Bab 20 Perjalanan Pulang

6 1 0
                                    

Barisan pepohonan menyapa sepanjang perjalanan, desa yang begitu indah dan bersih membikin jiwa lebih nyaman.

Alphard Runi sangat enak ditunggangi, tak dibiarkan udara panas lolos menyelinap sedikit pun, hingga kelopak mata Meisya begitu berat; kantuk telah menggerogotinya.

Pemandangan yang disuguhkan berlalu saja tanpa disantap matanya lantaran matanya sudah terlelap, bertualang di alam mimpi.

"Stop Runi, jangan menggodaku!"

Kedua pak loreng itu terbelalak karena semburan suara pekik itu, mereka pun cengengesan mendengarnya.

Kelopak mata itu perlahan membelah, hingga kornea mendapatkan lukisan wajah sahabatnya itu.

"Hmmm, Runi hebat juga ya bisa menyelinap sekejap tanpa sepengetahuan kita," desis Yudha.

"Secarakan Runi, seorang raider, hahaha," respon Revan dengan ekor matanya penuh ejekan.

"Apaan sih kalian, bahas Runi," katanya dengan nada ketus.

Tapakan roda-rodanya nyaris seperti blender, lubang-lubang besar dan kecil andil meriasi wajah jalan, bahkan ada juga yang terlalu dalam seperti kolam renang jika turun hujan lebat. Beberapa dari pengemudi menyemburkan serapah saat melewati jalan itu.

Suara gelegar dari belakang seperti petir yang sedang menumbangkan pepohonan, pekikannya sungguh membikin gendang telinga mengamuk pilu kesakitan.

Perlahan Alphard putih itu pun mengurungkan niatnya menggelindingkan keempat penopang raganya.

"What's wrong?"

"Entahlah Bu dokter! Ayo keluar lihat!"

"Maksudmu, hanya aku yang keluar?"

"Iya, cepatan!"

"Enak aja kamu Yud," jawabnya judes

"Kamu aja Revan, siapa tahu ada cewek cantik lewat bisa loh digaib."

"Yud, masalah genting kayak gini dijadikan komedi, Parah banget kamu," tuturnya seraya membuka pintu mobil menuju suara itu berasal.

"Yud, Mei, kesini cepetan!"

"Apaan sih si Revan bikin panik aja, paling piawai dia bikin onar," celoteh Yudha.

"Ya udah kita turun yuk!" Ajak Mei.

Seorang terlentang di bawah punggung mobil berlumuran darah tak sadarkan diri tertimpah raga motor yang dikendarainya. Berambut panjang sedikit beruban, wajah pucat pasih, tanpa gincu yang meriasi bibir kecilnya.

"Punggung mobilnya tidak apa-apa kan?"

"Ih apaan sih kamu, Yud, ini orang sedang sekarat gak usah tanyain mobilnya," hardik Mei seraya mencubiti lengan kekar Yudha.

"Iya, iya, Nyonya Runi."

"Apaan sih!"

"Woi, kalian jangan berantem mulu, tolongin wanita ini!"

"Siap komandan!"

"Mei, kamu 'kan seorang dokter, periksa cepat!"

"Siap laksanakan," jawabnya lantang seraya hormat.

Mei terbelalak, lalu bergeming berpikir tentang sesuatu keanehan yang belum pernah ditemuinya.

"Wanita ini kenapa, Mei."

"Becareful!"

"Maksud kamu, wanita ini tidak bisa tertolong lagi?"

Jemarinya yang mungil mendarat ke kuping Yudha dengan nada aksara belum meluncur sebab seketika kehadiran komplotan penjahat dengan senyum piciknya yang disuguhkan menghentikan aktivitas itu.

Senapan Yang Penuh Keajaiban (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang