49 - Heart to Break

1K 121 11
                                    

One look at you, I'm powerless
I feel my body saying yes
Where's my self control? Ah
And when you touch me, I'm a fool
This game I know I'm gonna lose
Makes me want you more

Even if it means that I'll never put myself back together
Gonna give you my heart to break
Even if I'll end up in shatters, baby it doesn't matter
Gonna give you my heart to break
I tried to fight, but I can't help it
Don't care if this is my worst mistake
'Cause no one else could do it better
That's why I give you my heart to break

🎶

Wow. Aku tidak tahu sudah berapa kali lagu Heart to Break yang dinyanyikan oleh Kim Petras kudengarkan. Ketika lagu lain akan bermain, aku terus menekan tombol previous dan suara Kim Petras sekali lagi mengalun. Ini terjadi sejak seminggu lalu, tepat saat aku menerima tugas pertama di kantor. Aku sedang mendengarkan lagu secara acak dari Spotify dan lagu itu tiba. Liriknya mewakili perasaanku, mungkin itulah alasan aku tidak berhenti mendengarkannya.

"Hei, Ava, mau makan siang bersama?" Itu suara Lauren, wanita yang menempati kubikal di depanku. Dia berkulit putih terang, berkacamata, dan berambut lurus yang selalu diikat ponytail. Bisa dibilang, dia orang pertama yang mengajakku berkenalan dan cukup ramah--bahkan terlalu ramah sampai aku kewalahan menghadapinya.

Aku melirik jam di ponselku sebentar sebelum mempertimbangkan apakah aku harus menerima ajakannya atau tidak. Namun, perutku tidak benar-benar lapar saat ini. Terlebih lagi, lagu Heart to Break masih berputar dan aku ingin mendengarkannya sampai habis.

"Maaf, tidak dulu, Lauren. Perutku sedang tidak enak."

Dalam sekejap dia memamerkan wajah panik. "Apa kau memerlukan obat? Atau salep untuk menghangatkan perutmu?"

"Oh, tidak perlu. Ini hanya sakit perut biasa, akan hilang sendiri nanti." Kutunjukkan senyum terbaik untuk membuktikan kalau kondisiku tidak seburuk yang dia pikirkan.

"Baiklah. Katakan saja kalau kau mau aku membelikan sesuatu."

Aku mengangkat jempol dan mengucapkan terima kasih. Dia pergi setelah itu. Tadinya aku merasa bersalah kalau dia hanya makan sendirian, tetapi semua itu sirna ketika dia menghampiri sekelompok wanita yang mungkin sudah menunggunya. Betapa menyenangkannya mengenal banyak orang seperti itu.

Aku kembali melanjutkan tugas; membuat komik digital singkat untuk iklan biskuit. Sketsa kasarnya sudah selesai kubuat sejak tadi pagi dan itu menghabiskan waktu lama karena aku belum terbiasa menggambar secara digital. Sekarang hanya tinggal dipertegas garisnya dan diwarnai, tetapi aku belum melakukannya karena ada hal lain yang harus diselesaikan lebih dulu.

"Hei, Ava." Troy menyapa dan duduk di kursi kosong di sebelah kananku.

"Apa yang seorang COO lakukan di sini?" Kupastikan wajah ini tersenyum.

"Hanya ingin memberi tahu kalau aku mengirim foto-foto yang harus dimuat di katalog." Dia tersenyum, seolah-olah baru saja melakukan sebuah kebaikan. Sejujurnya itu agak aneh, karena dia harus turun ke lantai tujuh dari lantai lima belas.

"Kau punya ponsel dan nomorku, aku yakin kau tidak lupa kegunaannya untuk apa."

Dia hanya diam. Aku tidak mengira kalau ucapanku tadi akan membungkamnya. Kalau keberadaannya di sini sekadar untuk merayu--maksudku, seperti film-film romansa kantor yang sering ditonton Hyunjoo--kuharap itu akan berhasil. Mungkin aku belum benar-benar ingin berhenti menyukai Alby, tetapi aku sadar selalu ada batasan untuk banyak hal, termasuk batasan untuk terus memikirkan pria yang tidak akan pernah membalas perasaanku.

Heart to Break [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang