"Bang Ohm, si Nanon mabok lagi nih bisa jemput dia nggak?"
"Gue masih meeti.."
"Bang dia muntah muntah nih bang —ya lord jangan muntahin pacar gue Nanon bangsat— lo jemput ya bang ini Nanonnya udah tiga kali muntah tapi nggak berenti minum."
"Gue otw Mon."
Panggilan terputus, Chimon disamping Pluem mengacungkan jempol disusul helah lega dari Pluem.
Sudah biasa Nanon akan berakhir di 21:21, salah satu club pinggiran padat pengunjung, bila Nanon tidak membawa pulang kemenangan di lintasan balap. Ditambah agaknya faktor keberuntungan yang sedang bosan berpihak. Hampir genap tiga minggu terakhir 21:21 jadi tempat singgah rutin Nanon sebelum fajar menjelang.
Mau tak mau Nanonlah yang menjadi alasan Ohm membatalkan banyaknya jadwal malam penting. Mengebut kesana kemari bukan masalah jika tujuan Ohm adalah Nanon. Karena hati berlandaskan rasa cinta tapi status masih bukan siapa siapa. Selama sepuluh tahun bersama, keduanya masih sebatas teman. Batas yang berkali-kali sudah yang lebih tua coba untuk berpikir melewatinya begitu saja. Tapi gagasan itu cuma mengendap di pikiran dan dasar hati saja tanpa adanya strategi.
21.45 Lexus Ohm Pawat menjumpai tempat parkir club. Di dekat lift Chimon dan Pluem memapah Nanon yang sudah berantakan dengan aroma alkohol. Melantur ini itu tapi ketika melihat wajah keras dengan alis membingkai tegas milik Ohm, Nanon langsung memekik tak mau pulang. Tanpa basa basi yang lebih tua mengambil tindakan, keluar mobil langsung menarik tubuh Nanon ke dalam gendongannya. Bertahan sesabar mungkin karena tangan Nanon dengan serius menjambak rambut indahnya.
Setelah si muda lesung pipi nyaman di bangku penumpang sebelah, baru Ohm berpamitan dengan sekedar lambaian tangan untuk Chimon dan Pluem.
"Banyakin istigfar ya lo kalo naksir Nanon, bang." Pekikan terakhir Chimon yang Ohm dengar untuk hari ini sebelum Lexusnya kembali melaju dibawah lampu jalanan.
Karena sudah sering menjaga Nanon versi mabuk, Ohm biasa saja melihat Nanon yang melongok keluar jendela sambil menjulurkan lidahnya. Persis anjing naik mobil.
Ohm terkekeh di samping. "Coba gonggong deh Non."
"Gguuk~"
Tawa renyah yang lebih tua adalah bentuk apresiasi terbaik atas kelakuan Nanon. Kemudia setelah bosan menyapa angin dengan lidah, lanturan panjang Nanon segera keluar bersamaan dengan rasa gerah.
"Ohm..."
"Apa?"
"Hmmm panas, mobil jadul lo gak ada acnya apa? Gue kepanasan.. ini kita mau ke neraka apa gimana sih?"
"Iya ke neraka."
Nanon cemberut, seketika dipeluknya lengan kekar Ohm.
"Mampir surga dulu yok, katanya disana ada malaikat ganteng seksi lagi."
"Kata siapa?" Ohm cuma melirik, Nanon mabuk itu sifat clingy nya menjadi jadi.
Bibir cemberut Nanon makin menjadi. Sekedar pelukan lengan sepertinya tak cukup mengambil perhatian Ohm dari aspal jalanan. Tapi perlahan mata manisnya terbelalak, pelukannya terlepas berganti menutup rapat mulutnya diikuti suara-suara mual.
Mobil Ohm melesat minggir ke trotoar. "Non, Non, santai dulu, turun turun." Ohm kapok, tak mau lagi salah satu mobil tercintanya dimuntahi kesekian kali.
Ketika Lexus hitamnya berhenti, Nanon terburu keluar, mengeluarkan isi perutnya di tempat sampah tepat dibelakang mobil Ohm.
Tapi setelah muntah bukannya naik kembali malah berteriak dipinggir palang trotoar.
"Ohm sini deh, tadi gue balapan disini!" Nanon sudah ribut mengajak temannya itu keluar. Ohm menghelah napas, tugasnya cuma memasukkan bocah itu ke dalam mobilnya lagi, mengantar pulang, kemudian tidur.
Terpaksa Ohm ikutan turun.
"Nggak menang ya?"
"Justru menang, makanya gue banggain ini lintasan gue." Katanya sedikit memekik dengan tawa. Manis lesung pipi Nanon menarik senyum tulus Ohm menyambut.
"Terus kenapa mabok?"
"Sini deh." Pertanyaan yang lebih tua hanya disambut uluran tangan tanpa jawaban.
Bukannya tangan, hanya alis Ohm yang bereaksi. "Panggil kakak."
"Oke, kak Ohm sini."
Ohm menggapai uluran tangan yang menunggunya. Nanon sendiri dengan mata berbias taburan bintang menuntun Ohm lebih dekat dengan palang jembatan.
Yang tidak Ohm kira adalah posisi mereka yang begitu dekat. Nanon menjepit dirinya sendiri diantara tubuh besar Ohm dan palang pembatas jembatan. Ketika otak Ohm Pawat berkerja keras mencari jawaban, tangan Nanon perlahan mengalung di lehernya. Mata tajamnya beradu tatap dengan manik sayu Nanon.
"Kak Ohm.." lebih seperti bisikan, tiupan angin tepat di bibir Ohm. "Ternyata menang kalah balapan nggak ngasih Non apa yang Non mau." Bibir merah mudah itu cemberut lagi.
Ohm kelu. Pikirannya kosong. Untuk sekedar berpikir saja tidak mampu karena Nanon.
"Non dapet apa yang Non mau waktu sama kak Ohm.. cuma sama kak Ohm."
Hening beberapa saat, Ohm kehilangan kata katanya.
"Apa yang Nanon mau?" Agak terlambat bertanya tapi dapat Ohm pastikan hatinya mantap.
Senyum Nanon tersungging lebih lebar. "Mau menang."
Kesal menghantam keyakinan Ohm Pawat. Nanon itu mabuk untuk apa diseriusi.
"Ayo pulang." Makin pusing saja Ohm ini.
"Kok kakak yang kesel." Nanon tidak mau bergerak seinci pun karena tarikan yang lebih tua. Yang lebih muda itu juga lelaki, hampir seimbang dalam kekuatan, namun sebagai pemilik hati Ohm porsi Nanon mendominasi.
"Harusnya Non yang kesel, bulan lalu hampir dua minggu kita cuma video call tanpa ketemu trus dua minggu berikutnya kakak susah banget dihubungin karena kerjaan kakak, Non mau menang. Kakak ngerti gak sih?"
"Non kayak gini karena... apa itu namanya?... ka..ngen.. nah Non kangen kak Ohm."
Harus bagaimana Ohm kalau sudah begini? Pertanyaan itu cuma akan membuat Nanon makin kesal. Melihat wajah bingung Ohm saja sudah membuat Nanon ingin melempar pria itu ke bulan.
"Kak Ohm gak peka, Non ngambek."
Lha terus?
Ohm frustasi sendiri. "Yaudah yaudah, Nanon maunya apa? Gimana? Jangan ngambek-ngambekan ah."
KAMU SEDANG MEMBACA
-drunk
Fanfictionolder Ohm Pawat younger Nanon Korapat ● bxb ● from friendzone to faenzone