Ruang kamar apartemen ini terlalu sesak dan berisik untuk aku yang sendang mengerjakan tugas kuliahku yang menumpuk. Aku mahasiswa baru jurusan design, tentu saja ketenangan sangat dibutuhkan.
"Ibu! Bisakah diam sebentar? Aku harus berkonsentrasi sekarang!" kataku berteriak dari kamar.
"Kamu yang berisik! Dasar anak sialan!"
BRUK
Dia yang sialan. Setiap hari kerjanya hanya mabuk. Sekarang pasti sedang jatuh tergeletak di ruang depan.
"Bu, bangun, ayo ke kamar ibu saja."
"KENAPA AKU HARUS BANGUN HAH? AKU MAU DISINI! KAU MAU MENCOBA MENGATUR IBUMU?!"
"Aku cape. Terserah Ibu. Aku mau ke bawah."
Aku kembali ke kamar dan segera mengambil perangkat alat gambarku. Saat aku melangkah keluar, ada yang tiba-tiba menarik kakiku.
"Belikan ibu satu botol saja." katanya sambil memejamkan mata.
"Aku gak punya uang."
"KAMU KERJA TAPI TIDAK PUNYA UANG? JANGAN BERBOHONG! IBU TIDAK PERNAH MENGAJARKANMU BERBOHONG! ANAK KURANG AJAR!!"
Cukup. Aku malas berdebat dengan orang mabuk. Aku melepaskan kakiku dari genggamannya dan keluar dari unit apartemen sialan ini.
"ANAK DURHAKA!!!"
.
.Akhirnya aku mendapatkan ketenangan. Hanya disini, warung makan sederhana yang ada di lingkungan apartemenku. Tak banyak yang datang, terlebih ibu pemilik warung ini bersikap sangat baik padaku. Jauh lebih baik daripada si pemabuk itu.
"Bu Ida? Saya duduk disini ya!"
"Eh non Dira kesini lagi." katanya dengan senyuman hangat.
"Iya bu, maaf ya. Soalnya di kamar saya sumpek banget."
"Gapapa non, ibu juga jadi ada temennya."
"Hehe, iya bu. Saya pesen kayak biasa ya bu."
"Siap non."
Menu andalanku pun datang, sepiring nasi panas dengan tahu dan tempe. Nikmat dan hemat.
"Gak bosen non, makannya itu terus?"
"Ah engga bu, ini makanan favorit saya, mana bisa bosen hehehe,"
Bu Ida hanya tersenyum mendengar jawabanku. Setelah selesai makan, aku kembali membuka buku gambarku dan segera menyelesaikannya.
.
."Bu Ida, kerjaan saya sudah selesai, saya pamit ya bu!"
"Iya non, makasih!"
"Sama-sama bu."
.
Aku sudah berada di lantai unit apartemenku, namun aku melihat ada kardus-kardus tergeletak beberapa langkah dari unitku. Sepertinya aku dapat tetangga baru?
Datanglah seorang laki-laki seumuranku yang membawa banyak barang ditangannya, itu hampir jatuh, jadi aku segera menghampirinya untuk membantu.
"Sini saya bantu, kak."
"Terima kasih, ..." katanya sambil menungguku menyebutkan nama.
"Adira, kak. Kalau kakak?"
"Terima kasih, Adira. Nama saya Bintang. Kamu memangnya umur berapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LENYAP
Short StorySebuah cerita pendek mengenai seseorang yang memiliki dua jiwa, sang ekspetasi dan realita.