8

4 0 0
                                    

Aku bahkan telah serius untuk menggapaimu. Tetapi keadaan mengajakku bercanda dulu
Membiarkan kita tetap berada di bawah langit yang sama dan disisi bumi yang berbeda. Tidak sedikit aku melihat orang dengan gagahnya menyalakan lilin harapan. Tanpa berusaha menjaga agar lilin itu tidak temaram lalu padam bahkan.

Mau gimana pun situasinya, tentangmu selalu prioritasku. Akan selalu kusematkan namamu di 365 hariku ke depan, semoga hubungan kita semakin membaik. Tiap hal yang kulakukan tidak lain untuk meraihmu. Meski aku tahu butuh banyak materi, tetapi apalah daya bahkan niat pun rasanya sudah nekat. Sekali memilih, maka tak bisa menarik keputusan melainkan melanjutkan dengan siap segala resikonya. Maka aku siap dengan apapun resiko dari memilihmu.

Bahkan aku sedikit lagi akan menyesal atas pilihanku kemarin. Jika bisa diulang, aku akan memilih untuk tidak mengenal sampai berusaha memperjuangkanmu. Aku sudah tidak berani menghadap ke diriku sendiri. Tidak cukup kuat untuk menerima diri yang terus mendengar kalimat berulang perihal menagih janji. Dia yang memberi kata harapan melalui jari, terlanjur aku menanggapinya serius sampai ke hati. Sebuah tanya "mengapa" tak lagi butuh alasan untuk menjelaskan jawabannya. Tentang pilihan yang menuntut untuk dipilih terus saja liar di kepala. Diksi pun sudah tak lagi mampu mewakilinya. Saking terlalu sibuk, terlalu banyak, terlalu mengkritisi dirinya sendiri, membuatnya tidak menyadari bahwa yang paling kuat membuatnya rapuh adalah ego dari dirinya pula. Lalu sebab telah terlanjur memasukkan namamu dalam nawaitu ku, aku berusaha untuk bangkit mencari teduh, menuturkan keluhku. Meski tak semuanya luruh.

"Kamu cetak semua ini ya Ra", balasnya atas pesan yang aku kirimkan sebagai laporan bahwa aku telah lulus.

Semua berkas yang berisi perintah untuk dicetak, ditandatangani, lalu dikirimkan kembali ke pusat BAA aku selesaikan tanpa ada terlewati. Arahan untuk melakukan pembayaran pendaftaran ulang pun tiada henti mengisi beranda pesan. Hingga H-2 batas yang ditentukan, belum pula aku melakukannya. Manis getirnya perjuangan mulai aku rasakan. Manisnya adalah bahwa aku telah mendapatkan impianku agar terdaftar sebagai mahasiswa pasca sarjana. Sebuah hal yang bagi orang lain sungguh mustahil terjadi untukku. Sementara getirnya disaat aku harus mentransfer cicilan daftar ulang sedang aku pun tak cukup rupiah. Lalu sebab ini pilihan yang nekat aku ambil, maka aku tidak boleh mengeluh kepasa siapa pun. Aku selalu berpegang agar menyimpan masalah pribadi sendiri, juga tak hendak orang lain ikut mengkhawatirkan.

"Tabe mbak, mau transfer Rp. 1.885.000,- boleh? Pake struk ya", pintaku pada seorang admin bri link setelah berkali kali berganti mesin atm dengan mengumpulkan sisa sisa biaya belanja dalam sebulan. Ini memang sungguh nekat. Untuk memperoleh upah sebesar 800 ribu di sebuah warung makan pangsit yang berukuran 3x6 itu, mutiara harus bekerja keras sambil menghitung hari sampai 7x. Kondisinya yang terbilang miskin harta sama sekali tak memupus impiannya yang sangat kaya dengan ide ide brilian dikepala miliknya.

"Ini struknya ya, biaya admin Rp. 5.000,-", admin itu menyerahkan struk usai memeriksa lebih dulu kesesuaian nama penerima.

Aku menyusuri sebuah lorong yang berganti ganti hanya untuk mendapatkan selembar struk ini. Sementara diantara mesin atm terdekat sedang dalam masa perbaikan. Sesampainya di kos-an langsung mengirimkan ke Layanan calon mahasiswa di sebuah kampus yang terletak di Ragunan. Meski aku tahu, balasan verifikasi tiada mungkin aku dapatkan saat ini. Jam menunjukkan pukul 22.00, dan sudah bukan waktunya ada pelayanan apalagi bukan jam kerja. Aku baru sadar, ternyata ini adalah hari minggu. Aku menepuk jidat. Menekan kampung tengah agar tak menghasilkan bunyi keroncong. Nasi yang baru saja keluar dari wadah penanaknya tak terelakkan untuk disantap dengan butiran garam sebagai penambah rasa. Tetapi hal itu tidak begitu dirasakan, pesan informasi validasi dan verifikasi pengambilan almamater menjadi pemanis santapan malam kala itu. Kompetisi di ruang kehidupan selanjutnya tentu akan lebih menantang lagi. Lebih keras lagi. Dan inilah keputusan terbaik setelah Menjeda untuk bermakna

Usai setahun menjeda langkah, kini diri menjadi lebih sarat makna

Membawa diri menjadi bisa menebar manfaat juga buat sesama

Menugaskan diri bukan saja perihal menyimpan cita cita, tetapi mencari tahu bagaimana meraihnya.

Cita dan doa yang pernah tertulis tak pernah melepaskan diri dari kepala dan hati, mengantarkannya pada segala daya dan upaya atas ridho-Nya

Pada langkah yang baru, semoga bisa membimbing diri untuk terus menanam benih bakti pada kedua orang tua, kakak, sebaya, adik, dan sesama sosialnya.

Pada langkah yang baru mengarungi samudera waktu sebagai anugerah Tuhan,  semoga diri berjuang tetap rendah hati untuk menjadi tidak biasa saja.

Bersambung ...

Nawaitu (NTIARASI) 365 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang