Alisha seharusnya menyadari, jika Sabian bisa meninggalkan Yerin dengan mudah, maka bukan tak mungkin lelaki itu membuat kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.
Namun, Alisha tidak tahu jika bagi Sabian, hubungan mereka yang pernah utuh adalah satu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🎵Mainkan : At My Worst --- Pink Sweat$
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menatap rumah tiga lantai itu dari luar, Alisha tidak melihat banyak perubahan. Tak ada tanda bahwa rumah Sabian menjadi lebih berwarna, masih sama seperti terakhir kali Alisha melihatnya, ramai diluar-karena para pekerja di halaman tetapi sepi di dalamnya karena ruangan-ruangan kosong di biarkan tak berpenghuni. Namun rumah ini terawat, berkat orang-orang yang dipekerjakan oleh Aryo-ayah Sabian.
"Ya Allah mas! Alhamdulillah akhirnya pulang~" Dwimanik wanita paruh baya itu berkaca-kaca, kemudian direngkuhnya dengan erat putra tunggal dari majikannya yang telah ia rawat sejak kecil.
"Darimana aja to! Bapak nyariin loh. Sejak malam itu, mas Ian enggak pulang~" Kentara sekali Bu Darmi sangat khawatir, begitu sedih saat menyadari Sabian nampak lebih tirus dari terakhir kali-tapi memang kapan terakhir kali ia terlihat berisi?
"Maaf buuk~" Ian membalas pelukan Bu Darmi, menepuk punggungnya.
"Bapak sakit lo mas." Kata Bu Darmi setelah melepas pelukannya, kemudian tangan rentanya sibuk mengusap-usap pipinya yang basah. "Kurang gula kata dokter, lambungnya juga. Bapak enggak doyan makan sejak bertengkar sama mas Ian."
Sabian tidak terkejut, sebab telah mendengar kabar itu dari satpam rumahnya tadi di depan. "Sekarang dimana?"
"Di kamar mas-eh? Lho maaf, ada tamu." Bu Darmi kaget, baru sadar kalau di belakang Sabian-berjarak empat langkah berdiri canggung seorang cewek cantik. "Eh? Mbak Ais ya?"
Alisha tersenyum hingga kedua matanya menyipit, "Bu Darmi sehat?" Tanyanya sembari memangkas jarak guna mencium punggung tangan perempuan itu.
Alisha hanya bisa tersenyum malu, "Bisa aja ibuk."
"Lho *temenan ya mas ya?" Bu Darmi mencari dukungan dengan menyenggol lengan Sabian.
Sabian sendiri hanya mengiyakan tanpa banyak kata, "Buk~ ajak Ais minum dulu. Ian tengok papa."
Bu Darmi mengangguk-angguk, senang Sabian pulang dan mau menjenguk ayahnya. Kemudian ia mengajak Alisha masuk ke dalam. Alisha menatap Sabian dengan senyum tipis kemudian mengekor Bu Darmi yang membawanya ke ruang makan.
