Chapter 2

451 57 0
                                    

Pagi yang cerah untuk beraktivitas. (Y/n) benar-benar semangat untuk kembali ke sekolah semenjak kejadian seminggu yang lalu.

Ia bahkan sudah membuat agenda apa-apa saja yang akan dilakukannya hari ini. Yang pertama adalah bertemu dengan Yachi untuk mengucapkan terima kasih karena sudah membantunya, waktu itu (y/n) tidak sempat mengucapkan secara langsung karena masih syok berat.

Yang kedua, mungkin mencari klub yang sesuai dengan kemampuannya. Dan yang ketiga yang paling ia tekankan, yaitu mengakrabkan diri dengan teman sekelasnya agar tidak lagi sendirian.

Ia tidak bisa terus bergantung dengan Yachi. Mungkin gadis itu sangat baik dengannya, namun merepotkan Yachi terus menerus bukanlah hal yang baik. Dia pasti punya kesibukan yang tidak ia pahami.

Makanya dirinya harus mau membuka diri dengan bersosialisasi.

Namun keinginannya tidak mungkin berjalan mulus. Semangat yang di kumpulkannya dari jauh-jauh hari sepertinya berakhir sia-sia.

Entah karena ulah siapa? Tapi saat sampai di kelas. Meja miliknya yang berada di dekat jendela sudah di penuhi berbagai coretan. (Y/n) membaca satu-persatu tulisan itu.

Dahinya terlihat mengernyit saat membaca kalimat yang di nilai sangat merendahkan. Dan beberapa tulisan juga terlihat sangat tidak sopan.

Ia mengedarkan pandangannya menatap sekeliling. Orang-orang saling berkumpul dengan kelompoknya masing-masing. Tidak ada yang peduli maupun menyapanya. Semua terlihat sibuk, dan yang paling membuatnya jengah adalah tatapan dari Akino dan Mei.

Dua orang itu dan satunya lagi memberikan lirikan sinis.

(Y/n) terdiam. Ia memilih untuk mengabaikan ketiga gadis itu. Ia menaruh tasnya di kursi dan pergi keluar kelas.

Ia kembali tak lama kemudian. Di tangannya terdapat sapu tangan basah yang akan ia gunakan untuk menghapus tulisan di atas meja.

Saat (y/n) sibuk menghapus semua coretan itu, Akino dan yang lainnya mendekat ke arah mejanya.

"Hei kau, gadis suram!"

(Y/n) melirik tak suka. Suara Akino terdengar sangat menyebalkan.

"Oii, Shinohara! Berani-beraninya kau mengabaikan Akino-chan!" ucap Mei.

"Aku tidak wajib menjawab ucapan dia. Lagi pula kalian tidak melihat aku sedang sibuk."

"Kesibukan mu tidak jauh lebih penting dari mengabaikan teman mu kan?" Kali ini gadis lain yang berbicara. Ia berkata lembut namun membuat jengkel yang mendengar.

"Teman?" (Y/n) terkekeh. "Apa aku perlu menganggap orang yang sudah mengotori meja ku sebagai teman?"

Ketiganya terlihat terkejut. (Y/n) sempat merutuki kebodohannya karena merespon mereka. Ia yakin tidak mungkin menang jika berdebat. Tapi sekarang terlanjur. Ia tidak bisa lagi mundur.

"Nee, Akino ... Aku punya salah pada mu? Sampai-sampai kau berbuat rendahan dengan mencoret-coret meja ku dengan tinta permanen."

(Y/n) membanting sapu tangan basah itu ke meja.

"Tch, beraninya kau menyebut ku rendahan!" teriak Akino. Memancing atensi orang-orang di kelas untuk menatap ke arah mereka.

(Y/n) terlihat gelisah. Orang-orang mulai menatapnya tanpa ada satu pun yang punya niat untuk memisahkan perseteruan ini.

"Memang ap-"

"Kau yang rendahan, dasar pelacur!"

(Y/n) menatap telunjuk Akino yang mengarah padanya. Apa tadi? Telinganya tidak mungkin salah dengar. Bagaimana mungkin Akino menyebutnya begitu.

𝐏𝐫𝐢𝐜𝐞𝐥𝐞𝐬𝐬 // [ᴛꜱᴜᴋɪꜱʜɪᴍᴀ ᴋᴇɪ x ʀᴇᴀᴅᴇʀ] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang