Jenna sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka karena Bunda akan datang ke kamarnya. Wanita itu sedang merias wajahnya. Ia mengenakan baju putih model sabrina yang dipadu dengan jeans biru muda. Jenna juga sudah menyiapkan wedges putih untuk membalut kakinya. Rambut panjangnya diikat tinggi dan poninya dibiarkan jatuh menutupi dahi.
"Siang, Sayang." Bunda masuk ke kamar diikuti oleh Ayah yang kelihatan lebih antusias dari Bunda.
"Siang, Bun." Jenna mengenakan lipstik sebagai sentuhan akhir dari kegiatan mekapnya.
"Anak Ayah cantik banget, sih." Ayah merangkul Bunda.
Jenna bisa melihat pantulan adegan itu dari kaca besar yang ada di depannya. "Iya, dong. Anak Ayah sama Bunda."
Jenna mengenakan wedges tali yang ada di bawah meja. Kemudian ia mengambil tas kecil yang sudah ia siapakan. Wanita berambut terikat itu bangkit dan tersenyum lebar. Kini persiapannya sudah selesai. "Gimana penampilan aku?"
Ayah mengacungkan jempol dan Bunda tersenyum puas. Jenna terdiam sejenak. Sejak kejadian tiga bulan lalu, mungkin ini adalah senyuman bahagia pertama yang ia lihat dari Ayah dan Bunda.
"Jenna. Jangan ngelamun." Bunda menyentuh lengan anak tunggalnya dengan lembut.
Mata besar Jenna mengerjap. Kemudian ia memeluk Ayah dan Bunda bersamaan.
"Kamu kenapa, Jenna? Tumben." Ayah bertanya setelah Jenna melepaskan pelukannya.
"Nggak apa-apa. Pengen peluk aja." Jenna cengar-cengir.
Ayah melihat jam tangan yang ada di tangan kirinya. "Ini masih jam 11, lho. Kan janjiannya jam 1 siang. Kamu mau ketemu Gia dulu?"
"Enggak, kok. Aku mau ngafe cantik dulu. Udah lama banget kayaknya, aku nggak nongkrong sendirian."
Ayah dan Bunda saling pandang.
Menyadari kekhawatiran orang tuanya, Jenna segera melontarkan alasan lain. "Aku nggak mau terlambat."
Mata cerah Ayah berubah menjadi sendu. Bunda langsung menggenggam tangan Jenna. "Kamu bisa pergi sekarang. Jangan lupa senyum. Anak Bunda selalu cantik kalau senyum."
"Ayah sama Bunda nggak usah khawatir. Aku baik-baik aja." Jenna berbicara dengan cepat. Dalam hati, bahkan ia tidak mempercayai kata-katanya.
Jenna berangkat setelah cipika-cipiki dengan Ayah dan Bunda.
Jenna tiba di kafe setengah jam kemudian. Ia memeriksa alamat yang dikirimkan oleh Ayah dan turun dari mobil setelah memastikan kalau alamat itu benar. Ia melangkah dengan percaya diri, tetapi ternyata kafe itu lebih luas dari yang Jenna bayangkan. Wanita berambut terikat itu tidak bisa menemukan mejanya.
Akhirnya, Jenna bertanya pada pelayan di sana. "Permisi, meja nomor C27 di mana, ya?"
Pelayan yang mengenakan seragam hitam itu langsung menunjukkan arah pada Jenna.
KAMU SEDANG MEMBACA
CTRL + Z ✓ (TERBIT)
RomansaAda satu kejadian yang membuat Jenna dihantui rasa bersalah sehingga wanita berusia 27 tahun itu selalu mengikuti kencan buta yang diatur oleh orang tuanya. Namun, satu kencan buta membawanya bertemu dengan Yujin, sahabat lamanya yang tiba-tiba meng...