Lima Belas

3.2K 277 33
                                    

Sore hari di jam 5, Abi pulang ke rumah. Acara pernikahan temannya ada pada jam 7 malam, sehingga ia bisa istirahat sejenak sebelum berangkat.

"Assalamualakum," ucap Abi menggema di rumah, seraya melepas sepatunya yang dipakai, Abi pun meletakannya di rak sepatu.

"Waalaikumsalam." Sahutan dari dalam dan langkah kaki mendekati terdengar. Sosok Dira yang memakai daster kesayangannya, menghampiri sang suami yang telah tiba di rumah.
Dira mencium tangan Abi dan membawa tas kerjanya. Mereka berjalan beriringan menuju ke kamar.

"Kamu tadi masak?" tanya Abi. Tangannya terulur membuka pintu kamar.

"Enggak, Mas." Dira menggeleng.

"Syukurlah, nanti 'kan kita keluar, sayang kalau nanti gak kemakan."

"Makanya itu, Dira gak masak. Hehe." Dira menyengir.

"Mas capek banget ya," tanya Dira, wanita itu berdiri di belakang Abi yang duduk di kursi. Dira memijat pundak Abi agar meringankan rasa lelah Abi. Sehingga membuat pria itu merasa keenakan. Melihat Abi tampak lelah, Dira jadi tak tega.

"Enggak juga, tapi makasih mau pijitin Mas." Abi tersenyum, menyentuh tangan Dira yang ada di pundaknya, lalu memejamkan matanya. Abi menikmati pijatan Dira yang mengurangi rasa lelahnya.

"Sama-sama." Dira mengecup pipi Abi dan melanjutkan pijatannya.

Jam setengah enam sore, Abi membersihkan diri sebelum salat berjamaah dengan sang istri. Suara adzan berkumandang, barulah mereka salat bersama.

Tak terasa sudah hampir 7 malam, akhirnya Abi dan juga Dira tengah bersiap-siap. Tentu saja, dandan yang paling lama ada sang istri, sehingga Abi harus menunggu ke depan.

"Udah siap, Mas. Ayo." Dira sudah ada di belakang Abi dan masih ribut dengan tas kecil yang akan ia bawa.

Abi membalikkan tubuhnya, pria itu terpesona dengan kecantikan Dira memakai hijab. Abi tak menyangka jika Dira akan secantik ini bila berdandan. Membuat Abi tak rela jika seseorang melihat betapa cantiknya Dira.

"Mas? Kenapa? Ada yang aneh ya," tanya Dira ketika sang suami menatapnya intens. Perasaan saat ia mengaca tadi, baik-baik saja kok. Malah cantik banget.

Abi tersenyum simpul.
"Gak ada yang aneh kok. Kamu cantik banget, Sayang," puji Abi dengan jujur. Bahkan pujian itu dari lubuk hati yang paling dalam.

Dira tersipu malu, dengan gemas ia memukul lengan Abi lumayan keras. Kebiasaan Dira sudah Abi maklumi kalau istrinya ini memang suka ringan tangan. Yah, setidaknya hanya dalam batas hal tersebut dan tidak lebih.

"Mas bisa aja deh," malunya lalu merangkul lengan Abi. Mereka menuju ke mobil untuk perjalanan ke tempat acara.

Dalam 20 menit, mereka sampai di gedung hotel yang disewa sang pengantin. Berjalan beriringan, Abi menyerahkan undangan pada petugas dan mengisi nama.

Dira takjub dengan dekorasi pernikahan ini. Begitu mewah dan banyak tamu undangan berdatangan. Dira melirik suaminya yang menggiringnya ke arah pengantin. Dira menepuk keningnya kala mengingat bahwa ia lupa membawa kado untuk pengantin perempuan. Padahal ia sudah membungkusnya sedemikian rupa.

"Mas, tadi aku udah bungkus kado, tapi lupa bawa. Gimana, Mas?" bisik Dira setengah panik.

"Mas bawa amplop kok, nanti kado kamu bisa menyul," sahut Abi juga berbisik.

"Aku malu, Mas. Tapi kalau bisa nyusul, Alhamdulillah. Tapi amplop yang Mas bawa ada isinya 'kan?"

"Jelas ada dong, masa Mas isi amplop kosong." Abi geleng-geleng kepala. Ingin mengusap rambut Dira seperti biasa, ia sadar kalau istrinya memakai hijab.

"Selamat atas pernikahannya ya."

"Terima kasih sudah mau datang, Bro!"

Dira mengikuti ucapan suaminya pada sepasang pengantin itu. Nah, sekarang gilirannya menuju ke prasmanan. Dira menjilat bibirnya kala melihat makanan yang berjejer itu begitu lezat dipandangannya. Tiba-tiba Dira merasa perutnya berbunyi menandakan ia sedang lapar. Untung saja tak ada yang mendengar bunyi perutnya itu, termasuk sang suami. Sehingga Dira tak perlu malu.

Tak tahu kenapa, Dira antusias mengambil makanan itu dalam porsi lumayan. Mau menambah lagi, Dira malu dengan ke sekeliling. Nanti ia dikira rakus lagi, jadinya Dira ogah-ogahan menuju ke meja dan duduk di kursi samping Abi.

"Yakin habis, Sayang?" tanya Abi menatap sekumpulan makanan di piring Dira. Memang sih, nasinya sedikit dari biasanya, namun lauknya yang bermacam-macam. Abi sih tidak apa-apa kalau Dira bisa menghabiskannya. Tapi kalau tak habis, Abi yakin ialah yang harus menghabiskannya.

"Memangnya kenapa, Mas? Kebanyakan ya aku ambilnya?" Wajah Dira mendung sembari menatap makanan yang masih menggugah seleranya.

Abi mengernyitkan dahinya. Sikap Dira akhir-akhir ini agak berubah-ubah. Kadang riang, kadang lesu.
"Bukan masalah kebanyakan apa enggak, cuma takut kamu gak habis, Dir. Sayang loh kalau dibuang."

"Habis kok, Mas. Tenang aja, gak akan dibuang." Dira kembali riang, wanita itu pun memakan makanan di piring dengan lahap. Tak terlihat rakus, namun juga tak pelan.

Abi menatap takjub saat makanan itu habis tak tersisa. Tadinya ia tak yakin Dira bisa menghabiskannya, nyatanya makanan itu ludes dan istrinya tampak kekenyangan. Abi menyodorkan minuman saat melihat kalau Dira tak ada tanda-tanda mau minum lagi.

"Makasih, Mas," ucap Dira seraya tersenyum. Menyesap minuman hingga tandas.

"Nah 'kan, Mas? Udah habis ini." Dira menunjuk piring yang kosong dengan penuh bangga. Abi melihatnya hanya tersenyum tipis.

****

Sepulang dari acara pernikahan teman satu kantor Abi, Dira langsung masuk ke kamar dan berganti pakaian. Seharusnya ia mandi dulu, namun Dira malas ke kamar mandi, langsung menjatuhkan diri ke ranjang. Bagi Dira, sepulang dari sana, ia tak bau kok. Masih wangi juga.

"Kamu gak mandi dulu?" Abi duduk di tepi ranjang, mengelus rambut Dira saat wanita itu memejamkan matanya.

"Enggak ah, Mas. Malas, ngantuk juga," sahut Dira tanpa membuka matanya.

Abi mengangguk mengerti, tak memaksa juga untuk membuat Dira mandi.
"Ya udah, kalau gitu aku aja yang mandi."

Seusai mandi, Abi tersenyum melihat Dira tidur terlelap. Ia pun menaiki ranjang dan tidur di samping sang istri. Tak lupa menarik Dira dalam pelukannya seperti yang sudah biasa ia lakukan.

"Selamat malam, Sayang."

Keesokan pagi yang cerah.

Abi berangkat ke kantor, dan Dira ongkang-ongkang di rumah.

Dira menatap dirinya di depan cermin, ia merasa dirinya terlalu gemuk. Apa karena akhir-akhir ini porsi makannya banyak? Sehingga tanpa sadar ia mulai gemuk? Pikir Dira yang terus mengamati dirinya.

"Kayaknya harus diet sama olah raga deh," gumam Dira kembali melihat tubuhnya di pantulan cermin.

Sekarang Dira nekat menguruskan badan agar suaminya betah dengannya. Bagaimanapun ia harus menjaga tubuhnya agar suaminya tak berpaling. Pelakor daun muda 'kan banyak, buat antisipasi supaya suaminya tak melirik perempuan lagi.

Dira tertawa sendiri. Ia tak yakin kalau suaminya akan selingkuh darinya. Pria seperti Abi tak akan melakukan hal seperti itu. Seyakin itulah Dira pada sang suami.

Langkah pertama yang akan dilakukan Dira adalah olah raga kecil, lalu mengurangi porsi nasi dan memperbanyak sayuran. Namun senam sedikit aja, Dira sudah ngos-ngosan.

"Gini aja udah cepek," keluh Dira mengusap keningnya. Sebenarnya, tubuh Dira tak benar-benar gemuk. Hanya sedikit berbeda dari biasanya.

Hal yang tak Dira duga adalah hal yang ia lakukan saat ini akan membuatnya menyesal. Dira hampir saja kehilangan hal yang selama ini ia tunggu-tunggu.

****
16/02/22

Dahlah, wp mmg sepi kayaknya  🤧🤧

Thanks ya sudah mau baca.

𝐌𝐞𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡 𝐃𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐈𝐩𝐚𝐫 (𝐄𝐍𝐃)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang