4. Lebih Baik Sakit Hati

1.4K 198 23
                                    


*** PUBLISH ULANG SEMENTARA ***


***

Kalian gak suka Gong Myung?

Padahal aku suka banget sama dia dan ngerasa emang dia yang paling tepat untuk jadi visualnya Kafka :(

Dari semua lawan main Krystal, menurutku cuma Gong Myung yang bener-bener pas :(

Untuk yang gak suka dan susah membayangkan kalau Kafka itu Gong Myung, silahkan bayangkan sosok lain deh, kalau aku udah stuck sama dia



Selamat membaca 



***

Kerja sama untuk memisahkan Kafka dan Shiela?

Tara menatap lekat manik mata Satya yang tampak sangat menunggu jawabannya untuk penawaran yang baru saja pria itu katakan.

"Gue gak minat," sahut Tara yang pada akhirnya menolak penawaran itu dan membuat Satya seketika menunjukkan raut terkejutnya.

Tara mengalihkan tatapannya dari mata Satya, tangannya kembali bergerak untuk mengompres luka yang ada pada wajah pria di hadapannya itu.

"Bukannya lo cinta sama Kafka dan semalem lo bilang mereka jahat, terus kenapa lo gak mau kerja sama, sama gue buat pisahin mereka?"

Satya terus menatap lekat Tara yang tak kunjung menjawab pertanyaannya sehingga sebelah tangannya perlahan terangkat dan menghentikan pergerakan tangan Tara yang membuat Tara tak lama setelahnya menghembuskan napas kasar.

"Apa keuntungan yang bisa gue dapet dari memisahkan Kafka dan Shiela selain kebencian?" tanya Tara seraya menarik tangannya dari cekalan tangan Satya.

Satya tertegun, ia tidak berpikir sejauh itu karena sejak semalam apa yang ada di dalam kepalanya hanyalah pemikiran jika ia tersakiti.

"Kafka bakal benci gue, Shiela bakal benci lo ... Jadi, untuk apa pisahin mereka kalau itu cuma bikin gue kehilangan Kafka dari sisi gue," sambung Tara dengan tangan yang kembali menarik beberapa lembar tisu dan kembali melapisi bongkahan batu es dengan tisu tersebut.

"Untuk apa lo punya Kafka di sisi lo kalo lo gak bisa memiliki dia sepenuhnya?"

Perkataan Satya lagi-lagi membuat pergerakan tangan Tara terhenti. Ia terdiam seperti tampak memikirkan sesuatu lalu mengangkat wajahnya sehingga matanya kembali bertatapan dengan Satya dan kedua tangannya kembali terulur menuju wajah pria di hadapannya itu.

Tara mengabaikan pertanyaan itu dengan diam seribu Bahasa, hatinya kini tengah berkecamuk.

Memang apa yang Satya katakan benar, apa gunanya Kafka ada di sisinya jika ia tak bisa memiliki pria itu sepenuhnya? Tapi, jika ia nekat bekerja sama dengan Satya, bukan hal yang tak mungkin jika ke depannya Kafka akan membencinya dan ia akan kehilangan Kafka beserta kedua orang tua pria itu.

Tara tak mau itu sampai terjadi, ia tak mau kembali sendirian.

"Gue lebih pilih sakit hati lihat Kafka sama Shiela daripada harus dibenci Kafka seumur hidup gue," ujar Tara bersamaan dengan tangannya yang turun dari wajah Satya karena ia sudah selesai dengan tugasnya di sana.

"Kalau lo emang sayang sama Shiela, gue rasa lo seharusnya tahu jalan apa yang harus lo ambil," ujar Tara lagi yang langsung bangkit dari kursinya hendak pergi dari sana.

"Kafka udah ambil Shiela dari gue ...," ujar Satya, membuat Tara yang baru saja hendak melangkah pergi kembali memutar tubuhnya.

"Dan gue harus ambil lagi apa yang jadi milik gu—"

TARA SATYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang