***
Semua orang sibuk menikmati makan malamnya masing-masing. Tak terkecuali Liam dan juga Lara. Kedua orang tua mereka sibuk membicarakan banyak hal, mulai dari bisnis, keadaan keluarga, hingga barang-barang mewah seperti tas dan perhiasan. Semuanya dibahas panjang lebar seakan tak akan ada habisnya.
Sementara Liam dan Lara hanya duduk diam, seakan menjauh dari hiruk-pikuk orang-orang. Mereka duduk berhadapan di meja putih panjang, penuh dengan lilin yang tersusun rapi.
Hanya ada keheningan panjang diantara mereka. Dari pada mengobrol atau sekedar bertegur sapa, mereka lebih memilih diam dan fokus pada piring nya masing-masing.
"Udah lama ya semenjak terakhir kali ketemu Lara, sekarang kamu udah besar, cantik banget, persis kayak mamanya" ucap nenek tiba-tiba sambil tersenyum ramah pada Lara.
Ucapan nenek itu membuat semua orang kini jadi melihat kearah Lara.
"Makasih nek." ucap Lara sambal tersenyum kecil.
Tatapan semua orang yang tertuju padanya membuatnya merasa gugup dan kikuk. Meski ini bukan pertama kalinya orang memujinya cantik, tapi kali ini berbeda. Tatapan-tatapan itu membuat Lara sedikit tidak nyaman.
"Padahal, rasanya baru kemaren nenek gendong-gendong kamu. Liat kamu main kejar-kejaran di rumah bareng Liam. Sekarang kamu udah besar aja. Waktu ternyata cepat berlalu yaa" jelas Nenek, ia menatap Liam dan Lara seperti menerawang masa lalu, senyum kecil merekah di bibirnya.
Iya, keluarga Adiwijaya dan Wiratama memang sudah akrab dari dulu. Giri Adiwijaya dan Irwan Wiratama, yang tak lain adalah kakek Lara, adalah sahabat baik. Sebagai orang dari desa, mereka sama-sama berjuang di Ibu Kota, merintis bisnis mereka dari nol, hingga sekarang semua kerja keras mereka berbuah manis.
Jadi, tak heran jika sebenarnya Liam dan Lara juga sudah mengenal satu sama lain sebelum pertemuan ini. Dulu mereka selalu bermain bersama saat orang tuanya mengunjungi satu sama lain. Karena mereka sama-sama anak tunggal, chemistry mereka pun terbentuk dengan cepat. Bahkan saat itu Liam menganggap Lara seperti adik perempuannya sendiri.
Namun, saat Lara berusia 4 tahun, orang tuanya memutuskan untuk pindah ke London karena urusan pekerjaan. Sejak saat itulah chemistry diantara mereka terputus. Mereka tumbuh bersama, namun di belahan bumi yang berbeda. Karena masih kecil, semua kenangan yang telah mereka buat pun perlahan-lahan menghilang. Menyisakan ingatan samar-samar tentang satu sama lain.
" Kamu tau gak Lara?" tanya Nenek tiba-tiba.
"Apa nek?" balas Lara penasaran.
"Dulu waktu kamu pergi, setiap hari Liam nanyain kamu lo. Lara mana nek? Lara gak datang ya nek hari ini? Kita kerumahnya aja yuk nek! Padahal tuh ya nenek udah bilang kalau kamu sama orang tua kamu udah pindah, tapi dia malah gak percaya." jelas Nenek.
"Namanya juga anak-anak nek, mereka kan sering main bareng, jadi wajar lah kalau ngerasa kehilangan" jawab Mama Lara disertai dengan tawa kecil.
Sementara itu Lara melirik pria dewasa didepannya. Seakan tak percaya jika anak laki-laki yang dulu selalu bermain dengannya, kini tumbuh menjadi pria tampan yang pastinya diidam-idamkan semua wanita.
***
Mereka semua telah menghabiskan makanan utama mereka. Kini semua orang sibuk menikmati berbagai macam dessert manis warna-warni yang tersusun rapi di atas meja."Liam, Lara" ucap Kakek tiba-tiba.
Serentak, Liam dan Lara melirik satu sama lain, lalu menoleh ke Kakek. Mereka menatap Kakek dengan tatapan seakan bertanya 'ada apa?'
Kakek tampak ragu-ragu untuk melanjutkan kata-katanya. Hal itu membuat Lara kembali gugup.
***
Setelah keheningan sesaat meliputi mereka. Akhirnya, Kakek melanjutkan kata-katanya yang tertunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIAM & LARA
Teen FictionLiam Lingga Adiwijaya. Seorang laki-laki yang dikenal sangat dingin dan tak tersentuh. Tak pernah sekalipun terbayang olehnya perempuan seperti Lara Adara Wiratama akan masuk kekehidupannya yang monoton dan kaku ini. Lara Adara Wiratama. Semua orang...