9 - Peter Pan dan Wendy

141 28 0
                                    

"See you next Tuesday!"

"See you, Miss!"

Setelah membaca lima Hukum Ganesha dan berdoa, murid-murid kelas 4-2 langsung heboh berhamburan keluar kelas dengan riang tak terkecuali aku karena aku bisa pulang lebih awal. Namun, kerianganku itu berubah menjadi keruwetan saat mendapati motorku tak bisa distarter meski sudah diselah sekalipun.

"Mampus! Gimana pulangnya nih kalau begini?" Aku menggaruk-garuk kepalaku sambil memutari motor Scoopy merah-hitam yang jadi tungganganku sejak kuliah itu. Namun, aku tidak menemukan apa-apa yang jadi penyebab ngambeknya si Scoop (ya, aku memberi nama untuk motorku). Jelaslah aku tidak menemukan apa-apa, kan, aku memang buta soal permesinan.

"Lho, kok masih di sini, Miss Ganis?" tanya Pak Muklis yang celana seragamnya sudah digulung hingga di bawah lutut dan sepatu bot semata kakinya sudah digantikan sepasang sandal jepit berwarna putih-hijau. Sepertinya beliau hendak pergi ke masjid untuk salat Jumat.

"Anu, Pak, motor saya mogok," jawabku sambil nyengir.

"Mogok? Akinya mungkin udah abis. Udah coba diselah?" Pak Muklis mendekati motorku seraya mencoba menyelah motorku.

"Udah, Pak. Tuh, motornya aja udah saya standar dua tapi masih aja nggak nyala."

Pak Muklis pantang menyerah. Beliau masih berusaha mencoba menyelah motorku beberapa kali sampai akhirnya, entah di percobaan ke berapa, beliau menyerah.

"Ini kayaknya sih ada yang nggak beres sama aki atau kabelnya mungkin, Miss. Harus dibawa ke bengkel ini sih."

Aku mendesah. "Gitu ya, Pak?"

"Lha iya. Kalau udah begini berarti dalemannya yang ada masalah. Kalau saya sih bisa aja bongkarnya, Miss, cuma sayang …"

"Sayang apanya, Pak?"

"Sayangnya saya cuma bisa bongkarnya doang tapi nggak bisa masangnya lagi apalagi benerinnya," gurau Pak Muklis.

"Lah, Pak Muklis bisa aja." Aku tertawa.

"Ya udah, saya permisi dulu, Miss. Mau Jumatan. Maaf nggak bisa bantu," pamit Pak Muklis.

"Oh, monggo, monggo, Pak. Iya, nggak papa. Palingan nanti saya bawa ke bengkel deket sini terus pulangnya naik GoJek."

Sepeninggal Pak Muklis, aku akhirnya mengirim Telegram pada Hanny agar aku bisa nebeng padanya.

Tapi aku pulangnya abis Jumatan. Mungkin sekitaran jam setengah satu. Ada urusan bentar. Nggak papa? Takutnya kamu kelamaan nunggu.

Aku melihat jam di ponselku. Ini masih pukul sebelas lebih sepuluh menit. Masih ada sekitar satu setengah jam lagi. Lumayan lama sih memang tapi jauh lebih baik daripada aku menuntun motor sendirian.

Nggak papa deh, Han. Aku nunggu di perpustakaan ya. Sekalian ngadem, balasku.

Ok, balas Hanny.

Aku pun menunggu di perpustakaan sekolah yang sudah sepi tapi masih dibuka karena petugasnya belum pulang.

"Miss Ganis!" panggil sebuah suara begitu aku masuk ke ruangan penuh buku itu.

Aku mencari-cari sumbernya dan ternyata suara itu kutemukan di salah satu sudut perpustakaan. Ada Yuna di sana sedang menghadap sebuah buku.

"Sini!" suruhnya sembari melambaikan tangan padaku dan memberi isyarat agar duduk di sebelahnya.

Aku menurut. Aku melangkahkan kakiku menuju sudut yang didiami Yuna. Aku menempati salah satu bean bag¹ yang berwarna hitam— karena bean bag yang satu lagi sudah dipakai Yuna.

KADREDA | TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang