Aku memandang lama wajah David. Pria ini selalu tampan. Dengan garis rahang yang tegas, favoritku! Dia tersenyum manis. Kami saling memandang.
"Kenapa?" dia bertanya pelan.
Aku tersenyum, "Kau."
***
Setelah mengantarku, David pamit pulang. Dia terlihat terburu-buru dan aku memakluminya.
Kakiku melangkah masuk dengan ringan. Kejadian tadi, mungkin itu lah jawaban dari Tuhan. Mungkin, David dikirim langsung oleh Tuhan untukku. Aku tersenyum riang. Begitu bahagia.
Drrrt Drrrt
Firasatku mengatakan, dia. Dan itu cukup membuat tanganku bergerak dengan cepat mengambil ponsel dari saku celanaku. Kebiasaan tidak sehat
Lagi-lagi senyum ini terbit. David menyuruhku beristirahat dan tak lupa mengucapkan selamat malam. Dan pipiku merona dibuatnya. Fall in love?
Setelah membersihkan badan dan berganti baju, aku segera membaringkan tubuhku ke kasur yang terasa seperti surga.
Selamat malam, David.
***
Keesokan paginya, aku berlari tergopoh-gopoh kearah pintu saat mendengar suara bel yang mengusik tidurku.
"Ya, sebentar!" aku berteriak sekaligus menyelipkan rasa kesalku pada orang diluar yang tidak tahu malu itu.
KLIK
"Selamat pagi, Nona Alcander" David berdiri gagah di depanku sambil tersenyum. Sialan, aku belum siap sama sekali. Oh tidaaaak, wajahku pasti jelek sekali. Aku menutup muka dan perlahan-lahan mundur untuk bersembunyi di balik pintu.
"Tidak usah malu hahahaha" dia tertawa puas. Itu malah semakin membuatku malu!
"David!" aku merajuk.
"Baik, baik. Maafkan aku, cantik" dia tersenyum kembali. Tapi kata terakhirnya malah membuat pipiku memanas seketika.
Dia terlihat menahan tawanya saat menangkap perubahan warna di pipiku.
"Ada apa menggangguku pagi-pagi sialan begini?" aku bertanya ketus.
"Cepat siap-siap!" dia memerintah- lagi.
"A-"
"Tidak ada penolakan!" matanya mengancam. O-ow
***
"Turunkan di depan saja!" kali ini aku yang menyuruhnya-biarlah.
Dan apa! Mobilnya tetap melaju sampai berhenti tepat di depan kantor! Aku menatapnya sinis.
"Kenapa?" dia bertanya santai. KENAPA KAU BILANG!?
Dia mengambil tas kerjanya di kursi belakang dan segera membuka pintu. Aku buru-buru membuka pintuku saat melihat dirinya yang berjalan kearahku. Tidak, karyawan lain sudah mulai berdatangan!
"Terima kasih" aku berjalan cepat memasuki gedung kantor. Dan David mengikutiku di belakang.
Beruntung, di depanku sudah ada lift kosong. Aku semakin mempercepat jalanku dan menghindari David sebisa mungkin.
Mataku menyipit kearahnya saat ia yang mengarah padaku. Lewat mataku, aku mengisyaratkan dirinya untuk menaiki lift khusus Direktur saja! Dan untungnya, dia menurut kali ini.
Aku bernapas lega.
***
Telepon kantorku berdering. Aku yang memang sedang santai segera mengangkat.
"Ke ruanganku segera!" Tut
Bos menyebalkan. Dan di setiap waktunya tak pernah berhenti untuk tidak memerintah. Sialan
"APA!" aku benar-benar kesal sekarang. Dan ya, dengan tidak tahu malunya aku mendobrak pintu ruangan seorang direktur. Untung, Betty-sekretarisnya sedang ada urusan.
David tersenyum geli. Dia mengejekku!
"Cepat bereskan barang-barangmu! Tapi, jangan pernah berniat kabur, ok" aku mendelik dan segera berlalu dari hadapannya.
"Huh! David sialan! Bos menyebalkan! Aku benci padamuuuuu"
"Aku juga" huh? aku menoleh ke belakang dan menangkap siluet tubuhnya yang berdiri tegap. Oh Tuhan... sejak kapan dia disitu? Dan dia mendengar semuanya? Tunggu, apa maksudnya dengan 'aku juga'?
Beberapa pertanyaan muncul seketika di otakku.
"Huh?" aku bingung. Tidak mengerti
Dia tersenyum -lagi. Apa?
Kami berjalan beriringan menuju basement. Jujur saja, aku merasa jengah saat setiap orang yang kami lewati menatap bingung dan penasaran. Bisakah mereka hanya berpura-pura tidak melihat kami?
Suasana kota di siang hari memang terasa lumayan panas. Ya, karena ini hari sabtu maka jam kantornya hanya sampai setengah hari saja. Dan entah kemana, David akan membawaku.
***
To be continued...
Jadi udah tahu kan siapa yang dipilih Daisy? yup, David Demetria.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENOUGH (TAMAT)
Teen FictionDaisy mencoba membentengi hatinya dari seorang David Dematria. Namun, David tidak menyerah dan mampu membuat Daisy lupa pada prinsipnya tersebut. Sampai suatu kesalah-pahaman membuat mereka terpaksa berpisah. Tetapi, takdir mempermainkan hidup Dais...