kartini.Ia berhenti sebentar karena lelah berjalan dan melirik sekitarnya, ia  melihat anak perempuan seusianya tengah duduk di pinggir jalan dengan memegang perutnya seperti orang kelaparan.Anindya menghampiri anak tersebut.

Permisi, kamu kenapa duduk disini ?,nanti bisa ditabrak orang kalau tidak sengaja membelokkan motor.” Tanyanya dengan sopan
Anak perempuan itu menoleh kebelakang lalu melihat Anindya yang berjongkok di hadapannya.

“Ka..kamu siapa ?”.Tanya gadis itu

“ Oh iya maaf aku lupa. Kenalin namaku Anindya bukan Sivha”.Anindya mengulurkan tangan kepada gadis tersebut untuk mengajak berkenalan.

“ Memang kenapa namamu bukan Sivha ?”.Tanya gadis tersebut dengan polos berhasil membuat Anindya tertawa.

“ Astaga, hehehe maksudku biasanya kaya Siva di ANTV itu lo, yang bilang Namaku Siva, aku adalah siva, jangan panggil aku anak kecil paman, soalnya aku ga jago naik sepeda kaya dia” Ucap Anindya sambil mengikuti gaya bicara Shiva.

“ Astaga kamu ini bisa-bisanya”.Gadis itu menggelengkan kepalanya lalu tertawa padahal lelucon itu sangatlah garing.

“ Btw, nama kamu siapa ?”

“ Aku Dila” .Ucap gadis tersebut sambil tersenyum senang

“ O iya kamu kenapa disini ? sambil megang perut lagi,perut kamu sakit ?”.Tanya Anindya dengan wajah cemas

“Engga papa kok aku cuma mikirin gimana caranya nyari uang biar bisa beli makan, soalnya ayah ama ibukku udah pergi ninggalin aku dari kecil dan aku cuma tinggal sama kakekku sekarang,tapi-“

“ Tapi kenapa la, kakek kamu sakit ?”Anindya bertanya karena melihat muka Dila yang mulai sedih tapi tetap tersenyum seolah tak ingin bahwa dunia tahu isi hatinya sedang kacau sekarang.

"Hm.. Iya.Aku lagi bingung gimana caranya nganter kakek ke dokter atau beli obat sementara aku belum punya uang sama sekali”.Dila berkata seperti orang yang sudah berputus asa karna tak tahu harus berbuat apa, bahkan sebelumnya dia sempat mengamen di pinggir jalan, berjualan gorengan serta sayur mayur tapi karna dagangannya difitnah yang menyebabkan   sepi pembeli karena rumor yang beredar bahkan menjadi buah bibir di kalangan tetangganya.

“ Astaga, kalau kamu mau aku cuma punya uang Rp 20.000, mungkin uang ini bisa bantuin kakek kamu untuk beli obat” Anindya mengeluarkan uangnya dari saku lalu ingin memberikannya kepada Dila.

“ Tidak apa Anin, kamu juga pasti perlu dengan uang itu , nanti aku bisa berjualan atau paling tidak bekerja di warung makan sekitar sini, kamu bawa aja uangnya nanti kamu pasti perlu.” Dila menolak uang pemberian Anindya meskipun saat ini dia sedang memerlukan uang itu untuk segera membantu kakeknya, tapi Dila tidak mungkin mengambil uang dari orang yang juga membutuhkan uang tersebut untuk bisa bertahan hidup.

“ Tidak apa, kamu ambil aja.Sekarang kamu lebih perlu uang ini daripada aku, lagi pula kamu masih kecil terlalu berat untuk bekerja seperti orang dewasa”. Ucap Anin, awalnya uang tersebut ingin ia pakai untuk membeli perlengkapan sekolah.Mengingat bahwa sekolahnya harus terhenti karena ia tidak bisa membayar uang sekolah, jadi sekarang ia tidak begitu perlu dengan uang tersebut.

“Hmm tapi”

“ Tidak apa,ambil aja la”.Anindya meletakkan uang tersebut di tangan Dila.

“ Terima kasih Anin, terima kasih banyak aku sangat bersyukur hari ini bisa ketemu sama kamu”. Dila menerima uang tersebut dengan senang hati dan penuh syukur.

“ Ya sudah sekarang kamu bisa langsung beliin obat untuk kakek kamu”.Anindya kembali berdiri dan membangunkan Dila yang sedang duduk.

Dila mengangguk

“ Oke, kalau begitu aku pergi duluan ya,terima kasih sekali lagi Anin,daaaa...” Dila pergi dengan senang hati lalu berlari ke sebuah gedung yang terletak di seberang jalan raya untuk membeli obat.

Anin tersenyum lalu kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah bu Mirah.
Sesampainya di Jalan Kartini

“ Permisi bu, apa benar ini Jalan kartini blok 9 ya ?”.Tanyanya kepada wanita yang terlihat seusia dengan ibunya

“ Iya benar, kamu ada perlu apa ya ?”.Ibu tersebut bertanya sambil menggandeng tas di tangannya, terlihat seperti sedang buru-buru ingin pergi

“ Saya mau nyari rumahnya Bu Mirah, dimana ya bu ?”. Ucapnya dengan sopan

“ Oh rumahnya Bu Mirah, itu ada di sebelah kanan gang samping pohon mangga”.Ucap ibu tersebut sambil menunjuk ke arah rumah Bu Mirah.
Anindya menoleh ke arah yang ditunjuk ibu tersebut lalu mengangguk mengerti

“ Terima kasih bu”.Ucapnya langsung pergi menuju rumah Bu Mirah.

Ibu tersebut tersenyum lalu cepat pergi menaiki taksi online yang sudah dipesan olehnya 20 menit sebelum Anindya menghampirinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang