Bagian 16 ⅓

104 6 0
                                    

Satoru mendapatkan panggilan dari pihak rumah sakit yang memberitahu istrinya di ruangan gawat darurat--yang sekarang tengah di periksa lebih lanjut pihak medis.

Ayah dua anak tersebut kini tengah panik setengah mati, sekretarisnya Nanami membatalkan semua pertemuan klien yang akan mereka planing beberapa hari sebelumnya, dan di sini mereka terjebak macet di jalanan Shibuya.

"Gojo-san, tenang sebentar"

"Aku ngga bisa tenang!!"

Satoru terlihat kalut, keningnya mengerut dengan ekspresi panik dan khawatir bercampur dengan keringat yang penuh di wajahnya. Tangannya gemetar, ada apa yang terjadi? Satoru tahu betul istrinya baik-baik saja pagi tadi di rumah mamanya, dia masih menyapanya tadi pagi, mencium tangannya dan memeluknya. Kenapa bisa seperti ini, pikiran si rambut salju tidak karuan. Dia khawatir istrinya kenapa-kenapa, di tambah lagi--apa Ijichi sudah menjemput anak-anaknya pulang dari rumah guru private mereka atau tidak.

"Telepon Ijichi, anakku sudah dia jemput belum" kata Satoru.

Deru nafasnya tidak stabil, putus-putus dengan detak jantung yang berlebihan. Pikiran negatif selalu muncul di benaknya dan tidak bisa keluar, terjebak di sana bagai balok dadu.

"Dia sudah menjemput si kembar"

"Syukurlah" kata Satoru, menghela nafas lega anak-anaknya baik-baik saja.

.
.
.

Rumah sakit tempat dimana Satoru sangat membencinya kerutan wajah percaya dirinya hilang di gantikan kerutan takut dan kecewa bagi Satoru. Dia melihat ibunda dan ayahnya duduk menunggu di ruang tunggu pasien.

"Bunda" sahut Satoru setengah berlari.

"Satoru" Satoru memeluk ibundanya, beliau sudah berlinang air mata dengan wajah khawatir dan ketakutan.

"Ada apa... kenapa Hime bisa disini" tanya Satoru.

"Uta tadi menolong bunda"

"Menolong? Dari apa"

Ibundanya menatap mata anaknya begitu dalam seraya meminta maaf karena merasa bersalah menantunya terluka.

"Uta-chan, tertabrak mobil. Dan bunda masih ingat plat mobil itu *Tokyo581, dan mobilnya mini cooper"

Satoru terhentak atas kenyataan yang memukulnya begitu telak, karma ternyata nyata. Dia menggeram marah dengan tangan di gepal erat, ibunda dan ayahnya menatap putranya yang terlihat kesakitan.

"Satoru, duduk nak" kata ayahnya.

Dia mengusap punggung putranya dengan pelan mencoba membuang beban Satoru dari pundaknya.

"Aku tahu... *hiks* mobil siapa itu"

"Mau aku laporkan" usul Nanami yang hampir terlupakan.

"Tidak, jangan dulu. Jangan gegabah Nanami, aku ingin melihat kondisi, Hime dulu"

Suara larian datang dari arah lorong, kedua anak kembarnya yang baru saja pulang dari sekolah private mereka ada disini, mengadu amarah mengetahui terjadi sesuatu. Ibunda dan ayah Satoru menatap putranya bertanya-tanya kenapa membawa cucu mereka ke rumah sakit.

"Mereka terlalu pintar untuk di bohongi, bunda... ayah" kata Satoru memasang senyum pasrah.

"Papa" kata si kembar, mereka menangis sesekali melihat pintu besar tertulis ruang operasi, si kembar memiliki feeling kuat atau mungkin kontak batin yang begitu kuat pada ibu mereka kalau Utahime terjadi sesuatu. Mereka seakan bisa menebak ini bukan salah papa mereka atau nenek-kakek mereka, tapi orang lain yang sengaja menyelakai mama mereka.

Look at me (HIATUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang