1

13 0 0
                                    

~suatu sore di 2017

Sehelai kain berwarna maroon terlipat rapi dalam bungkusan kresek putih yang transparan. Diketahui kain itu telah dijahit salah satu sisinya membentuk wajah dari dahi sampai ke dagu. Sedang dibagian leher hingga mencapai tapak tangan dibiarkannya masih terbuka. Bersama sehelai kain lainnya yang bernuansa hitam polos dengan bis putih tipis diseluruh ujung sisinya, kain-kain itu masih terkemas tersusun dalam sebuah rak lemari di sudut kamar berukuran 3x4 meter.

Selang kurang dari 10 menit sebuah kajian para agamais ditutup oleh seorang moderator, jam dinding menunjukkan pukul 19.50 am terlihat 2 gadis berjalan beriringan mendatangi 2 gadis lainnya. Kajian itu sebagai kajian mingguan sekaligus media silaturahim bagi mereka, dan kerap digelar di sebuah hotel yang jika diartikan namanya adalah murni dan suci. Gedung itu berada di jalan Budi utomo no 38 Kadia,  menjadi sekretariat bagi lembaga kemahasiswaan yang identik dengan warna merahnya. Kedua gadis yang beriringan itu berperawakan dengan ukuran tubuh yang terbilang kecil, tinggi semampai, berlarian kecil sehingga hijabnya yang menjuntai sesekali terayun. Sedang 2 gadis lainnya memiliki karakteristik yang berbeda. 1 orang dengan ukuran badan padat berisi dan tingginya tidak cukup 150 cm. Pembawaannya sangat ceria, mempunyai ginsul sebelah kanan membuatnya mudah dikenali. Sementara temannya memiliki tinggi 158 cm, dengan memakai baju ukuran M, bersifat tegas dengan suaranya yang keras membuatnya sering dikatakan suka marah-marah. Tahi lalat di pipi kiri, tahi lalat di alis kiri dan di dahi bagian kiri seringkali diledek sebagai toilet bagi lalar. Si ceria dan jenius menjadi 2 kata bagi mereka jika sedang bersenda gurau bersama keluarga di kajian yang baru beberapa kali mereka ikuti ini. Saat itu, si ceria dan si jenius ini mengenakan hijab segi empat dengan dipasang tetap menutup dada. Tentunya celana jeans atau semacamnya tidak diperkenankan mewarnai suasana rutin seperti itu.

Saat orang orang masih sibuk bercengkerama melepas rindu bersama yang lainnya. 2 gadis mungil tapi sudah senior dengan hijab menjuntai menyentuh lantai menghampiri si ceria dan si jenius. Mereka diajak untuk masuk ke kamar khusus perempuan sembari menikmati rambutan yang menjadi hidangan cemilan saat kajian itu. Sesampainya di dalam kamar, si jenius berdecak kagum pada susunan buku buku bacaan aneka judul di sebuah sudut. Si jenius menyebutnya perpus mini. Kak Ris dan kak deasy (2 gadis senior) menyodorkan sebuah bingkisan berisi kain yang diambilnya dari rak lemari. Si ceria langsung kegirangan saat membukanya usai dipersilakan oleh kakak senior itu. Sementara si jenius berdiri mematung, mencermati apa yang dilakukan si ceria. Temannya yang sering pula dipanggil ginsul itu mencoba kain kain itu satu persatu. Kak ris dan kak deasy mempersilakan si ceria dan si jenius untuk memilih satu kain mana yang paling disukai. Si jenius memilih kain berwarna maroon. Dia mengatakan alasannya ketika ditanya seniornya, bahwa dia sangat menyukai warna maroon. Bahkan ada beberapa koleksi busananya yang berwarna maroon. Sedang si ceria memilih hitam polos dengan alasan agar sama dan nyambung jika dia padukan dengan seragam kampusnya. Ya, si ceria merupakan salah seorang mahasiswa yang mengampu jurusan identik dengan warna hitam. Ia mengambil jurusan teknik lingkungan.

Si ceria dan si jenius beberapa kali berlenggak lenggok di depan cermin kamar khusus itu. Juga sempat mengabadikan gambarnya dengan kamera ponsel saat mencoba mengenakan kain hijab itu. Percakapan-percakapan kecil terjalin antara si ceria dan si jenius bersama 2 kakak seniornya. Kedekatan emosional diantara ke empat orangnya ini terbilang masih baru. Tetapi pesan pesan kecil dapat tersampaikan dengan baik. Usai memilih kain hijab, si jenius dan si ceria pamit undur diri dari hadapan senior kajian itu. Hati mereka berdua berbunga bunga dengan memboyong masing masing kain hijab pilihannya, pemberian dari immwati ka ris dan kak deasy. Jalan kaki pun mereka tempuh kembali ke arah kosan mereka berdua yang terletak di jalan Jati raya, sudah tidak menjadi kendala padahal sudah tidak bagus bagi anak perempuan untuk keluar malam.

Di malam itu, dalam perjalanan itu, tempat dimana mereka berdua bercengkerama tentang masa depan, tempat dimana mereka menyadari bahwa harus keluar dari zona nyamannya, tempat dimana mereka berdua mulai bertekad untuk konsisten menuliskan mimpi mimpinya, tempat dimana mereka saling memeluk berbagi dunia dalam kisah, tempat dimana mereka menangis dan tertawa bersama, tempat dimana mereka berbagi mimpi dan semangat, berbagi harapan pada setiap langkah, maka pada malam itu jalanan menjadi saksi untuk langkah dua perempuan belia perihal mimpi masa depan dan keberanian mengambil keputusan. Bahkan telah berada di kos kosan pun, ruangan itu paling berperan di dalam kisah kasih mereka berdua.

Dalam buku diary oleh keduanya terlukis indah coretan tangannya; akan istiqomah menutup aurat menjadi perempuan seutuhnya, menempuh aneka cara dan langkah demi sebuah mimpi menjadi mahasiswa magister (pada pilihan jurusan masing masing). Di kemudian hari, dimanapun mereka berproses dan berkiprah, percakapan kecil ditiap moment makan sepiring berdua tiada pernah mendapat izin untuk dilupakan. Usai pertemuan singkat itu, siceria dan si jenius tak lagi bertemu dengan 2 gadis mungil yang baik hati yang tadi. Diantara mereka kesibukan begitu menyita waktu untuk sekadar bertukar sapa dan senyuman.

Hari hari sebelum percakapan yang disaksikan oleh ruas jalanan sekitar 180 kilo meter itu, si jenius yang diketahui namanya adalah Mutiara pernah terlibat dalam bincang santai diantara 2 lelaki.

"Sudah ikut ldk ya dek Ra kemarin? Gimana, penasarannya udah terobati?", tanya Saiful, senior mutiara di jurusan manajemen salah satu kampus swasta di kota rantauannya. Mutiara memang sangat penasaran pada apa yang namanya ldk_latihan dasar kepemimpinan, sebab orang orang yang pernah ditemuinya ada yang menyarankan agar ikut pula ada yang melarangnya dan harus fokus kuliah saja.

Pagi itu suasana fakultas masih sepi. Hanya ada 2 lelaki yang duduk di bangku besi yang memanjang bermuatan 6 orang, berada di depan ruang fakultas ekonomi dan bisnis islam, kira kira 5 meter dari tangga yang menghubungkannya dengan lantai bawah. Fakultas mutiara memang berada di lantai teratas-lantai 5-kampusnya. Satu tingkat ke bawah di banding dengan fakultas si ceria.

"Iya kemarin alhamdulillah bisa selesaikan tantangan di lokasi ldk", jawab mutiara sambil memandangi beberapa pamflet yang terpasang di mading.

"Latihan seperti itu sangat penting bagi pengembangan mahasiswa. Mutiara harus ikut kegiatan kegiatan seperti itu", salah seorang lelaki diantara keduanya itu ikut bergabung dalam perbincangan. Ternyata dia adalah dosen pengampu salah satu mata kuliah di kelas mutiara. Mutiara masih sangat baru di kampus itu, tercatat sebagai mahasiswa semester 2 di kelas manajemen. Sehingga belum sepenuhnya mengenali dosen dosen yang mengajar di fakultasnya.

"Lebih bagus lagi kalau mutiara aktif berorganisasi. Untuk menggali lebih banyak lagi potensi yang mutiara miliki", kak saiful haris menambahkan. Lelaki yang dianggap mutiara sebagai senior itu menyebutkan nama nama organisasi yang bisa mutiara ikuti. Di hari itu juga, saat dimana si jenius mengajak si ceria untuk menjajaki organisasi kemahasiswaan baik internal maupun eksternal. Sifat dari keduanya yang suka menantang diri terhadap hal baru pun kembali muncul. Meski kemudian keduanya dipisahkan oleh perbedaan ideologi lembaga organisasi yang digeluti. Namun tujuan awal sebagaimana di buku diary tak mampu dipisahkan oleh apapun.

Maka pada salah satu kajian yang mutiara ikuti di sebuah sekretariat yang terletak di jalan budi utomo itu adalah salah satu saran dari seniornya. Kain hijab yang diperolehnya bersama si ceria tetap ia rawat hingga sekarang. Meski bunga mawar itu telah melepaskan diri dari pohonnya lalu memilih kuntum melati. Tetapi warna merah tetap melekat dalam setiap langkahnya yang berani mengambil keputusan sebagai independen woman. Keyakinannya bahwa diluar lingkungannya itu akan lebih banyak lagi tantangan yang lebih keras menguatkannya untuk membawa dirinya pada progres yang lebih, lebih dari sekadar biasa saja. Ia ingin menjadi manusia (perempuan) unik dan minoritas.  Menjadi manusia yang bermanfaat bagi yang lainnya. Aneka kesibukan menyita waktu, pikiran, tenaga, financial serta banyak hal lainnya. Mutiara gigih menyelesaikan s1nya sesuai target yang pernah ia tuliskan dalam buku diary. Ia terdaftar resmi sebagai mahasiswa di agustus 2016, maka sebelum agustus 2020 dia harus sudah menyandang gelar sarjana dengan ip di tiap semesternya tidak boleh berada di bawah 3.5.

Bersambung ....

Nawaitu (NTIARASI) 365 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang