Hello terimakasih sudah mau baca cerita ini :)
Perkenalkan namaku Farhan aku tinggal di Buton tengah tepatnya di mawasangka induk. Aku di kenal sebagai anak yang periang aktif dan pintar hehe, bukan menyombongkan diri tapi aku memang selalu tanggap dalam memahami pelajaran yang di berikan guru aku bersekolah di sekolah menengah atas yang berada cukup jauh dari rumahku. namun, aku selalu semangat untuk pergi sekolah dan belajar.
........................................................................
"Huh lama sekali jam belajar ini selesai " ucapku memang mata pelajaran yang sedang aku ikuti saat ini adalah mata pelajaran yang cukup sulit aku pahami mata pelajaran nya adalah biologi. Yap, aku kurang menyukai mapel ini karena aku lebih suka melakukan penghitungan angka di banding menghafal materi mapel ini. Selang beberapa menit akhirnya pelajaran ini pun selesai
"Baik anak-anak tugas yang ibu berikan tadi jangan lupa di kerjakan yah" ucap ibu Yanti a.k.a guru mapel biologi guru ini sedang mengandung maka dari itu kami sekelas heran dengan dia yang masih berani untuk mengajar padahal di usia kandungan nya yang sudah memasuki bulan ke-8.Tak lama kemudian bel pulang pun berbunyi aku segera mengabsen online lewat aplikasi yang telah di buat oleh sekolah, aku bangga dengan sekolahku yang walaupun berada di pelosok sekolah kami tidak mengalami ketinggalan pelajaran dan fasilitas yang memadai.
"Huh balik lagi ya kerumah? Kapan berakhirnya sih?" Ucapku pada diri sendiri, aku berjalan sendiri melewati hutan yang di tumbuhi oleh jambu monyet yang lebat aku lewat sini karena tidak ingin berpanas-panasan di bawah terik matahari, kasian kan kulitku yang sudah ku rawat jadi belang karena matahari siang yang panas banget? Setelah berjalan beberapa saat aku kemudian sampai ke rumah. Mungkin bagi bagi anak lain rumah adalah tempat ternyaman yang dapat memberikan perlindungan kepada mereka, namun tidak bagiku rumah adalah tempat neraka ku di mulai. "Assalamualaikum Farhan pulang mah,ayah" ucapku namun tak di gubris oleh mereka namun tak berselang lama kakakku yang sedang kuliah online memanggil mereka dari kamar " mah, ayah kesini dulu ada yang mau aku bicarakan" katanya "Iyah bang mamah sama ayah bentar lagi datang" ucap ibuku. Sesampainya mereka di kamar kakak ku kakakku langsung berkata "mah,yah aku pengen ganti laptop baru laptop yang ini udah gak kekinian" ucapnya,padahal dia baru mengganti beberapa perlengkapan elektronik nya beberapa bulan yang lalu. Jujur aku iri dengan Abang dan adekku yang selalu di manja dan di berikan apapun yang dia inginkan, sangat berbanding terbalik dengan diriku yang di perlakukan bak seorang anak angkat. Bayangkan, setiap sebelum pergi sekolah aku selalu di suruh membuat sarapan dan membersihkan rumah dan pada saat aku pulang sekolah aku langsung di suruh membereskan meja makan yang mereka telah gunakan tanpa menunggu ku pulang tak jarang pula ibuku tidak memasak dan hanya membeli makanan pas pas-an untuk mereka saja tanpa mengingat ku.
"Mah hari ini gak masak?" Tanyaku pada ibu "enggak kamu masak sendiri kan kamu sudah besar jangan manja" ucapnya acuh "tapi mah aku capek sebelum pergi sekolah nyiapin sarapan dan beresin rumah,lalu jalan kaki ke sekolah" ucapku "jadi kamu gak ikhlas kerja bantuin orang tua? Ingat siapa yang ngasuh kamu dari kecil sampai sekarang!" Ucapnya dengan nada tinggi "maaf mah Farhan inget kok" ucapku, yah memang selalu seperti itu hanya aku saja yang di perlakukan berbeda dari ke 3 saudara ku aku hanya bisa pasrah di perlakukan seperti ini dan berharap suatu saat nanti orang tuaku akan berubah untuk tidak pilih kasih terhadap ku.
"Mah boleh gak aku minta di beliin handphone baru karena handphone yang aku pake sekarang udah jadul banget dan kadang enggak bisa buat ngabsen di sekolah?" Tanyaku kepada ibuku "mamah lagi enggak ada uang lagian cuman absen aja kan? Minta tolong dong ama temen kamu kan kamu punya banyak temen gak kayak kakak kamu yang temennya dikit aja, mamah lengkapi kebutuhan dia karena dia kurang bisa bergaul dengan sekitar karena mamah gak mau dia sedih!" Ucapnya "t-tapi mah kalau untuk Abang sama Adek kok ada pas buat aku gak ada? Maaf mah bukan aku membantah tapi kapan kebutuhan aku kalian penuhi? Mulai dari sekolah bahkan sampai kebutuhan sehari-hari aku cari sendiri mah!" Ucapku dengan perasaan sakit hati yang mendalam
"Diam kamu, kamu harusnya bersyukur di sekolahin dan di rawat dari kecil" ucapnya. Kapan aku bisa bahagia? Panggil aku ke pangkuan mu tuhan aku sudah tidak sanggup di perlakukan seperti ini oleh keluarga ku sendiri, setelah pertikaian antara aku dan ibuku aku kemudian pergi dari rumah untuk menetralkan pikiran ku hatiku rasanya bagai teriris mendengar ibuku mengatakan hal itu "masih mending di sekolahin dan di rawat kamu" kata-kata itu tenrgiang-ngiang terus di kepala ku sampai membuat ku pusing kemudian aku berjalan ke arah pantai yang sepi dan sunyi. Senyap, tenang damai dapat membantu menetralkan pusing di kepalaku "kapan ya aku bisa sama kayak teman-teman ku yang di sayang ortunya? Kapan bahagia ku di mulai? kapan aku bisa rasakan bagaimana kasih sayang orang tua yang sebenarnya?" Pertanyaan itu selalu terulang di kepalaku tak lama kemudian matahari terbenam dan aku segera beranjak dari tempat itu.
Sunset adalah satu dari sekian banyak hal yang dapat membuatku tenang, aku tidak tau kenapa tapi yang pasti hal-hal sepele seperti ini memiliki banyak sekali manfaat untuk diriku
Seperti dapat membuatku lupa akan perbuatan orang tua ku yang sangat tidak adil kepadaku.Setelah sampai di rumah aku langsung masuk kamar dan merebahkan tubuh ku di spring bed
Belum lama aku terlelap aku sudah di bangunkan oleh ibuku "Farhan bangun jangan tidur pada saat Maghrib sana salat dulu! Lalu masak makan malam" teriaknya di balik pintu kamar ku "iya mah" Balasku
Lalu aku menunaikan shalat Maghrib di kamarku dan keluar dari kamarku untuk memasak makan malam
Setelah semuanya siap aku menyajikannya di meja makan lalu aku kembali ke kamar dan tidur sampai pagi dan bangun untuk pergi shalat subuh ke masjid.
Seperti itulah kehidupan ku tanpa ada yang berubah sampai aku lulus SMA pun aku di di perintahkan untuk tidak melanjutkan perkuliahan karena kakakku memiliki biaya yang cukup besar dan orang tua ku lebih mementingkan dirinya di banding aku mulai saat itu aku bekerja serabutan mulai dari mengangkut pasir, menjadi supir truk,dan lain sebagainya untuk mencukupi kebutuhan ku sendiri namun ketika kakakku meminta untuk di kirimkan biaya untuk kuliah nya orang tuaku tak segan untuk menyuruhku memberikan uang yang aku punya untuk di kirim ke kakakku, aku sebagai anak yang berbakti tidak menolak perintah itu aku selalu mengalah dan berharap hidupku suatu saat akan berubah.
Aku mulai berpikir untuk mengumpulkan uang untuk pergi ke wedda yakni tempat tambang baru di buka ku harap dengan bekerja di sana Dapat merubah perilaku orang tuaku kepadaku namun pada saat aku meminta izin untuk pergi ke sana
"Baguslah jadi akan lebih banyak uang yang bakal kamu kirimkan untuk kakakmu, kapan kamu pergi?"
Tanya ayahku hatiku sakit pada saat dia mengatakan hal itu, padahal ada sekecil harapan bahwa aku di khawatir kan dan di larang untuk pergi ke sana karena berbahaya namun dugaan ku salah besar dia malah menyuruh ku untuk segera pergi dan hanya memikirkan saudaraku yang lain.
Aku ini anak mereka apa bukan?
Mengapa tidak pernah ada kasih sayang yang mereka berikan kepada ku?
Aku iri dengan saudara ku yang selalu di nomor satu kan oleh orangtuaku, aku iri pula pada teman-teman ku yang mendapat kasih sayang yang cukup dari orang tua mereka.
Tuhan kapan ini berakhir?
Apa dosa yang telah ku perbuat sampai-sampai engkau menghukum ku sampai seperti ini?........................................................................
Setelah beberapa tahun bekerja di tambang tersebut aku di angkat menjadi kepala pengawas tambang di sini dan kehidupan ku jadi lebih baik
Aku dapat membangun rumah di kampung dan membeli sepeda motor
Hal ini membuat orang tuaku jadi berubah terhadap ku. Mereka yang dulunya hanya cuek padaku kini mereka mulai untuk berbaik hati pafaku,dan kakakku? Dia sudah di d.o dari universitas nya karena selalu berbuat masalah di kampus dan tidak pernah masuk kuliah kini dia menjadi pengangguran yang hanya berdiam diri di kamar dan menjadi beban diriku dan orang tuaku. Orang tuaku tidak berubah padanya walau dia seperti itu dia tetap mendapat perlakuan nomor 1 di banding diriku yang hanya di nomor duakan ini yasudah lah hanya dengan mereka mulai berbaik hati padaku saja sudah membuat hatiku senang.
Aku berharap keadaan ini akan semakin membaikThe end.
Pesan moral : walaupun kamu di nomor duakan oleh orang tuamu walau pendidikan mu hanya sebatas sekolah dasar saja, jalur sukses bisa lewat mana saja dan kapan saja.
Jadi tetaplah semangat untuk mengejar cita-cita