🎎Penyesalan🎎

3.3K 169 2
                                    

Selamat membaca.....
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

"Lu emang lo mau tidur pakai jilbab??" Tanyaku setelah duduk di sofa sebrangku.

"Kalau kamu cuman mau tanya aku tidur pakai jilbab atau enggak, aku jawab enggak, udah aku mau tidur!" Ku tarik tangannya saat dia bergegas akan bangkit dari duduknya.

"Entar dulu, gue belum selesai ngomong!".

"Ngomong apaan Dar???" Wajah Wilu terlihat badmood dan kembali membenarkan posisi duduknya, namun dia tidak mau menatapku.

"Lu kenapa loe bilang ke teman-teman lo kalau nama suami lo Aris??"

"Ya, spontan aja, hanya nama itu yang ada di kepalaku waktu itu??

"Lu?? Aku minta maaf untuk semuanya, pliss Lu, gue gak mau kehilangan sahabat kayak elo, gue pingin kita balik seperti dulu." Aku benar-benar merendahkan diri aku di depan Wilu, dia benar-benar tak tersentuh sikap dinginya membuat aku merasa tidak nyaman.

"Der, dengar ya, kamu yang sudah membuat aku muak dengan mu!".

"Lu,,, ok gue salah gue khilaf gue minta maaf..." Aku berusaha menyentuh tangan Wilu untuk minta maaf.

"Gue udah maafin kamu, namun untuk melupakan, maaf sekali Der aku belum bisa, Dar... Kalau kamu mau tau, rasa traumaku dengan kamu saja sampai saat ini aku belum bisa hilangkan, ditambah lagi kekejaman mu ingin membunuh anakku, menjebak ku dengan pernikahan dan perjanjian konyol ini, kamu pikir aku akan bisa bersikap seperti dulu lagi?? Aku bertahan disini hanya demi anakku Der, sama dengan mu demi anak ini." Wilu beranjak berdiri dari duduknya.

"Ampuni aku Lu....ampuni aku, jangan kau siksa aku seperti ini!" Aku memeluk kaki Wilu, aroma tubuhnya sangat aku rindukan, bahkan aku sangat ingin makan dari tangannya.

"Der, cukup! Aku lelah, aku mau tidur!" Wilu Bergas pergi ke kamarnya meninggalkan aku yang duduk di di lantai.

...

Wilu

Mati-matian aku berusaha mengubur kisah kelam ku bersama Darren, hatiku masih sakit, begitu sulit aku melupakan perlakuan Darren padaku, aku tau rasa bersalah Darren hanya karena menginginkan anaknya, kondisi Martha melatar belakangi penyesalannya, dan apakah aku harus percaya dia benar-benar menyesal... Oh ayolah Darren aku bukan anak kecil yang akan mudah kau bodohi dengan penyesalan mu yang hanya di bibir saja.

Martha tidak bisa memberi keturunan untuk Darren, dan pasti setelah anakku lahir, kami akan bercerai dan setelah bercerai dia menikah dengan Martha pasti dia akan mengambil anakku. Aku tak akan luluh dengan Darren, aku tak akan melepaskan anakku untuk nya.

Jam 3 pagi aku terbangun dan akan melaksanakan sholat malam, aku merasa haus air minum di nakas sudah habis, kubuka pintu kamarku niat ingin ke dapur untuk mengambil air minum.

Brugggg

"Darren, ngapain kamu disini??". Ternyata Darren tidur di depan pintu kamarku, saat ku buka pintu kamarku di terjatuh kebelakang, mungkin dia tadi tidurnya bersandar di pintu kamarku.

"Gue sulit tidur Lu, gue... Sebelum tidur ... sangat ingin menyentuh.... Hemmm.... Menyentuh perut lo". Darren menatapku malu, penampilannya sungguh kacau, matanya merah rambutnya yang berantakan dan tak lupa kantong matanya yang hitam.

"Dan... Gue juga lapar Lu, semalam gue tidak makan karena mual." Aku memejamkan mataku sejenak sembari berfikir, dan dalam hati berkata sukurin kamu Dar, karma itu ada.

"Trusss.... Kalau lapar kamu kan bisa makan, kalau kamu gak suka makanan korea kenapa kamu ngikut aja, cari makan yang laen kek, kayak orang susah aja.!". Jawab ku ketus.

"Lu... Gue gak bisa makan apapun! Gue maunya lo... Lo yang nyuapin gue... Gue juga gak ngerti, kenapa gue gak bisa makan dan pinginnya lo yang nyuapi gue, seperti pas di Jogja." Darren meski tampak frustasi namun entah tidak seperti Darren yang selalu meng intimidasi, dia terlihat lemah dan lelah.

Aku menarik nafas panjang dan bahuku merosot tanda aku menyerah, demi kemanusiaan.

"Oke, kamu mau makan apa?? Di kulkas hanya ada telor, sosis, daging cincang, sawi dan buncis?" Aku buka isi kulkas hanya ada itu, dan masih ada nasi cukup untuk dua orang.

"Gue pingin nasi goreng Lu, tapi elo yang buat." Nglunjak ni anak ternyata ya?

Terpaksa aku buatkan, eh aku juga lapar, sekalian aja buat nasi goreng untuk dua orang, lima belas menit kelar nasi goreng sosis telor, aku gak pinter masak tapi ya kalau cuman buat nasi goreng gak perlu tutorial you tube udah bisa buat.

"Aakk..." Saat aku mau menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutku Darren sudah duluan membuka mulutnya di depanku, dan kali ini, anaknya belum lahir, aku udah ngurus bayi gede.

Setelah Darren kenyang, baru aku makan sisanya.

"Lu... Gue belum tidur semalaman". Darren kembali memunculkan wajah melasnya.

"Trusss apa lagi Darren??" Aku jengah dengan bayi tua satu ini.

"Gue mau tidur, tapi boleh gak gue pegang perut lo, gue sambil duduk di lantai trus sandaran bed elo, trus elo tidur di atas bed gue pegang perut elo." Dia memelas.

"Enggak... Serah kamu mau tidur atau enggak, aku gak mau tidur kamu grepek-grepek in". Aku bergegas meninggalkan nya. Aku sudah terlambat untuk sholat malam gara-gara ngurus Darren.

Pagi ini kami sarapan dengan hening, wajah Darren terlihat pucat, mungkin benar semalam dia tidak tidur.

"Lu, elo berangkat bareng gue ya, lo yang nyetir, badan gue rasanya kurang fit." Beberapa kali aku melihat Darren mengelap keringatnya.

"Hemm oke." Sebenarnya ingin juga memegang keningnya untuk mengecek kondisinya, mungkin kalau dia tidak pernah melecehkan ku mungkin aku akan dengan senang hati mengurusnya, tapi kalau seperti ini ya sorry saja empati ku sudah terbunuh saat dia ingin membunuh anakku.

"Tapi, pulang kerja aku gak bisa pulang sama kamu, aku mau kerumah Bu Rahma."

"Bu Rahma?? Siapa??"

"Rumahnya belakang masjid deket rusun."

"Oke, entar gue antar, sekalian gue mau kenalan sama bu Rahma."

Jangan lupa vote & coment

Bersambung










Stuck With Best Friend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang