3

7 0 0
                                    

Teman sesama peserta sibuk telponan dengan sang gebetan ketika kami tengah asyik membahas perihal ummi, study dan perjodohan. Dalam segala hal, skenario Tuhanlah yang terbaik, termasuk jodoh.

Penelepon: sudah dimana, kapan pulangkah?
Riskiafara : tunggu ya, masih di jalan. Telponnya nanti aja.
Penelepon : gak sampe sampe ya, bilangnya udah mau pulang. (Riskiafara memang telah mengatakan padanya jika seusai training akan langsung kembali di kampungnya yang masih satu provinsi dengan lokasi training).

Riskiafara : ah ribet gitu nanya mulu. aku mau ngurus study aja dulu. karena masa depan butuh tabungan (pendidikan). Riskiafara lalu menutup teleponnya dan ikut dalam cairnya obrolan kami. Mutiara mengaitkan pembahasan mereka dengan percakapan yang baru saja ditangkap indra pendengarannya.

"Jodoh memang dipilihkan oleh Tuhan. Tapi sebelum dipilihkan, buat dulu dirimu agar pantas untuk dipilih". Mutiara terpingkal oleh kata bijak yang coba dipilihnya bagi posisi riskiafara yang sedang dalam kegalauan. Antara membagi waktu untuk kuliah, training, maupun per-pacar-an. Riskiafara memang sedang melakukan penyusunan tugas tugas kuliah menjelang semester akhirnya.

(Andira Mutiara Kinantiarasi menyemangati) Dear ... mahasiswa tingkat akhir Never Give Up !

Untuk kamu... yang sedang menuju kesana !
Jangan pernah berkata : ya sudahlah, toh juga hanya sebatas memindahkan tali dari kiri ke kanan. Bukan itu, tapi ingatlah : orang tuamu tidak pernah lelah mengelap keringatnya hanya karena kamu (bagi yang dibiayai ortunya), dan hargai setiap langkah yang telah kau upayakan hanya karena mau menjadi mahasiswa (bagi yang mandiri).

Salah satu Firman-Nya adalah di balik kesulitan akan ada kemudahan, juga Dia takkan menguji kaum-Nya diluar batas kemampuannya.
Katakanlah : Aku pasti bisa menyelesaikan apa yang telah kumulai. Jangan menjadi seorang yang berhenti ditengah jalan. Kamu cukup menyelesaikannya dan tak perlu khawatir jika tak sempurna. Sama sekali itu tidak perlu. Coba deh nanti kamu baca 'salam from skripsi' di blog jejak pena kalambe wuna. Ya biar kamu makin semangat. "Semangat fara.....", mutiara tersenyum lebar dengan mengepalkan tangan kirinya diikuti fara temannya itu.

Perjalanan menuju pantai losari tidak menyita waktu cukup lama dari jalan tamalate 1. Tapi karena malam itu sempat terjadi kemacetan, maka kami agak telat sampai disana. Icon kota daeng itu memang selalu menjadi tempat yang wajib dikunjungi sebelum meninggalkan patung hasanudin di pintu masuk bandara. Aku pun mengikut saja ketika diajak kesana. Meski sebenarnya sudah berkali kali aku tidak melewatkannya tiap berkunjung ke sulawesi selatan.

"Usai ini kamu harus lanjut sekolahnya. Apalagi kamu seorang perempuan". Ia  mengalihkan pembahasan kala tema perjodohan mengundang kami untuk berdiskusi. Tema ini selalu menarik untuk didiskusikan.

Ia sedikit bercerita. Bahwa usai menyelesaikan strata 1, ia diberi rezeki berupa kesempatan untuk melanjutkan ke strata 2. Dalam mobil itu kami berjumlah 5 orang dengan sang kemudi, yang juga sebagai bagian dari rombongan ke pantai ini.

"Ra (panggilan akrab mutiara), kamu kan katanya mauji lanjut s2nya. Cocok itu kamu konsultasi sama dia", salah seorang teman mutiara (riskiafara) menyarankan.

"Iya, dia ini kan sangat memprioritaskan pendidikan, tepat sudah ketemu sama calon doktor ini", seorang yang lain menambahkan.

Pembahasan study lanjut mengarah ke tema gender. Obrolannya makin cair, meluas kemana-mana ketika di meja sarabba dan pisang eppe. Rupanya, kedua menu itu menjadi menu unggulan pelaku usaha kecil di sepanjang pinggiran pantai. Tempat itu terletak di bagian barat ibukota provinsi menjajakan ikon selat makassar dan dijuluki sebagai surganya kuliner. Meski sering menjumpai dua menu itu di daerah rantaunya, mutiara tetap memesan minuman sarabba dan menikmatinya. Pisang itu dibuat dengan cara direbus dan dibakar, kemudian diberi taburan keju, coklat dan jenis topping lainnya sesuai selera. Sementara sarabba dapat dibuat dari gula aren, jahe, dan santan kelapa tua. Malam itu keakraban diantara sesama teman se-forum training semakin erat rasanya. Bagaimana tidak, mutiara harus segera bertolak dari daratan itu dan kembali ke bumi anoa. Beberapa berkas harus segera disetornya ke birokrasi fakultas sebagai syarat menjadi peserta wisuda ke 21 di kampusnya, yang kerap disebut sebagai kampus akhlakul karimah.

"Ra, kok cepat sekali pulangko. Belumpi juga jalan jalan", tanya seorang teman yang juga diikuti yang lainnya.

"Sudah mau wisuda dia ini. Makanya cepat cepat pulang", Ia mewakiliku atas pertanyaan yang tadi.

Disela - sela menunggu jadwal wisuda, aku memang bersyukur bisa memanfaatkannya untuk mengupgrade diri, dengan mengikuti sebuah training tingkat nasional. Mendapatkan referensi baru perihal knowledge, skill, network dan life skill lainnya. Ya, januari mengajariku bahwa Tidak ada hasil perjuangan yang menghianati tetesan keringat dan asa.
tepatnya di januari aku sudah di yudisium dengan predikat pujian. Ipk diatas 3,5 cukup membanggakan bagiku. Sebab angka yang sejak mendaftar kuliah dahulu, berhasil aku dapatkan. Meski begitu, aku masih sangat ingin untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Dan pertemuanku dengannya cukup memberi semangat baru untuk tetap gigih dengan cita cita ku itu.

Kami tidak berlama lama di anjungan pantai. Sebab beberapa teman harus pulang lebih awal, ada tugas mata kuliah yang sempat ditinggalkan selama ikut training. Begitu pula aku, aku yang harus mengemas seluruh isi koper dan buah tangan dari beberapa teman dan senior disana. Waktu berangkat, aku tidak membawa banyak barang. Tetapi karena pesawat terjadwal 12.30, maka aku harus packing lebih cepat. Buah tangan berupa buku dari senior yang menginginkan aku mengembangkan kebiasaan membaca dan menulisku, cukup memakan tempat dalam koper. 4 buah buku rasanya cukup membuatku senang. Juga karena masih dalam kondisi diberlakukan ppkm, maka kerumunan diatas pukul 22.00 sudah tidak diizinkan lagi. Kami berhamburan keluar dari lapangan parkir menuju pulau kapuk masing masing. Sesampainya kami dirumah, usai packing Aku memilih kembali menikmati indahnya berada di perpustakaan mini miliknya. Isi kamar itu, tidak hanya buku tetapi beberapa pigura yang mengabadikan setiap moment yang telah dilewatinya. Aku melihatnya satu persatu, dia dalam pigura itu cukup aktif dan menginspirasi, aku bergumam. Dan Ini merupakan detik-detik terakhir untukku sebelum melepas kuasa dapur
di rumahnya. Tak lupa sebelum tidur, wira memastikan apakah surat-surat kelengkapan tiketku sudah beres atau belum. Jelas saja Aku pasti akan merindukan suasana saat di awal awal aku memasuki rumah ini untuk sementara.
"Tirr (panggilan lain mutiara), beberapa hari ini kamar dan dapur ini berada dibawah kendali tanganmu". Sambil mengarahkan telunjuknya ke arah ruangan berukuran 3x4 itu. Pandangannya tetap berada dititik dimana aku mematung, menunggu ia meninggalkan ruangan yang biasa digunakan sebagai tempat paling nyaman untuk bercengkerama bersama keluarga.
"Silahkan berkreasi sesukamu. Aku tidak mau dengar kamu kelaparan selama disini". Tegasnya lagi. Kemudian Ia berlalu.

Aku sangat senang untuk berada di dalam kamar. Meski tak dilengkapi kasur ataupun sofa, tapi itu tidak menjadi soal. Pesona buku-buku di perpustakaan mininya lebih berani mencuri perhatianku. Dan karena aku diberi kuasa atas rumah itu, aku lebih leluasa untuk berkreasi. Boleh dibilang sudah sejak lama tak
terurus. Dengan peralatan seadanya, perubahan pun dirasakannya terjadi hanya dalam hitungan menit. Padahal hanya menyusun dan merapikan koleksi bukunya yang berserakan.

"Wah hahaahha,,, tir tir... apa yang kamu lakukan? Tidak usah repot-repot". Dia berusaha menjauhkan
kemoceng dari genggamanku. Aku tidak menyadarinya sama sekali jika Ia ada disini. Mana tahu dia telah
memperhatikanku sedari tadi? Hal tersebut membuatku tersipu. "Beruntung sekali ada Tiara disini.
Perubahan hampir 100% dalam rumah ini". Ia seperti memberi pengumuman kepada anak-anak
asuhnya.
"Tirr diii...", tambah salah seorang diantara mereka. "Tirr memang terbaik, kami sama sekali belum
sempat untuk mengurusi semua itu. terima kasih banyak ya Tirrr. Beberapa orang juga ikut pula dalam
percakapan kecil-kecilan itu. Suara tawa pun samar samar aku dengar.

Mereka senang dengan sedikit hal yang kulakukan. Tapi aku sama sekali tidak memperdulikan itu. Sorot
mataku masih terbelalak pada sesosok perempuan cantik dalam sebuah pigura di sudut kamar. Kamar
yang saat ini menjadi milikku. Pigura itu terpasang kuat diantara deretan pemghargaan dan sertifikatnya
yang Ia dapatkan ketika menjadi narasumber suatu event. Ia seringkali mengisi banyak acara baik tingkat
lokal, maupun nasional. Memoriku kembali pada ingatan akan percakapan di mobil beberapa jam yang lalu. Percakapan saat kami melakukan perjalanan ke pantai losari. Yah, perihal perjodohan. Dia pernah mengatakan
bahwa dirinya dijodohkan dan menerimanya secara lapang dada. Aku tidak berani menanyakan tentang
perempuan dalam foto ini. Tetapi aku juga tidak bisa menahan rasa penasaranku yang menggebu gebu. Karakternya yang khas dengan daya kritisnya rupanya tak berlaku dalam perjodohan ini. Atau Ia hanya
tidak mau bersuara namun sebenarnya Ia melawan? Entahlah... hanya dia sendiri yang memahaminya.

Bersambung ....

Nawaitu (NTIARASI) 365 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang