Pangeran Soryung tengah meneguk minumannya bersama beberapa tamu yang datang ketika Sol-Kang datang dengan wajah serius memberi isyarat pada pemuda itu.
"Tuan-tuan... sepertinya saya harus pamit, istri saya menunggu!!! Hahahahahaha!!!" Pangeran Soryung tertawa di akhir kalimatnya.
"Aigooo-ya...anda benar-benar tidak bisa menahannya lagi, hahahahahaha!!!!" goda yang lain.
"Permisi!!! Saya permisi!!!" Pangeran berlalu dengan tawa mengembang di wajahnya namun ketika kakinya mulai menuruni satu persatu anak tangga senyumnya meredup dan wajahnya menegang.
"Mama."
"Dimana mereka?!" Pangeran Soryung menyerahkan botol araknya.
"Desa gyeonsun!" Sol-Kang menjawab cepat seraya menerima botol arak dari Lee Gak.
Mereka kemudian pergi dengan tergesa. Dari jauh Tuan Besar Kim yang baru tiba bersama putera pertamanya memperhatikan kepergian menantunya tersebut, senyumnya tiba-tiba mengembang tipis.
******
Malam setelah pernikahan adalah malam yang menakutkan bagi Dam-Hi, ia sudah bersiap dengan belatinya berjaga-jaga jika Pangeran Soryung akan menyentuhnya seperti terakhir kali mereka bertemu dulu, jantungnya berdegup dengan sangat kencang matanya terus menatap kearah pintu yang sewakt-waktu akan terbuka dan menampakkan wajah sangat pemuda yang kini berstatus sebagai suaminya tersebut.
Diluar suara pesta masih terus terdengar begitu riuh padahal hari sepertinya sudah sangat larut sangat-sangat-sangat larut namun dentingan cawan yang beradu serta music yang menderu masih benar-benar jelas terdengar, Gelak tawa para Bangsawan tua serta ucapan-ucapan mengoda dari para Gisaeng yang menemani juga masih terdengar.
"Apa mereka akan tinggal hingga fajar??" gumamnya kesal seraya menatap kearah pintu.
Haaah—Dam-Hi menghela nafas sambil masih memegang belati di tangannya. (Persediaan Belati Dam-Hi masih banyak, hahahahahaha)
SREEEKKKK!!! Tiba-tiba pintu di buka dan Dam-Hi terlihat waspada, Lee Gak masuk namun dengan keadaan yang terluka, ia berjalan sempoyongan dengan tangan yang berlumuran darah.
"A-apa—apa yang terjadi?"
Lee Gak memandang kearahnya dengan pandangan nanar kemudian tubuhnya ambruk.
Dam-Hi segera bangkit dan menghampirinya, melihat pemuda itu tak berdaya didepannya pikirannya berkecamuk, Haruskah ia membunuhnya? Haruskah ia membiarkannya dalam keadaan sekarat, jika ia membiarkannya dan pemuda itu mati maka tugasnya selesai dan ia juga bisa bebas kembali, tidak masalah baginya jika menjadi janda di usia muda.
Namun sepertinya perasaannya tengah bertarung saat ini, pikirannya mengatakan bahwa ini adalah kesempatannya untuk terbebas dari semuanya namun hatinya begitu simpati melihat keadaan tak berdaya suami tampannya tersebut.
"Aeehhh—" gadis itu tiba-tiba ragu, ia bersimpuh di samping Lee Gak dan memeriksa keadaannya "—Ada apa denganmu? Akan ku panggilkan tabib!" Dam-Hi hendak pergi namun Lee Gak mencegahnya dengan memegang lengan gadis tersebut cepat.
"Jangan membuat keributan," ucapnya lirih.
"Apa?!" Dam-Hi mendekatkan telinganya pada bibir Lee Gak.
"Jangan membuat keributan."
"Jangan membuat keributan? Tapi kau sedang terluka? Harus ada yang mengobatimu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
As a Flower Bloom and Fall (LANJUT KARYA KARSA)
Fiksi Sejarahmenjadi puncak Rantai makanan bukanlah sesuatu yang mudah, Keluarga Kim memanjat kekuasaan tersebut dengan mengorbankan banyak nyawa sebagai pijakannya dan Mendiang Selir Agung tak luput dari pengorbanan tersebut bahkan menjauhkan putra-nya, Pangera...