Celine memandang ke langit-langit kamar. Sekarang sudah hampir setengah bulan setelah kejadian itu. Darren akhirnya ditangkap, tetapi tak mendapatkan hukuman, hanya peringatan. Hampir sama seperti dahulu, tetapi setidaknya kali ini dia benar-benar sudah tak dapat mengganggunya sementara waktu.
Ya ... sementara waktu.
Dering telepon tiba-tiba terdengar, membuatnya segera bangkit dari posisi terlentang dan mengambil perangkat elektronik yang berada di atas nakas. Nama panggilan Melati terpampang pada layar, membuatnya segera mengangkat tanpa banyak tanya.
"Wéi, kenapa, Me?" tanyanya sedikit heran. Melati memang tak menghubunginya semenjak awal bulan. Katanya dia ingin fokus mempelajari beberapa aplikasi menggambar digital. Titah dosen, begitu alasannya waktu itu.
"Mau makan empek-empek bareng nggak? Kamu jemput ke kosanku, ya? Aku mager ke rumahmu." Suara Melati terdengar lelah, tetapi dibuat-buat.
Celine terkikik. "Iya, iya, Celine jemput ke sana. Kapan ke sananya?"
"Sekarang aja. Bisa?"
Celine manjawab bahwa dia mampu. Selepas itu, telepon langsung ditutupnya seusai mengucapkan selamat tinggal.
Gadis itu menaruh telepon di atas kasur, kemudian turun dari sana. Dia melangkah menuju lemari dan mengganti pakaian menjadi lebih pantas. Setelah itu, segera menyusul Melati dengan sebelumnya berpamitan pada ibunya.
"Kalau merasa ada yang ngikutin, telepon Mama, ya?" Shani berpesan sebelum Celine membuka pintu.
Gadis bertopi merah jambu itu tersenyum kecil. "Iya, Ma." Kemudian pergi meninggalkan rumahnya.
Karena kebetulan sekarang adalah hari Minggu, maka jalanan di sekitar rumah Celine menjadi sedikit ramai. Beberapa anak-anak kecil yang biasanya masih berada di sekolah, terlihat bermain bersama di pinggir hingga tengah jalan-bersepeda atau berkejar-kejaran. Ketika dilewati rombongan anak kecil yang bermain sepeda, gadis itu sedikit terkejut, tetapi untungnya saja dia bisa mengendalikan diri. Tepatnya, sepertinya kini tubuhnya mulai sedikit terbiasa dengan ramai. Dalam hati, dia bersyukur. Sepertinya pelan-pelan, mulai membaik. Itu bagus, bukan?
Celine menghentikan langkah ketika sampai di depan rumah bertingkat itu. Dia memandang rumah itu sebelum akhirnya menghubungi Melati
Celine tunggu di luar?
Iya, tunggu aja di luar, Celine
Sebentar lagi aku turun, kok
Tapi kalau mau masuk, nggak papa, ada Lisa di dalam.Gadis itu mengintip halaman rumah singgah Melati yang dipenuhi beberapa penghuni. Dia menelan ludah. Tubuhnya sedikit merinding, sepertinya dia belum benar-benar terbiasa dengan situasi ramai. Atau mungkin saja karena mereka seumurannya? Entahlah, dia sendiri juga tak mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Namun, tak ada salahnya juga menunggu di luar. Toh, Melati bilang dia sebentar lagi datang, kan?
Akhirnya, keputusan untuk menunggu di luar pun diambil. Sembari menunggu kawannya itu keluar dari rumah kos, dia mencoba mengalihkan diri dengan berbagai unggahan yang tersebar di beranda media sosialnya. Setidaknya, dengan mengalihkan diri, dia jadi sedikit tenang. Setidaknya seperti itu.
"Telin!" Suara panggilan Melati membuat gadis itu menoleh. "Yuk!"
Celine mengangguk dan segera berjalan bersama Melati, meninggalkan kosan, menuju ke tempat makan. Tempat yang juga merupakan tempat pertama yang dikunjunginya setelah lama mengasingkan diri dalam rumah hingga tak mengenal apa yang berada di luarnya.
"Ngomong-ngomong, kita udah lumayan lama enggak bareng, ya? Maaf karena baru nyempetin sekarang. Aku harus banyak latihan untuk pembelajaran berikutnya. Apalagi masih banyak ilmu yang ternyata belum kukuasai secara baik di tiga bulan semester pertama," ujar Melati merasa bersalah. Namun, dia memang jarang berinteraksi dengan Celine, bahkan setelah kejadian itu. Walaupun hubungannya tak renggang, tetapi entah mengapa dia merasa bersalah. Mungkin karena dia sudah lama menjadi sosok yang berada di sisi gadis oriental itu. Mengenalnya dan ikut merasakan sakitnya. Benar-benar terlalu menyatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lovely Princess
Fanfiction[TAMAT] (16+) Bijaklah mencari bacaan agar terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan. Peringatan: Semua yang tertulis merupakan fiksi belaka. _________ Hampir tiap malam, mimpi itu selalu menghantui Celine. Bukan sekedar mimpi buruk, tetapi juga me...